Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Melihat Pelemahan Nilai Tukar Rupiah

Kompas.com - 27/08/2018, 06:33 WIB
Kontributor Amerika Serikat, Andri Donnal Putera,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejak awal hingga menjelang akhir Agustus 2018, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS bergerak di kisaran Rp 14.400 hingga Rp 14.600. Belakangan, posisi nilai tukar rupiah semakin melemah, hingga ada pada level Rp 14.655 pada Jumat (24/8/2018) berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor).

Bank Indonesia melalui Laporan Kebijakan Moneter Triwulan II 2018 yang dipublis di laman resminya, bi.go.id, menyatakan nilai tukar rupiah masih mengalami depresiasi pada kuartal II 2018. Faktor utama penyebab depresiasi adalah tekanan dari penguatan dollar AS yang terjadi secara luas.

"Pada kuartal II 2018, secara point to point rupiah melemah 3,94 persen dibandingkan kuartal sebelumnya menjadi Rp 14.330 per dollar AS. Depresiasi nilai tukar rupiah berlanjut pada Juli 2018 dengan volatilitas yang menurun, meskipun dollar AS terus mengalami penguatan secara luas," demikian keterangan dari laporan BI yang dikutip Kompas.com pada Senin (27/8/2018).

Jika dibandingkan dengan posisi Juli 2018, rupiah secara point to point melemah 0,62 persen menjadi Rp 14.420 per dollar AS. Faktor pemicu penguatan dollar AS disebut dari semakin tegangnya hubungan dagang AS dengan China dan menguatnya ekspetasi percepatan normalisasi di AS.

Baca juga: Tekanan terhadap Rupiah Bisa Terus Berlanjut

"Pelemahan rupiah juga turut dipengaruhi oleh sentimen pelemahan ekonomi China," sebut BI.

Lantas, seberapa parah depresiasi nilai tukar rupiah di tengah gejolak dan dinamika kondisi global terkini? BI mencatat, depresiasi nilai tukar rupiah secara point to point pada Juli 2018 lebih rendah dibanding lira Turki, yuan Tiongkok, dan baht Thailand.

Secara rata-rata, depresiasi nilai tukar rupiah pada Juli 2018 masih lebih rendah dibandingkan negara sekawasan lain, yaitu yuan Tiongkok, won Korea, dan lira Turki. Kemudian jika dilihat lebih rinci, depresiasi rupiah secara year to date (per 24 Agustus 2018) sebesar 7,04 persen atau lebih rendah dibanding rupee India (8,66 persen), real Brazil (14,72 persen), rand Afrika Selatan (14,39 persen), dan rubel Rusia (15,36 persen).

"Depresiasi nilai tukar rupiah disertai dengan volatilitas yang menurun sehingga pergerakan nilai tukar rupiah relatif stabil," tambah BI.

Menurut BI, volatilitas rupiah didapati kembali menurun pada Juli 2018 di mana pelemahan nilai tukar rupiah masih ada pada level yang lebih baik dibandingkan dengan negara seperti Turki, Brazil, Afrika Selatan, dan Korea. Sehingga, BI meyakini turunnya volatilitas akan membuat aliran modal asing kembali masuk.

"Aliran modal asing kembali masuk ke semua jenis aset pasar keuangan domestik, terutama SBN (Surat Berharga Negara), sejalan dengan yield yang meningkat. Pada bulan Juli juga, saham mencatat aliran modal asing masuk untuk pertama kalinya pada tahun 2018, meski masih terbatas," ungkap BI.

Dengan begitu, BI memandang pelemahan nilai tukar rupiah masih bersumber lebih banyak dari tekanan eksternal. BI memastikan untuk terus mewaspadai risiko ketidakpastian pasar keuangan global sekaligus menempuh langkah untuk stabilisasi nilai tukar.

BI juga meningkatkan penyediaan layanan swap valas dengan tingkat harga yang lebih murah dalam rangka meningkatkan minat peserta lelang. Misalnya, biaya swap valas dari 4,85 persen jadi 4,62 persen untuk tenor 1 bulan dan dari 5,18 persen jadi 4,96 persen untuk tenor 1 tahun.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com