Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Identitas Digital dan Inklusi Keuangan

Kompas.com - 16/03/2018, 23:00 WIB
Aprillia Ika

Editor

Sumber AFTECH

KOMPAS.com - Pernahkah Anda memiliki kesempatan emas tapi tak pernah diwujudkan karena takut rugi? Itulah irasionalitas manusia. Seorang pemenang Nobel Ekonomi membuktikan bahwa pengambilan keputusan dipengaruhi oleh irasionalitas manusia.

Sayangnya, irasionalitas ini juga terjadi di level negara. Kecenderungan “main aman” dalam pengambilan kebijakan tanpa diimbangi implementasi mewujudkan peluang telah menghalangi masyarakat menikmati manfaat penuh dari potensi yang dimilikinya.

Ini yang terjadi dalam pengambilan kebijakan terkait identitas digital dan inklusi keuangan di Indonesia.

Bank Dunia menyebutkan bahwa salah satu penyebab utama mayoritas masyarakat negara berkembang belum terintegrasi sepenuhnya ke dalam layanan keuangan adalah masalah identitas.

Padahal, menurut laporan USAID, identitas digital dapat menjadi jawaban untuk inklusi keuangan yang masih rendah di Indonesia (36 persen).

Baca juga : Identitas Digital versus Identitas Konvensional

Ada banyak peluang untuk mendukung tujuan pemerintah mencapai inklusi keuangan sebesar 75 persen pada 2019.

Pelaku fintech melalui inovasi teknologi, misalnya, bisa berperan dalam memberikan layanan keuangan kepada masyarakat underbanked dan yang berada di daerah-daerah terpencil Indonesia.

Namun pelaku fintech di Indonesia masih dihadapkan pada permasalahan identitas digital untuk menerapkan prinsip know your customer (KYC) dan tanda tangan digital.

Kebijakan Pemerintah

Identitas digital sebenarnya telah diatur pemerintah, namun terlihat adanya fragmentasi pemangku kepentingan.

Identitas digital telah diatur dalam UU no. 11 tahun 2018 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Namun penerapannya masih sangat terbatas karena peraturan tersebut tidak menjamin kepastian hukum atas tanda tangan elektronik.

UU tersebut lebih lanjut menyebutkan bahwa tanda tangan elektronik memiliki kepastian hukum selama memenuhi beberapa persyaratan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 82 tahun 2012 yang baru terbit empat tahun kemudian.

Baca juga : Identitas Terpercaya Mendukung Inklusi Keuangan

Selanjutnya, ada aturan terkait sertifikat elektronik yang harus mendapatkan pengakuan Menteri yang akan diatur kemudian dalam Peraturan Menteri dimana konsultasi publik mengenai rancangan peraturan Menteri tersebut baru dilakukan di Januari 2018.

Hal ini bisa jadi karena irasionalitas pengambilan keputusan. Upaya pencegahan resiko tidak diimbangi implementasi untuk mewujudkan peluang.

Jika kita melihat struktur UU ITE, maka pasal-pasal mengenai larangan, penyidikan, dan sanksi banyak mendominasi.

Sementara aspek kunci dalam implementasi kebijakan masih harus dijelaskan oleh peraturan turunan yang hingga 10 tahun kemudian belum jelas ujungnya.

Selain itu, terdapat fragmentasi pemangku kepentingan. Identitas digital berada di bawah pengaturan Kementerian Informasi dan Komunikasi, sementara layanan keuangan diatur oleh regulator lain yaitu BI, OJK, atau Kementerian Koperasi.

Baca juga : Tingkat Inklusi Keuangan Indonesia Rendah, Ini Dampak Negatifnya

 

Meski sudah terdapat perjanjian kerja sama antar regulator, masih ada kesan bahwa regulasi dikeluarkan untuk membentengi institusi agar tidak disalahkan ketika terjadi risiko di masyarakat.

