Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KKP Akui Stafnya Teledor hingga ICW Menyebut Mereka Tidak Transparan

Kompas.com - 27/02/2018, 18:00 WIB
Kontributor Amerika Serikat, Andri Donnal Putera,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pihak Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyampaikan terima kasih atas kritik yang dilayangkan lembaga Indonesia Corruption Watch (ICW), beberapa hari lalu.

ICW mengungkapkan, ada Rp 86 triliun anggaran negara yang tidak diumumkan ke publik oleh beberapa kementerian, salah satunya KKP.

"Memang ada keteledoran dari staf kami, jadi bukan kesengajaan. Pada saat rincian lebih lanjut dari 11.191 paket itu tidak tergambar secara lengkap dan konkret di lamannya LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah)," kata Inspektur Jenderal KKP M Yusuf melalui konferensi pers di kantor KKP, Jakarta Pusat, Selasa (27/2/2018).

Yusuf menjelaskan, pada tahun 2017 KKP menyiapkan Rp 7 triliun lebih untuk pengadaan barang dan jasa. Rp 7 triliun lebih itu diperuntukkan bagi pengadaan barang dan jasa dengan total 11.191 paket.

Baca juga : ICW: Anggaran Negara Rp 86 Triliun Tidak Diumumkan ke Publik

Menurut dia, rincian belasan ribu paket pengadaan barang dan jasa itu tidak ditampilkan secara lengkap dikarenakan karakter pengadaan barang dan jasa di KKP yang meliputi beberapa faktor.

Yusuf mencontohkan, ketika pihaknya hendak memberikan alat tangkap ikan, maka penerimanya wajib mencantumkan data yang jelas, seperti nama badan hukumnya.

Namun, data-data seperti itu diakui sulit untuk diperoleh, sehingga memerlukan proses yang lebih lama dari biasanya. Hal itulah yang membuat KKP belum mencantumkan rincian yang dimaksud ke laman milik LKPP.

"Namun, kami pastikan bahwa selama masa kepemimpinan Ibu Susi, dipastikan tidak ada satupun indikasi fraud," tutur Yusuf.

Dia juga menekankan, bahwa dari tahapan perencanaan pengadaan barang dan jasa, selalu dilakukan pendampingan dan pengecekan sampai beberapa kali.

Yusuf menjamin, untuk perencanaan anggaran KKP tahun 2017, tidak ada satupun unsur pelanggaran hukum atau mengalami kebocoran uang.

Baca juga : Dituding ICW Tidak Transparan, Ini Respons Sri Mulyani

"Yang ada adalah temuan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) tentang proyek yang terlambat. Kenapa terlambat? Karena terlalu jauh, di Merauke, pengadaan bahan baku dari Makassar, Surabaya, itu perlu waktu. Kami terima kasih dikritisi, ke depan itu tidak akan terjadi lagi," ujar Yusuf.

Pada saat bersamaan, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menilai semua kegiatan yang terkait dengan anggaran di KKP sudah transparan. Jika memang ada hal-hal yang menyimpang, Susi berjanji membantu aparat penegak hukum mengusutnya sampai tuntas.

"Kalaupun ada kecurangan, saya persilakan KPK maupun Kejaksaan untuk turun meneliti dan memeriksa. Kami siap," ucap Susi.

Tidak Transparan

ICW pada Minggu (25/2/2018) mengungkapkan, dari Rp 994 triliun belanja barang dan jasa pemerintah tahun 2017, hanya Rp 908 triliun yang dilaporkan di Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SIRUP) LKPP.

Padahal, berdasarkan Perpres Nomor 54 Tahun 2010, seluruh belanja barang dan jasa harus diumumkan melalui Rencana Umum Pengadaan yang kemudian ditampilkan ke monev.lkpp.go.id.

Selain KKP, kementerian lain yang disebut ICW tidak transparan adalah Kementerian Keuangan, Kementerian Kesehatan, serta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Di luar kementerian, sejumlah pemerintah daerah juga didapati tidak transparan karena tidak melaporkan belanjanya, salah satunya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Kompas TV Ada 24 motor dan mobil yang akan dilelang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com