Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Antisipasi Dampak Perang Dagang, Indonesia Perlu Diversifikasi Pasar Ekspor

Kompas.com - 16/10/2018, 21:49 WIB
Putri Syifa Nurfadilah,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia dinilai perlu melakukan langkah-langkah sebagai bentuk antisipasi dari dampak negatif perang dagang antara Amerika serikat (AS)-China. Salah satu langkah yang dapat dilakukan adalah melakukan diversifikasi pasar ekspor.

Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Assyifa Szami Ilman mengatakan, diversifikasi pasar sangat diperlukan agar Indonesia tidak tergantung kepada China.

"Ada baiknya Indonesia juga mulai merambah pasar lain yang tidak kalah potensial, misalnya saja Afrika dan negara Asia lainnya. Selain itu, restriksi (pembatasan) impor yang dilakukan oleh AS terhadap China dapat mendorong perusahaan China untuk mencari pasar baru yang memiliki regulasi restriksi impor yang lebih sedikit," jelas Ilman dalam keterangan resmi laman CIPS yang diterima Kompas.com, Selasa (16/10/2018).

Dia menyebutkan, pasar-pasar ini antara lain pasar Asia Tenggara termasuk Indonesia, menjadi pilihan alternatif bagi China untuk membuka perjanjian perdagangan baru.

“Pemerintah dalam hal ini dapat menyambut masuknya barang dari China. Namun, juga berdiplomasi untuk kemudahan akses serupa terhadap pasar China. Untuk itu, Indonesia butuh kebijakan yang mampu memberikan daya tarik bagi investor, seperti insentif pajak dan kemudahan birokrasi,” ujar Ilman.

Ilman menambahkan, dampak langsung yang dirasakan Indonesia terhadap perang dagang lebih banyak dirasakan di awal. Hal ini berdampak pada penurunan ekspor bahan input ke China karena menurunnya kemampuan perusahaan di China untuk mengekspor ke AS.

Sebenarnya hal ini tidak perlu dikhawatirkan jika China sudah menemukan pasar alternatif pengganti Amerika Serikat, seperti Uni Eropa dan Asia Tenggara.

“Selain itu, adanya perang dagang memperparah ketidakpastian ekonomi, sehingga berimbas pada menurunnya ketertarikan investor dalam menanamkan modal di negara-negara dengan resiko lebih tinggi, seperti di negara emerging countries dimana Indonesia termasuk di dalamnya,” tuturnya.

Ilman menjelaskan, setiap kebijakan perdagangan pasti akan memengaruhi neraca perdagangan antar negara yang terimbas.

Dalam konteks perang dagang AS-China, dampak dari perang dagang tentunya dirasakan oleh perekonomian global namun tidak secara langsung. Hal ini mengingat bahwa nilai transaksi perdagangan kedua negara hanya sebagian kecil dari seluruh transaksi perdagangan global dengan nilai ekspor kurang dari 5 triliun dollar AS.

Sementara itu dampak yang dirasakan oleh negara lain adalah naiknya harga barang yang diimpor dari China dan AS, di mana barang tersebut menggunakan input atau bahan baku dari negara satu sama lain.

"Misalnya, apabila Indonesia mengimpor pesawat Boeing dari AS, tetapi pesawat tersebut menggunakan komponen komputer yang diimpor dari China, maka tidak menutup kemungkinan harga pesawat tersebut menjadi lebih mahal karena AS telah melakukan pengenaan tarif pada impor untuk barang-barang dari China," tandas Ilman.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Lowongan Kerja PT Honda Prospect Motor untuk S1, Ini Persyaratannya

Lowongan Kerja PT Honda Prospect Motor untuk S1, Ini Persyaratannya

Whats New
Sudah Bisa Dibeli, Ini Besaran Kupon Sukuk Tabungan ST012

Sudah Bisa Dibeli, Ini Besaran Kupon Sukuk Tabungan ST012

Whats New
Revisi Target Penyaluran Kredit, BTN Antisipasi Era Suku Bunga Tinggi

Revisi Target Penyaluran Kredit, BTN Antisipasi Era Suku Bunga Tinggi

Whats New
Mampukah IHSG Bangkit Hari Ini ? Simak Analisis dan Rekomendasi Sahamnya

Mampukah IHSG Bangkit Hari Ini ? Simak Analisis dan Rekomendasi Sahamnya

Whats New
Kekhawatiran Inflasi Mencuat, Wall Street Berakhir di Zona Merah

Kekhawatiran Inflasi Mencuat, Wall Street Berakhir di Zona Merah

Whats New
Ada Hujan Lebat, Kecepatan Whoosh Turun hingga 40 Km Per Jam, Perjalanan Terlambat

Ada Hujan Lebat, Kecepatan Whoosh Turun hingga 40 Km Per Jam, Perjalanan Terlambat

Whats New
BTN Buka Kemungkinan Lebarkan Bisnis ke Timor Leste

BTN Buka Kemungkinan Lebarkan Bisnis ke Timor Leste

Whats New
[POPULER MONEY] Respons Bulog soal Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun | Iuran Pariwisata Bisa Bikin Tiket Pesawat Makin Mahal

[POPULER MONEY] Respons Bulog soal Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun | Iuran Pariwisata Bisa Bikin Tiket Pesawat Makin Mahal

Whats New
KCIC Minta Maaf Jadwal Whoosh Terlambat gara-gara Hujan Lebat

KCIC Minta Maaf Jadwal Whoosh Terlambat gara-gara Hujan Lebat

Whats New
Cara Pinjam Uang di Rp 5 Juta di Pegadaian, Bunga, dan Syaratnya

Cara Pinjam Uang di Rp 5 Juta di Pegadaian, Bunga, dan Syaratnya

Earn Smart
Kemenkeu Akui Pelemahan Rupiah dan Kenaikan Imbal Hasil Berdampak ke Beban Utang Pemerintah

Kemenkeu Akui Pelemahan Rupiah dan Kenaikan Imbal Hasil Berdampak ke Beban Utang Pemerintah

Whats New
Prudential Laporkan Premi Baru Tumbuh 15 Persen pada 2023

Prudential Laporkan Premi Baru Tumbuh 15 Persen pada 2023

Whats New
Bulog Siap Pasok Kebutuhan Pangan di IKN

Bulog Siap Pasok Kebutuhan Pangan di IKN

Whats New
Pintu Perkuat Ekosistem Ethereum di Infonesia

Pintu Perkuat Ekosistem Ethereum di Infonesia

Whats New
BTN Syariah Cetak Laba Bersih Rp 164,1 Miliar pada Kuartal I 2024

BTN Syariah Cetak Laba Bersih Rp 164,1 Miliar pada Kuartal I 2024

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com