Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bitcoin Akan Bergerak Tak Terkendali, Kemudian Hancur

Kompas.com - 27/12/2017, 12:00 WIB
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Penulis

LONDON, KOMPAS.com - Nilai mata uang digital bitcoin menguat sangat tinggi sepanjang tahun 2017 ini. Penggunaan bitcoin pun semakin meluas, tidak hanya sebagai instrumen investasi daring, namun juga sejumlah peritel yang menerimanya sebagai alat pembayaran.

Namun demikian, mata uang digital dipandang terus tumbuh sebagai bahaya finansial terbesar abad ini. Pasalnya, tidak ada regulasi yang mengatur dan mengawasi, serta perdagangannya pun tidak stabil, menimbulkan ketidakpastian yang terus menghantui.

Investor mata uang digital Oliver Isaacs memandang, bitcoin akan mengalami bubble, yakni kondisi di mana harga melambung sangat tinggi dan menimbulkan gejolak. Kemudian, bitcoin akhirnya akan hancur.

Baca juga : Morgan Stanley: Harga Bitcoin Bakal Hanya 0

"Secara pribadi, saya rasa bitcoin akan menjadi bubble terbesar sepanjang sejarah. (Nilai) bitcoin telah menembus 10.000 dollar AS (setara sekitar Rp 135 juta) dan tidak akan lama lagi valuasi dan harga bitcoin akan menguat dan bergerak tak terkendali," ujar Isaacs seperti dikutip dari Express, Rabu (27/12/2017).

Nilai bitcoin juga sempat menembus 20.000 dollar AS per unit atau kira-kira mencapai Rp 270 juta baru-baru ini. Namun demikian, nilai bitcoin pun sempat merosot cukup tajam hanya dalam waktu sekejap.

Isaacs menjelaskan, saat ini investasi pada bitcoin dapat memberikan keuntungan yang cukup signifikan. Namun, layaknya investasi saham, risikonya pun sangat tinggi.

Baca juga : 5 Alasan yang Bikin Orang Masih Enggan Koleksi Bitcoin

"Mirip dengan investasi di pasar modal, penting bagi Anda untuk waspada dan menghindari penempatan satu telur pada satu keranjang (fokus pada satu instrumen saja)," ungkap Isaacs.

Ia menuturkan, karena minimnya regulasi, maka investasi pada bitcoin sangatlah berisiko. Selain itu, tidak ada yang tahu kapan bitcoin akhirnya akan hancur alias nilainya merosot tajam.

Sebuah survei terbaru yang digelar Wall Street Journal terhadap 53 orang ekonom menemukan bahwa 51 orang ekonom memandang harga bitcoin tidak berkesinambungan.

Sementara itu, sejumlah pakar yang disurvei oleh CNBC menyebut bahwa penguatan nilai bitcoin adalah bubble dan kemerosotannya tidak terhindari. 

Baca juga : Aksi Jual Bitcoin Terus Berlanjut, Ethereum Mulai Dilirik

Studi yang dilakukan oleh para ahli di Anglia Ruskin University, Trinity College Dublin, dan Dublin City University, Irlandia menyatakan bahwa bitcoin dapat mengancam stabilitas keuangan mata uang dan pasar finansial tradisional. Laporan studi ini dirilis akhir pekan lalu.

"Bukti yang kami temukan adalah harga bitcoin secara artifisial dipengaruhi investasi yang sifatnya spekulatif, menempatkannya pada kondisi bubble," jelas Larisa Yarovaya, salah satu penyusun studi dan pengajar di Anglia Ruskin University.

Meski banyak risiko yang menghantui, namun Isaacs sendiri meyakini bahwa masa depan mata uang digital secara umum masih cerah. Hal ini sejalan dengan permintaan yang masih besar dan berbagai pertimbangan regulasi yang dilakukan otoritas banyak negara.

Baca juga : Daftar Negara yang Melarang Penggunaan Mata Uang Digital Seperti Bitcoin

"Masa depan teknologi blockchain (teknologi di balik mata uang digital) tampak cerah dan berpotensi mentransformasi masa depan seluruh industri dari pasar perumahan hingga layanan kesehatan dan hukum," tutur Isaacs.

Kompas TV Bitcoin adalah mata uang digital yang digunakan sejak 2009.

Halaman Berikutnya
Halaman:



Terkini Lainnya

Satgas Judi Online Belum Mulai Bekerja, Pemerintah Masih Susun Formula

Satgas Judi Online Belum Mulai Bekerja, Pemerintah Masih Susun Formula

Whats New
Penyaluran Kredit Ultra Mikro Capai Rp 617,9 Triliun di Kuartal I-2024

Penyaluran Kredit Ultra Mikro Capai Rp 617,9 Triliun di Kuartal I-2024

Whats New
Bayar Klaim Simpanan 10 BPR Bangkrut, LPS Kucurkan Rp 237 Miliar per April 2024

Bayar Klaim Simpanan 10 BPR Bangkrut, LPS Kucurkan Rp 237 Miliar per April 2024

Whats New
[POPULER MONEY] Mendag Zulhas: Warung Madura Boleh Buka 24 Jam | KFC Malaysia Tutup Lebih dari 100 Gerai, Imbas Boikot

[POPULER MONEY] Mendag Zulhas: Warung Madura Boleh Buka 24 Jam | KFC Malaysia Tutup Lebih dari 100 Gerai, Imbas Boikot

Whats New
Kode Transfer BCA, BRI, BNI, BTN, Mandiri, dan Bank Lainnya

Kode Transfer BCA, BRI, BNI, BTN, Mandiri, dan Bank Lainnya

Spend Smart
Cara Beli Token Listrik di ATM BRI, BNI, Mandiri, BTN, dan BSI

Cara Beli Token Listrik di ATM BRI, BNI, Mandiri, BTN, dan BSI

Spend Smart
Cara Tukar Uang Rusak di Bank Indonesia dan Syaratnya

Cara Tukar Uang Rusak di Bank Indonesia dan Syaratnya

Spend Smart
Lelang 7 Seri SUN, Pemerintah Kantongi Rp 21,5 Triliun

Lelang 7 Seri SUN, Pemerintah Kantongi Rp 21,5 Triliun

Whats New
Indosat Catat Laba Rp 1,29 Triliun di Kuartal I-2024

Indosat Catat Laba Rp 1,29 Triliun di Kuartal I-2024

Whats New
Adira Finance Cetak Laba Bersih Rp 432 Miliar pada Kuartal I-2024

Adira Finance Cetak Laba Bersih Rp 432 Miliar pada Kuartal I-2024

Whats New
Inaplas Dukung Pemerintah Atasi Polusi Sampah Plastik

Inaplas Dukung Pemerintah Atasi Polusi Sampah Plastik

Whats New
Program Pemberdayaan Daerah Gambut di Bengkalis oleh PT KPI Mampu Tingkatkan Pendapatan Masyarakat

Program Pemberdayaan Daerah Gambut di Bengkalis oleh PT KPI Mampu Tingkatkan Pendapatan Masyarakat

Whats New
Astra Internasional Bakal Tebar Dividen Rp 17 Triliun, Simak Rinciannya

Astra Internasional Bakal Tebar Dividen Rp 17 Triliun, Simak Rinciannya

Whats New
Emiten Nikel IFSH Catat Penjualan Rp 170 Miliar di Kuartal I 2024

Emiten Nikel IFSH Catat Penjualan Rp 170 Miliar di Kuartal I 2024

Whats New
Starlink Telah Kantongi Surat Uji Laik Operasi di Indonesia

Starlink Telah Kantongi Surat Uji Laik Operasi di Indonesia

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com