Di samping itu, penyiapan kapasitas dan aspek manajerial masyarakat secara serius terkait dengan implementasi perhutanan sosial umumnya juga sangat minim. Sayangnya, parade kegagalan tersebut tak juga membuat pemerintah mau belajar dari masa lalu.
Sejauh ini, kesan yang masih kuat dari kebijakan perhutanan sosial baru kepada upaya distribusi atau bagi-bagi lahan. Aspek kunci, yakni peningkatan kemampuan masyarakat di dalam dan sekitar hutan dalam pengelolaan kawasan, belum banyak disentuh.
Hal ini tentu berbahaya. Tanpa keterampilan dan kesiapan manajerial masyarakat atau kelompok masyarakat dalam mengelola sumber daya hutan secara lestari, program perhutanan sosial rasanya akan sangat sulit memberi daya ungkit kesejahteraan bagi mereka.
Yang terjadi kemudian adalah penyimpangan pengelolaan, seperti yang selama ini sering terjadi (termasuk dalam pengelolaan HKm), di mana investor atau korporasi besar, khususnya sawit, mengambil alih pengelolaan lahan hutan dari tangan masyarakat yang tak siap secara manajerial dan permodalan.
Koordinasi dan kerja sama yang baik oleh semua pihak, data yang akurat, penyelesaian pekerjaan rumah pasca-perizinan, dan konsistensi kebijakan akan menghindarkan program perhutanan sosial kali ini kembali jatuh sebagai kisah lama yang terulang kembali: layu sebelum berkembang.
Perhutanan sosial harus benar-benar dikibarkan sesuai haribaan tujuannya: hikayat untuk pemerataan kesejahteraan rakyat, dan bukan kisah lain tentang liberalisasi hutan dalam bentuk bagi-bagi lahan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.