Selain itu, pemerintah juga memberikan ruang untuk energi baru terbarukan lainnya sebesar 3,1 GW. Sisanya difokuskan untuk mikrohidro, bioenergi, tenaga surya, dan angin.
Untuk mendukung percepatan penggunaan energi baru terbarukan, Pemerintah Indonesia juga mengeluarkan PP 14 Tahun 2017.
Regulasi ini berfungsi mendukung kebijakan Presiden Jokowi untuk membangun pembangkit listrik dengan total 35.000 MW yang memprioritaskan penggunaan energi baru terbarukan.
Di samping itu, juga diberikan kemudahan untuk foreign investment sebesar 95 persen untuk pembangkit listrik di atas 10 MW. Nilainya bahkan bisa mencapai seratus persen jika skemanya menggunakan public private partnership berdasarkan PP 44 Tahun 2017 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal.
Untuk mendukung investasi, pemerintah pun memperlihatkan keberpihakannya pada proses pengadaan dan pemberian fasilitas untuk kemudahan dalam menjalankan usaha.
Terkait proses pengadaan, Pemerintah Indonesia mengeluarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 50 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik yang memberikan akses pengadaan dengan penunjukan langsung berdasarkan kuota untuk energi baru terbarukan melalui skema BOOT (build, own, operate, and transfer).
Hal ini digunakan untuk mempercepat proses administrasi untuk membuat proyek energi baru terbarukan.
Terkait kemudahan berusaha pun pemerintah memberikan insentif pajak, perizinan terpadu satu pintu, memberikan kemudahan untuk membuat entitas usaha baru untuk proyek energi baru terbarukan, dan subisidi khusus yang diperlukan untuk meningkatkan kuantitas penggunaan energi baru terbarukan.
Pemerintah Indonesia juga mencontoh Jerman yang telah berhasil dengan Energiewende, yaitu proses mentransisi besar-besaran kebijakan energi fosil (batu bara dalam kasus di Jerman) ke energi baru terbarukan.
Kebijakan yang fenomenal tersebut pun kemudian dicontoh di seluruh dunia, termasuk Indonesia.
Kebijakan tersebut adalah feed-in tariff, yang pada dasarnya bertujuan mempercepat investasi di bidang energi baru terbarukan dengan cara memberikan kontrak jangka panjang kepada produser energi berdasarkan pada biaya dari pembangkit listriknya.
Skemanya menggunakan besaran biaya yang cukup besar pada awal masa operasinya, lalu akan menurun pada periode waktu tertentu.
Pemerintah Indonesia sendiri memberikan kebijakan feed-in tariff hingga 85 persen dan 100 persen tergantung jenis energi baru terbarukannya.
Catatan untuk meningkatkan penggunaan energi
Pada kenyataannya, target pemerintah Indonesia yang mencanangkan 35.000 MW pada 2019 akan sangat sulit tercapai karena pada 2017 baru mencapai sekitar 13.000 MW.