Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tarik Ulur Pengembangan Energi Baru Terbarukan di Indonesia

Kompas.com - 23/05/2018, 05:31 WIB
Mutia Fauzia,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

Usulan ini diajukan mengingat harga bahan baku biomassa, salah satunya cangkang sawit dianggap terlalu mahal. Saat ini harga jual cangkang kelapa sawit mencapai 120 dollar AS per ton. Katanya, itu adalah harga yang ditawarkan pengusaha Jepang kepada petani kelapa sawit lokal.

"Sekarang kalau orang mau bikin listrik dari bio massa, bahannya cangkang kelapa sawit. Sekarang harganya 120 dollar AS per ton. Gila enggak? Lah kita disuruh beli berapa? Mana bisa kami melawan? Yang punya cangkang kelapa sawit tentu saja lebih suka jual ke Jepang. Mereka dapat dollar. Dari situ saja, kita kesulitan. Omong kosonglah kalau kita negara begini, di atur-atur," tambahnya.

EBT Dianggap Terlalu Mahal

Di sisi lain, PLN menganggap beberapa jenis EBT membutuhkan biaya eksplorasi yang terlampau mahal.

Senior Manager EBT PT PLN Budi Mulyono mengatakan, usaha yang diperlukan untuk mendapatkan energi terbarukan tersebut cukup besar mengingat sulitnya medan yang harus ditempuh, seperti pada Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP).

"Di bidang EBT ini beberapa masih mahal, karena pertama, secara skala ekonomi belum tercapai. Kedua, Ada jenis EBT yang cara mendapatkannya susah," ujarnya.

Dia mengilustrasikan, dalam PLTP, biaya yang diperlukan, mulai dari eksplorasi hingga eksploitasi sangat tinggi. Sehingga, banyak perusahaan pengembang yang membebankan seluruh biaya persiapan kepada PLN.

"Jadi biayanya mahal. Padahal ada misi PLN tidak boleh rugi," ujarnya.

Budi menambahkan, dirinya masih mempertanyakan target dan pencapaian bauran penggunaan EBT di Indonesia, mengingat hingga saat ini, pemanfaatan EBT baru 7 hingga 8 persen.

"Sebetulnya target yang dibilang di Paris Agreement kalau kita harus 23 persen EBT. Masih kami pertanyakan," tukasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com