Penggunaan uang elektronik untuk pembayaran berbasis ponsel pintar (mobile payment) dapat memaksimalkan transaksi sehari-hari, tidak hanya di sektor ritel formal, tapi juga untuk mendorong sektor perdagangan informal.
Indonesia bisa belajar dari China yang saat ini memilki nilai transaksi uang elektronik terbesar di dunia yang mencapai sekitar 5,75 triliun dollar AS.
Angka ini lebih besar 50 kali lipat dibandingkan volume transaksi di Amerika Serikat. Dua perusahaan teknologi finansial (tekfin), Alipay dan Tenpay, mendominasi hingga 90 persen dari nilai transaksi tersebut.
Pembayaran berbasis ponsel melalui fitur QR dapat diterima di hampir seluruh pedagang ritel di China, mulai dari toko swalayan, warung, hingga pengamen jalanan dan pedagang kaki lima.
Di Indonesia, layanan mobile payment berupa aplikasi dompet (wallet) yang dapat menyimpan uang untuk selanjutnya digunakan untuk pembayaran dan transfer dana sebenarnya sudah ada.
Namun demikian, setiap pemain seperti berada di dalam ekosistemnya masing-masing. Akibatnya, hingga kini belum ada satu pun perusahaan yang mampu mendominasi pasar Indonesia.
Penggunaan mobile payment juga masih sekedar pembelian daring yang sifatnya ritel seperti membeli pulsa atau membayar transportasi daring.
Padahal, banyak sekali contoh penggunaan mobile payment lain yang dapat menjangkau sektor mikro dan informal.
Karena, mempermudah pembayaran melalui ponsel tanpa menggunakan teknologi tinggi seperti Near Field Communication (NFC) dan tanpa perlu membeli perangkat keras seperti Electronic Data Capture (EDC).
Di China, mobile payment bahkan juga digunakan untuk membeli berbagai produk keuangan skala mikro, seperti asuransi, reksadana, dan berbagai produk investasi.
Persaingan Ketat Layanan Uang Elektronik
Di tengah masih rendahnya tingkat adopsi layanan mobile payment di Indonesia, pelaku usaha tetap optimis layanan ini akan terus meningkat jika ditinjau dari beberapa indikator.
Pertama, investasi untuk mengembangkan sistem dan infrastruktur, baik dari pemodal domestik maupun luar negeri, terus meningkat.
Hal ini menunjukkan potensi layanan mobile payment dan keseriusan pelaku industri, khususnya tekfin, untuk mendisrupsi ekonomi saat ini.
Kedua, adanya dukungan regulator untuk menstimulasi pertumbuhan layanan ini. Jika sebelumnya BI sempat berhati-hati dalam mengeluarkan izin uang elektronik.