Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perjalanan Rupiah Sejak Awal Tahun hingga Menembus Level 14.000

Kompas.com - 10/05/2018, 14:56 WIB
Kontributor Amerika Serikat, Andri Donnal Putera,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Rupiah mengalami pelemahan terhadap dollar AS selama beberapa pekan terakhir, sebagai dampak dari penguatan mata uang Amerika Serikat yang memengaruhi hampir seluruh mata uang negara-negara di dunia.

Penguatan dollar AS tidak hanya terjadi pada mata uang negara berkembang, tetapi juga mata uang negara-negara maju.

Bicara dampak penguatan dollar AS terhadap rupiah, sempat terjadi fluktuasi nilai tukar mulai dari level di bawah Rp 13.500 pada Januari hingga tembus Rp 14.000 pada Mei 2018.

Berdasarkan data kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia, rupiah sempat ada pada level Rp 13.290 terhadap dollar AS sekaligus sebagai apresiasi yang paling tinggi sejak awal 2018.

Baca juga: Rupiah Terus Melemah, Ini Komentar Jokowi

Bila dicermati, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS mulai merangkak di atas Rp 13.500, dari Rp 13.600 hingga Rp 13.700, pada akhir Februari dan awal

Maret. Pertama kali rupiah menyentuh level Rp 13.600 tepatnya tanggal 8 Februari 2018, di mana setelah itu sempat turun ke level Rp 13.500 namun bertahap naik ke Rp 13.700 sampai Rp 13.800 pada akhir April.

Selepas bulan April dan memasuki Mei, rupiah ada di posisi Rp 13.800-13.900 kemudian pada Selasa (8/5/2018) tembus ke angka Rp 14.036 dan naik tipis jadi Rp 14.074 pada Rabu (9/5/2018).

Dok Bank Indonesia Cadangan Devisa per 30 April 2018

Sebab pelemahan rupiah

Faktor eksternal disebut pemerintah dan Bank Indonesia sebagai penyebab utama tren pelemahan rupiah.

Head of Economic and Research UOB Indonesia Enrico Tanuwidjaja mengungkapkan, faktor pertama adalah prediksi pasar untuk kenaikan suku bunga acuan The Fed dan kebijakan lain di Amerika Serikat.

"Juga ada janji dari Presiden Trump tentang tax cut, ini sudah mulai memicu permintaan dollar AS di pasar. Orang sudah mulai ke dollar AS, menjual kepemilikan di emerging market atau simpanan mereka dan menarik kembali ke AS," kata Enrico pada Rabu (9/5/2018).

Enrico menambahkan, faktor perang dagang AS dengan China juga membuat pasar cenderung mencari aset yang paling aman di tengah ketidakpastian kondisi global. Dollar AS sebagai mata uang dagang utama pun jadi pilihan, sehingga permintaan dollar AS pun meningkat.

Mengenai kondisi di dalam negeri, Enrico menyoroti tentang masa pembayaran dividen serta pembayaran utang luar negeri yang beberapa di antaranya jatuh pada awal kuartal II 2018. Namun, hal tersebut merupakan fase sementara dan tidak akan berlangsung hingga seterusnya.

Terkait ketahanan kondisi ekonomi dalam negeri dalam menghadapi faktor eksternal, disebut Enrico sudah baik. Meski diakui juga bahwa pertumbuhan ekonomi kuartal I 2018 sebesar 5,06 persen dinilai sedikit melemah dan meleset dari prediksi analis sebesar 5,18-5,19 persen.

"GDP (Gross Domestic Product) growth kita memang sedikit melemah di kuartal I, lebih dikarenakan belanja pemerintah memang biasanya lebih lambat di semester I. Hal lainnya, bahkan tingkat pertumbuhan investasi itu meningkat. Ini sebenarnya positif," tutur Enrico.

Baca juga: Dirut BEI: Pelemahan Rupiah Terkait 2 Hal, Apa Solusinya?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

GOTO Catat Rugi Bersih Rp 862 Miliar pada Kuartal I-2024, Susut 78 Persen

GOTO Catat Rugi Bersih Rp 862 Miliar pada Kuartal I-2024, Susut 78 Persen

Whats New
Industri Fintech Lending Rugi pada Awal 2024, Ini Sebabnya Menurut Asosiasi

Industri Fintech Lending Rugi pada Awal 2024, Ini Sebabnya Menurut Asosiasi

Whats New
Menteri Trenggono Minta Reklamasi PIK Pakai Sedimentasi Laut

Menteri Trenggono Minta Reklamasi PIK Pakai Sedimentasi Laut

Whats New
Tren dan Peluang Investasi Kripto, Indonesia Berpotensi Pimpin Pasar ASEAN

Tren dan Peluang Investasi Kripto, Indonesia Berpotensi Pimpin Pasar ASEAN

Spend Smart
Kredit BNI Tumbuh Jadi Rp 695,16 Triliun pada Kuartal I 2024, UMKM dan Konsumer Jadi Mesin Baru

Kredit BNI Tumbuh Jadi Rp 695,16 Triliun pada Kuartal I 2024, UMKM dan Konsumer Jadi Mesin Baru

Whats New
Elnusa dan Pertagas Siap Kerjakan Proyek Kolaborasi Infrastruktur Energi di Kandis Riau

Elnusa dan Pertagas Siap Kerjakan Proyek Kolaborasi Infrastruktur Energi di Kandis Riau

Whats New
Perluasan Sektor Kredit, 'Jamu Manis' Terbaru dari BI untuk Perbankan

Perluasan Sektor Kredit, "Jamu Manis" Terbaru dari BI untuk Perbankan

Whats New
Survei BI: Kebutuhan Pembiayaan Korporasi pada Kuartal I-2024 Meningkat

Survei BI: Kebutuhan Pembiayaan Korporasi pada Kuartal I-2024 Meningkat

Whats New
Stranas Bisnis dan HAM, Upaya Pemerintah Lindungi Pekerja dalam Praktik Bisnis

Stranas Bisnis dan HAM, Upaya Pemerintah Lindungi Pekerja dalam Praktik Bisnis

Whats New
Soal Boks Mainan Megatron 'Influencer' Rusak, Ini Penjelasan Bea Cukai dan DHL

Soal Boks Mainan Megatron "Influencer" Rusak, Ini Penjelasan Bea Cukai dan DHL

Whats New
Kredit Bank Jatim Naik 18,7 Persen Sepanjang Kuartal I-2024

Kredit Bank Jatim Naik 18,7 Persen Sepanjang Kuartal I-2024

Whats New
Menteri Trenggono Akui Sulit Cegah Penyelundupan Benih Lobster

Menteri Trenggono Akui Sulit Cegah Penyelundupan Benih Lobster

Whats New
Ormas Bakal Bisa Kelola Izin Tambang, Ini Alasan Bahlil

Ormas Bakal Bisa Kelola Izin Tambang, Ini Alasan Bahlil

Whats New
TRIS Bakal Bagikan Dividen Final, Simak Besarannya

TRIS Bakal Bagikan Dividen Final, Simak Besarannya

Whats New
Kenaikan BI Rate Tak Beri Dampak Langsung ke Industri Fintech Lending

Kenaikan BI Rate Tak Beri Dampak Langsung ke Industri Fintech Lending

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com