”Misalnya, kurs yang optimal sekitar Rp 8.800 plus-minus Rp 100. Interval ini yang harus diamankan BI,” ujar Tony mencontohkan.
Pekan lalu, cadangan devisa terpakai 2,6 miliar dollar AS untuk intervensi pasar dan membayar utang luar negeri. Posisi terakhir cadangan devisa sebesar 122 miliar dollar AS.
Volatilitas nilai tukar rupiah membuat pelaku sektor riil kesulitan, terutama bagi pengusaha yang mengimpor bahan baku dalam dollar AS.
Ketua Umum Gabungan Perusahaan Makanan Ternak Sudirman memaparkan, saat ini sekitar 85 persen bahan baku pakan ternak diimpor. Kebutuhan jagung, yang 5 juta ton per tahun, setengahnya diimpor. Bungkil kedelai yang kebutuhannya 2 juta ton per tahun bahkan seluruhnya diimpor.
”Dengan kondisi nilai tukar yang volatilitasnya tinggi, kami risau. Pasalnya, bahan baku diimpor dengan harga dollar AS. Kalau ketidakpastian terus tinggi, hal itu akan berpengaruh pada harga pakan. Mau tidak mau, harga pakan harus dikoreksi,” ujarnya.
Ketua Asosiasi Permebelan dan Kerajinan Indonesia Ambar Tjahyono justru berharap rupiah mencapai Rp 9.500-Rp 10.000 per dollar AS. Ekspor akan terdongkrak dan mendorong ekonomi sektor riil.
”Eksportir akan bergairah dan lebih kompetitif,” kata Ambar.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia Sofjan Wanandi mengatakan, krisis ekonomi di Eropa dan AS baru akan berdampak terhadap perdagangan Indonesia tahun 2012. Gejala ini baru tampak sekitar November dan Desember 2011 saat eksportir membuat kontrak penjualan baru dengan mitra mereka untuk tiga bulan, enam bulan, atau setahun ke depan.
”Saya sudah berbicara dengan pengusaha di Eropa awal bulan September ini dan mereka belum tahu bagaimana krisis ini pada masa yang akan datang. Pemerintah harus mengamankan pasar domestik agar produk lokal tetap memiliki pasar,” ujarnya.