Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ditjen Pajak Tepis Tudingan Sebagai Penyebab Melemahnya Daya Beli Masyarakat Kelas Atas

Kompas.com - 25/04/2018, 12:44 WIB
Bambang P. Jatmiko

Editor

Sumber

 

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak menyatakan tidak relevan mengaitkan penurunan konsumsi dengan upaya mengejar target penerimaan pajak.

Mengutip Kontan.co.id, Rabu (25/4/2018), Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Direktorat Jenderal Pajak Hestu Yoga Saksama mengatakan berbagai upaya yang dilakukan Ditjen Pajak merupakan suatu reformasi perpajakan yang terukur dan tetap dalam konteks menjaga kondisi ekonomi yang kondusif.

Reformasi tersebut meliputi bidang administratif seperti peningkatan kualitas pelayanan, edukasi, revitalisasi pemeriksaan, perbaikan basis data dan pemanfaatannya, proses bisnis dan sistem informasi, maupun policy measures seperti tax amnesty, akses informasi keuangan seperti domestik dan AEOI, dan upgrading international tax issues.

Reformasi itu, secara keseluruhan bertujuan untuk mendorong kepatuhan sukarela masyarakat atau wajib pajak.

“Ini tidak akan menyasar, tetapi justru memberikan fairness bagi wajib pajak yang sudah patuh,” ungkapnya, Selasa malam (24/4).

Sebelumnya, hasil kajian Center of Reform on Economics (Core) terbaru menunjukkan, lambatnya pemulihan daya beli masyarakat akibat kebijakan pemerintah yang tak berimbang.

"Pemerintah cenderung meningkatkan daya beli di masyarakat bawah melalui percepatan dan peningkatan penyaluran bantuan sosial (bansos), sedangkan di masyarakat (berpendapatan) menengah bawah tidak disentuh," kata Direktur Core Muhammad Faisal.

Kementerian Keuangan (Kemkeu) mencatat, realisasi belanja bansos kuartal I-2018 mencapai Rp 17,9 triliun atau 23,2 persen dari alokasi. Jumlah itu naik dua kali lipat dibandingkan periode sama tahun lalu yang hanya Rp 9,5 triliun.

Namun, pemerintah belum memulihkan daya beli masyarakat kelas menengah ke atas yang memiliki kontribusi sebesar 83 persen terhadap konsumsi. Hal itu terbukti dari hasil survei penjualan eceran Bank Indonesia (BI).

Penjualan eceran pada Januari dan Februari 2018 mencatatkan pertumbuhan negatif dari bulan ke bulan. Januari 2018 pertumbuhan indeks penjualan riil turun 7,3 persen dan Februari kembali susut 1,7 persen.

Core menduga hal itu merupakan imbas kebijakan pajak. Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak sempat mengeluarkan aturan pembuatan faktur pajak dengan data di kartu tanda penduduk (KTP), meski kemudian ditunda sampai batas waktu tak ditentukan. Lalu, ada kebijakan pelaporan data transaksi kartu kredit.

Kebijakan represif pajak dilakukan untuk mengejar target pajak tahun ini yang tinggi Rp 1.424 triliun, naik hampir 24% dibandingkan pencapaian tahun 2017.

"Yang kami khawatirkan kalau potensinya tidak sampai segitu, tapi dipaksa mengejar target, akhirnya adalah semacam intimidasi," jelas Faisal.

 

Berita ini sudah tayang di Kontan.co.id dengan judul: Ditjen Pajak menepis tudingan pajak menekan daya beli konsumen atas

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

Whats New
[POPULER MONEY] Sri Mulyani 'Ramal' Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

[POPULER MONEY] Sri Mulyani "Ramal" Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

Whats New
Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Spend Smart
Perlunya Mitigasi Saat Rupiah 'Undervalued'

Perlunya Mitigasi Saat Rupiah "Undervalued"

Whats New
Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

Whats New
Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Whats New
Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

Whats New
Apa Itu Reksadana Terproteksi? Ini Pengertian, Karakteristik, dan Risikonya

Apa Itu Reksadana Terproteksi? Ini Pengertian, Karakteristik, dan Risikonya

Work Smart
Cara Transfer BNI ke BRI lewat ATM dan Mobile Banking

Cara Transfer BNI ke BRI lewat ATM dan Mobile Banking

Spend Smart
Suku Bunga Acuan Naik, Apa Dampaknya ke Industri Multifinance?

Suku Bunga Acuan Naik, Apa Dampaknya ke Industri Multifinance?

Whats New
Aturan Impor Produk Elektronik Dinilai Bisa Perkuat Industri Dalam Negeri

Aturan Impor Produk Elektronik Dinilai Bisa Perkuat Industri Dalam Negeri

Whats New
Cara Beli Pulsa melalui myBCA

Cara Beli Pulsa melalui myBCA

Spend Smart
Lima Emiten yang Akan Bayar Dividen Pekan Depan

Lima Emiten yang Akan Bayar Dividen Pekan Depan

Whats New
Pemerintah Dinilai Perlu Buat Formula Baru Kenaikan Tarif Cukai Rokok

Pemerintah Dinilai Perlu Buat Formula Baru Kenaikan Tarif Cukai Rokok

Whats New
5 Cara Beli Emas di Pegadaian, Bisa Tunai dan Nyicil

5 Cara Beli Emas di Pegadaian, Bisa Tunai dan Nyicil

Spend Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com