Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jokowi Tak Ingin PLN Terbebani Utang

Kompas.com - 06/10/2017, 07:37 WIB
Pramdia Arhando Julianto

Penulis

SERANG, KOMPAS.com - Sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pelaksana proyek kelistrikan nasional atau pembangkit listrik 35.000 Mega Watt (MW), PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) (Persero) diharapkan mampu menyelesaikan proyek tersebut tanpa harus membebani keuangan perusahaan.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkapkan, target penyelesaian proyek pembangkit 35.000 MW akan disesuaikan dengan kebutuhan listrik dalam negeri maupun pertumbuhan ekonomi.

Jika pengerjaan proyek 35.000 MW diselesaikan dalam waktu dekat, dikhawatirkan akan semakin membebani PLN dari sisi keuangan.

"Dulu hitungan kami sesuai dengan pertumbuhan ekonomi. Ini tentu saja kalau terlalu over (utangnya PLN), cicilannya juga berat. Oleh karena itu disesuaikan, kebutuhannya disesuaikan, dihubungkan dengan pertumbuhan ekonomi yang ada," ujar Presiden di Serang, Banten, Kamis (5/10/2017).

Kendati demikian, Presiden menegaskan setiap tahunnya kebutuhan listrik dalam negeri akan selalu mengalami peningkatan. Untuk itu, PLN diminta selalu siap sebagai perusahaan milik negara yang menyediakan listrik bagi seluruh masyarakat.

"Tapi apapun kebutuhan listrik, pasti ada permintaan naik, naik, naik, naik. Jangan sampai terlambat lagi. Prinsip itu saja," jelas Jokowi.

Menurut Presiden, proyek pembangkit listrik 35.000 MW merupakan target yang ditetapkan oleh pemerintah, kedepan bisa saja berubah dengan melihat pertumbuhan ekonomi yang ada.

"Ya kan itu target, kan mesti menyesuaikan dengan kebutuhan dong. Mosok target kemudian setelah dihitung-hitung dengan pertumbuhan ekonomi misalnya, kebutuhannya tidak 35.000 MW, tapi 32.000 MW. Ya kalau terlalu over juga membebani PLN," papar Presiden.

Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mengatakan, proyek 35.000 mega watt merupakan proyek yang dicangkan untuk target jangka panjang.

"Proyek kelistrikan 35.000 mega watt akan selesai 2024-2025. Kalau diselesaikan sekarang demandnya tidak ada, karena menyesuaikan pertumbuhan ekonomi, sekarang kan pertumbuhan ekonomi 5 persen," paparnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com