Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Arif Nurdiansah
Peneliti tata kelola pemerintahan

Peneliti tata kelola pemerintahan pada lembaga Kemitraan/Partnership (www.kemitraan.or.id).

Kembali ke Desa, Yakin Bisa?

Kompas.com - 08/05/2018, 07:08 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

MELIHAT kota dengan segala persoalannya serta besarnya kewenangan desa pasca-penerbitan Undang-Undang Desa, ajakan kembali dan membangun desa kian mengemuka.

Kota dengan segala persoalan urbanisasinya, dari mulai persoalan keterbatasan lapangan kerja, tenaga kerja yang melimpah, hingga persoalan sosial dan budaya akibat dari semakin terbatasnya ruang hidup, harus dapat menjadi faktor pendorong bagi desa untuk segera berbenah.

Desa harus menciptakan magnetnya agar mampu menarik mereka yang berada di kota untuk kembali menjadi desa (men-desa).

Salah satunya dengan cara mengoptimalkan dana desa. Namun, syaratnya desa harus mampu bertransformasi menjadi-–dalam istilah Budiman Soedjatmiko, salah satu pencetus UU Desa–-mesin ekonomi melalui badan usaha milik desa (bumdes) dan mesin pemerataan pembangunan lewat musdes (musyawarah desa).

Proses menjadi mesin ekonomi dan pemerataan pembangunan hanya dapat terlaksana jika pemerintah desa mau menerapkan prinsip tata kelola yang baik, mengedepankan keterbukaan, integritas, dan partisipasi. Karena, untuk menciptakan pembangunan inklusif, keterlibatan masyarakat mutlak diperlukan.

Adapun untuk bumdes, penting juga melakukan pemetaan agar keberadaannya mampu mengoptimalkan potensi di desa, bukan justru menjadi pesaing usaha masyarakat karena unit usaha yang dijalankan sama.

Banyak cerita sukses pelibatan masyarakat dan dukungan dari pemerintah menjadikan bumdes mampu menjadi mesin ekonomi desa, bahkan antardesa.

Di Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah, misalnya, Badan Kerja Sama Antardesa (BKAD) di Kecamatan Karangsembung berhasil membentuk badan usaha milik antardesa (bumades) yang berhasil mengelola unit usaha konveksi di 13 desa.

Selain melalui mekanisme dana desa dan bumdes, pemerintah juga memberikan magnet kepada desa melalui mekanisme perhutanan sosial dengan skema hutan desa (HD) dan hutan kemasyarakatan (HKm). Desa dapat mengajukan izin penggunaan lahan kepada negara untuk kemaslahatan bersama.

Berbeda dari konsep izin pengelolaan hutan sebelumnya, masa penguasaan izin diberikan kepada masyarakat selama 35 tahun, dan dapat dapat diperpanjang hingga 70 tahun jika pengelolaannya baik.

Ini memberi kepastian rasa aman bagi petani untuk menanam pohon jangka panjang, bukan hanya tanaman semusim.

Konsep perhutanan sosial juga dianggap berpihak pada petani dengan mekanisme bagi hasil tanaman produktif, misalnya kopi, negara mendapat 20 persen dari total keuntungan dan sisanya untuk petani.

Keuntungan yang dimaksud dalam hal ini adalah jumlah bersih pendapatan setelah terlebih dahulu menghitung biaya produksi.

Izin pemanfaatan hutan dapat dilakukan secara kolektif, namun setiap anggota kelompok tani mendapat kartu perhutanan sosial masing-masing. Kartu tersebut dapat digunakan untuk meminjam modal usaha ke bank selama tanamannya belum menghasilkan.

Di sisi lain, pembangunan strategis nasional yang memprioritaskan membangun bukan lagi di pusat, melainkan dari wilayah dapat menjadi momentum untuk semakin menarik orang-orang kembali ke desa.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Whats New
BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

Work Smart
Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Whats New
Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Whats New
Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Whats New
Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Whats New
Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Whats New
Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Whats New
Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Work Smart
Dukung 'Green Building', Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Dukung "Green Building", Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Whats New
Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Whats New
Kinerja Pegawai Bea Cukai 'Dirujak' Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Kinerja Pegawai Bea Cukai "Dirujak" Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Whats New
Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

Whats New
Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Work Smart
Viral Mainan 'Influencer' Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Viral Mainan "Influencer" Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com