Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Zulkifli Hasan
Ketua MPR RI

Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) dan Ketua Umum Partai Amanat Nasional.

Urgensi Reindustrialisasi

Kompas.com - 26/04/2018, 17:28 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Insentif akan menjadi motor yang bisa menggerakkan investasi, terutama insentif untuk sektor manufaktur yang akan menghangatkan kembali mesin-mesin sektor industri kita.

Jika tidak, peningkatan konsumsi dalam negeri, misalnya, hanya akan diisi oleh produk-produk impor yang akan mempertebal kocek negara importir sebagaimana biasanya terjadi selama ini.

Imbasnya sampai hari ini tentu sudah kita lihat dan rasakan. Dari sisi ekspor, misalnya. Meskipun ekspor Indonesia yang terbesar ditujukan ke negara-negara anggota ASEAN, total neraca perdagangan nonmigas Indonesia dengan negara-negara sekawasan ternyata selalu mencatatkan defisit. Dengan kata lain, nilai impornya jauh lebih besar.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), dalam sejarah 15 tahun (2000-2015) Indonesia pernah mencapai surplus neraca perdagangan hanya pada 2011.

Setelah itu, defisit neraca perdagangan cenderung semakin melebar dari tahun ke tahun. Dari sembilan negara anggota ASEAN, perdagangan Indonesia hanya surplus terhadap Filipina, Myanmar, Kamboja, dan Laos.

Secara keseluruhan, kinerja total ekspor Indonesia, baik migas maupun nonmigas, dalam enam tahun (2011-2016) mengalami penurunan drastis, yakni dari 203.495,6 juta dollar AS menjadi sekitar 144.433,5 juta dollar AS atau turun sebesar 29,02 persen.

Sementara itu, dalam periode yang sama, impor juga mengalami penurunan dari 177.435,6 juta dollar AS menjadi 135.650,7 juta dollar AS atau turun sebesar 23,5 persen.

Nah, penurunan laju ekspor yang lebih besar dari laju impor menyebabkan surplus neraca perdagangan Indonesia turun dari 26.061,1 juta dollar AS menjadi 8.782,8 juta dollar AS. Di sisi lain, ekspor nonmigas di periode sama turun 18,9 persen dari 162.019 juta dollar AS menjadi 131.346,5 juta dollar AS.

Adapun impor nonmigas hanya turun 14,5 persen atau turun dari 136.734 juta dollar AS menjadi 116.925,9 juta dollar AS. Akibatnya, surplus neraca perdagangan nonmigas turun dari 25.283,5 juta dollar AS pada 2011 menjadi 14.420,6 juta dollar AS pada 2016.

Data menunjukkan, tujuan ekspor nonmigas Indonesia didominasi negara-negara ASEAN, yakni mencapai 22,3 persen pada tahun 2015. Pangsa ekspor nonmigas ke negara-negara ASEAN mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2011 yang hanya mencapai 20,7 persen.

Namun, nilai ekspornya mengalami penurunan sebesar 20,2 persen atau turun dari sekitar 42.098,9 juta dollar AS (2011) menjadi 33.577 juta dollar AS (2015).

Perkembangan serupa terlihat pada dua bulan berturut-turut sejak awal tahun ini, bahkan sejak Desember 2017.

BPS mencatat, neraca perdagangan Indonesia mengalami defisit 670 juta dollar AS pada Januari 2018. Indonesia mengalami defisit neraca perdagangan dengan sejumlah negara, antara lain China, Thailand.

Secara umum, memang ada surplus 182 juta dollar AS di sektor nonminyak dan gas (migas) pada Januari. Kendati demikian, impor pun naik sehingga tercatat defisit neraca perdagangan 670 juta dollar AS pada Januari 2018. Adapun untuk nonmigas, surplusnya tercatat 182 juta dollar AS yang kemudian terkoreksi dengan adanya defisit migas.

Sebenarnya, neraca perdagangan Indonesia sudah mengalami defisit sejak Desember 2017. Pada Desember 2017, Indonesia tercatat defisit 0,27 miliar dollar AS yang dipicu defisit sektor migas 1,04 miliar dollar AS.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com