Lalu, sebuah gugatan lagi. Kenapa syarat rekomendasi tidak digunakan pemerintah? Padahal, impor pangan bisa dilakukan sekarang tanpa rekomendasi Kementerian Pertanian atau Bulog.
Sekadar informasi, dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, Pasal 126, diamanatkan pembentukan lembaga yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden, yaitu Badan Pangan Nasional dan Lembaga Monitoring Pangan. Keduanya bertugas untuk mewujudkan kedaulatan pangan, kemandirian pangan, dan ketahanan pangan nasional.
Tak jelas benar, kenapa pemerintah belum melaksanakan amanat UU Pangan ini. Pembentukan Badan Pangan Nasional untuk menangani masalah pangan secara nasional. Badan ini seharusnya sudah terbentuk pada Oktober 2015, namun hingga kini belum juga terbentuk.
Badan ini akan melakukan fungsi koordinasi, integrasi dan sinergi antarsektoral agar tercipta sinkronisasi antarlembaga. Badan ini sedianya juga akan menjadi komando, mengatur tata kelola, tata niaga dan mekanisme aturan soal pangan.
Dengan kewenangan tersebut, lembaga ini dapat menugaskan Kementerian BUMN dalam pengadaan, distribusi dan mencegah penyimpangan dalam rangka mewujudkan kemandirian pangan.
Situasi pertanian Indonesia kini dan nanti
Masih dalam suasana merayakan Hari Ulang Tahun Partai Gerindra ke-10, saya ingin kembali mengingatkan apa yang menjadi visi dan misi partai ini seperti tertulis dalam buku Pandangan Strategis Prabowo Subianto: Paradoks Indonesia, Negara Kaya Raya, Tetapi Masih Banyak Rakyat Hidup Miskin (2016).
Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto menuliskan (h.81), kita sebetulnya negara pertanian sejak dulu. Satu dari tiga orang Indonesia bekerja di sektor agrikultur. Ironisnya, empat puluh persen dari orang Indonesia yang miskin yang bekerja di sektor ini. (Badan Pusat Statistik, 2016).
Kemudian, kenyataan yang menyedihkan ditemukan dari data yang diperoleh dari Kementerian Pertanian RI: 11 juta hektar lahan pertanian dibiarkan menganggur. Lalu, 53 persen irigasi lahan pertanian kita dalam kondisi rusak. Ini menyebabkan rendahnya produktivitas lahan pertanian.
Kerangka pikir yang disodorkan Gerindra, ditawarkan untuk menjadi solusinya. Seharusnya, pada tahapan pertanian awal, pengerjaan lahan, harus dikerjakan oleh petani. Lalu, pada tahap kedua, pengepakan, dikerjakan oleh Koperasi, BUMDES dan BUMN. Kemudian, tahap ketiga, penjualan, dikerjakan oleh “Gerai Tani” atau Pasar Tradisional.
Semoga ke depan Indonesia mampu mewujudkan swasembada pangan dan tidak mengatasi persoalan hajat hidup rakyat dalam persoalan pangan, hanya melulu dengan impor. Salam Indonesia Raya!
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.