Pemerintah sebagai Kunci

Mitigasi risiko tetap menjadi salah satu prioritas pelaku usaha fintech dalam menyediakan layanan karena merupakan faktor kunci pertumbuhan industri yang berkelanjutan.

Namun, mitigasi risiko tidak terjebak dalam kecenderungan irasionalitas pengambilan keputusan. Ada contoh nyata keberhasilan yang ditentukan oleh peran pemerintah dalam mendorong inklusi keuangan.

Misal, kasus pemerintah India dalam proyek ‘Aadhar’ yang berhasil meregistrasi lebih dari 1 miliar penduduknya lewat sistem identitas tunggal. 

Atau kasus pemerintah Inggris dalam program ‘open banking’ yang “memaksa” bank besar untuk membuka diri terhadap integrasi data dan layanan.

Baca juga : 1,9 Juta Penduduk Indonesia Rekam Data E-KTP Lebih Dari Sekali

Pemerintah Indonesia sebenarnya telah memiliki Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI) yang diatur dalam Peraturan Presiden.

Meski demikian, SNKI belum terlihat memprioritaskan pembangunan sistem identitas. implementasi SNKI juga memerlukan pengawalan secara mikro untuk mencegah fragmentasi antar pemangku kepentingan.

Dalam hal ini, konsep satuan tugas (Satgas) dalam Peraturan Presiden tentang Percepatan Pelayanan Berusaha dapat menjadi referensi untuk mengawal proses perubahan dan memastikan penguasa menjadi pelayan masyarakat.

Pada akhirnya, inklusi keuangan tidak akan terwujud hanya dengan regulasi, strategi, ataupun inovasi teknologi, tapi yang tidak kalah penting adalah implementasi riil untuk menyatukan semua pemangku kepentingan secara efektif. Pemerintah menjadi penggerak utamanya.

Artikel ini merupakan konten kerja sama dengan Asosiasi FinTech Indonesia (Aftech). Nara sumber untuk artikel ini adalah Pandu Aditya Kristy, COO Mekar – PT Sampoerna Wirasuaha. Kompas.com tidak bertanggungjawab atas isi tulisan. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Penerimaan Pajak Konsumsi Terkontraksi 16,1 Persen

Penerimaan Pajak Konsumsi Terkontraksi 16,1 Persen

Whats New
Catat, 7 Strategi Punya Rumah untuk Milenial dan Gen Z

Catat, 7 Strategi Punya Rumah untuk Milenial dan Gen Z

Earn Smart
Simak 8 Tips Menabung untuk Beli Rumah

Simak 8 Tips Menabung untuk Beli Rumah

Earn Smart
Melalui Transportasi Laut, Kemenhub Berupaya Wujudkan Konektivitas di Indonesia Timur

Melalui Transportasi Laut, Kemenhub Berupaya Wujudkan Konektivitas di Indonesia Timur

Whats New
Status 17 Bandara Internasional Dihapus, INACA Ungkap Sederet Manfaatnya untuk Penerbangan Nasional

Status 17 Bandara Internasional Dihapus, INACA Ungkap Sederet Manfaatnya untuk Penerbangan Nasional

Whats New
1 Lot Berapa Lembar Saham? Ini Perhitungan Mudahnya

1 Lot Berapa Lembar Saham? Ini Perhitungan Mudahnya

Spend Smart
Jumlah Bandara Internasional Dipangkas, InJourney Airports: Banyak yang Tidak Efisien

Jumlah Bandara Internasional Dipangkas, InJourney Airports: Banyak yang Tidak Efisien

Whats New
Usai Gempa Garut, Pertamina Pastikan SPBU hingga Pangkalan Elpiji di Jabar Aman

Usai Gempa Garut, Pertamina Pastikan SPBU hingga Pangkalan Elpiji di Jabar Aman

Whats New
Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Whats New
BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

Work Smart
Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Whats New
Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Whats New
Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Whats New
Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Whats New
Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com