Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perang Mata Uang Memengaruhi Kita?

Kompas.com - 18/10/2010, 07:51 WIB

Asti Suwarni*

Perang mata uang menjadi topik pembicaraan hangat di beberapa media massa akhir-akhir ini. Kelompok G-7 bahkan mengingatkan, perang mata uang dapat mengganggu pertumbuhan ekonomi dunia. Perang ini dilakukan oleh negara-negara yang ingin meningkatkan ekspor.

Negara-negara itu sengaja melemahkan nilai tukar mata uangnya agar ekspornya bisa meningkat. Para pemimpin keuangan dunia, termasuk Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF) juga telah membahas masalah ini dalam pertemuan di Washington awal Oktober 2010.

Dalam kesempatan tersebut, IMF mengingatkan agar pemerintah di beberapa negara tidak menggunakan nilai tukar mata uang sebagai alat untuk mendorong peningkatan ekspor. Alasannya, hal itu dapat menimbulkan perang mata uang di antara negara di dunia.

Beberapa negara dikritik melakukan kebijakan menjaga mata uang mereka agar tetap melemah. Jepang, misalnya, kembali melakukan intervensi untuk pertama kali sejak tahun 2004, yakni dengan menjual 2,12 triliun yen pada tanggal 15 September. Hal ini untuk membendung peningkatan nilai tukar yen yang sudah mencapai level tertinggi dalam 15 tahun terakhir.

Perdebatan tersebut sebenarnya dimulai dari perang mata uang antara China dan Amerika Serikat. AS selama bertahun-tahun memprotes China. AS menilai China menahan mata uangnya agar tidak menguat untuk melindungi ekspornya.

AS bahkan berencana menetapkan sanksi terhadap China karena tidak membiarkan mata uangnya menguat terhadap dollar AS sebagaimana seharusnya.

Pertumbuhan ekonomi China yang pesat memang telah menyebabkan surplus perdagangan China terhadap beberapa negara mitra dagangnya meningkat.

Pada triwulan II-2010, ekonomi China tumbuh 10,3 persen, dari pertumbuhan 11,9 persen pada triwulan sebelumnya. Namun, sebaliknya, banyak mitra dagang China yang mengalami pelebaran defisit neraca perdagangan, termasuk AS.

Pada tahun 2009, neraca perdagangan AS dengan China mengalami defisit lebih dari 220 miliar dollar AS. Angka tersebut meningkat tajam dari defisit neraca perdagangan satu dekade sebelumnya, yang hanya mencapai 69 miliar dollar AS.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com