Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polytron, Penguasa Elektronik Indonesia dari Desa Krapyak

Kompas.com - 05/06/2018, 07:39 WIB
Mutia Fauzia,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

KUDUS, KOMPAS.com - Polytron merupakan salah satu merek produk elektronik asli Indonesia yang bisa bersaing dengan merek global.  Di sebuah desa di Kudus, Jawa Tengah, tepatnya Desa Krapyak, semua proses pembuatan, pengembangan, perakitan, hingga desain produk di lakukan salah satu penguasa pasar elektronik di Indonesia ini.

Mulai berproduksi sejak 8 September 1975, PT Hartono Istana Teknologi awalnya bernama PT Indonesian Electronic and Engineering.

Saat ini, Polytron memiliki 3 lokasi pabrik yang berlokasi di Jawa Tengah, dengan jumlah tenaga kerja lebih dari 10.000 karyawan dan total area pabrik seluas 69 hektar. Jika dirinci, masing-masing pabrik memiliki profil dan fungsi produksi sebagai berikut.

Pabrik pertama berlokasi di Desa Krapyak, Kudus dengan luas 109.000 m2. Pabrik ini khusus memproduksi TV, Handphone, AC, Audio, Dispenser, dan DVD Player.

Baca juga: Kemenperin: Polytron Bisa Jadi Samsungnya Indonesia

Pabrik kedua, berlokasi di wilayah Sidorekso, Kudus dengan luas 130.000 m2 dan hanya memroduksi speaker saja. Sementara pabrik terakhir berlokasi di Sayung, Kudus dengan luas 450.000 m2. Di pabrik ini memroduksi kulkas dan mesin cuci.

Direktur Utama Polytron Hariyono mengatakan, hingga saat ini merek Polytron telah mengekspor 5 hingga 7 persen produknya di beberapa negara dunia, yaitu Thailand, Myanmar, Bangladesh, Spanyol, Arab Saudi, Srilanka, Filipina.

"Hingga tahun 2016 PT. Hartono Istana Teknologi cukup mendominasi pasar nasional untuk produk speaker dan televisi tabung dengan nilai market share berturut-turut sebesar 72 persen dan 66 persen," ujar dia di salah satu pabriknya di Kudus, Senin (4/6/2018).

Menyesuaikan selera

Hariyono mengaku, merek Polytron yang kental dengan unsur Eropa karena saat pertama kali mengembangkan produk elektronik tahun 80-an, produk Eropa sedang merajai pasar Indonesia.

"Kita eksis karena itu, kita mulai di era 80-an semua produk (elektronik) berasal dari Eropa tapi mereka semua mati diserang Jepang, dan kami masih bertahan. Sementara, saat ini Jepang mulai mati semua diserang Korea," ujarnya.

Lebih lanjut Hariyono menjelaskan, untuk bisa mengembangan produk dan menguasai pasar barang elektronik Indonesia seperti saat ini, Polytron terus giat mengembangan inovasi di laboratorium pengembangan produk dengan melihat selera pasar Indonesia.

"Untuk inovasi, misalnya TV tabung, meski kami sudah berhenti memproduksi jenis TV ini sejak tahun 2016, namun pasar Indonesia masih menganggap TV yang besar adalah jenis TV yang baik. Maka kami kembangkan itu TV LED yang berlayar datar, tapi tetap berbentuk seperti TV tabung sehingga cembung di bagian belakangnya," ucapnya kepada Kompas.com.

Baca juga: Gadai Barang Elektronik, Mending ke PT Pegadaian ataukah Pusat Gadai Indonesia?

Selain itu, kebanyakan LED TV tidak memiliki kualitas suara yang baik. Padahal, orang Indonesia menonton TV dengan volume yang cukup kencang, Polytron pun melihat peluang tersebut. Maka mereka kembangkan lagi produk TV dengan power speaker.

"Harga tetap bersaing, karena pasarnya adalah masyarakat Indonesia kelas menengah ke bawah untuk jenis ini," papar dia.

Direktur Research and Development Polytron Adi Susanto menambahkan, untuk produk refrigerator atau kulkas andalan mereka, Belleza, Polytron berinovasi dengan menggunakan glass door yang bermotif printing bunga.

Sementara untuk inovasi terbaru, baru-baru ini Polytron sedang memasarkan smart speaker yang terintegrasi dengan aplikasi berbasis android.

"Misalnya lagi, audio kita aplikasikan dengan apps kita versi android. Era zaman now semua membutuhkan gadget, semua harus aplikasi android. Hal-hal spt itu yang membantu produk Polytron bisa sesuai dengan kebutuhan pasar," jelas dia.

Menteri Perindustrian ketika melihat salah satu produk Polytron berupa ponsel berfitur sederhana (feature phone) di salah satu pabrik Polytron di Kudus, Senin (4/6/2018). KOMPAS.com/Mutia Fauzia Menteri Perindustrian ketika melihat salah satu produk Polytron berupa ponsel berfitur sederhana (feature phone) di salah satu pabrik Polytron di Kudus, Senin (4/6/2018).

Bahan baku domestik

Di beberapa lini hasil produksi seperti speaker, lebih dari 50 persen komponen bahan baku yang digunakan oleh Polytron pun berasal dari dalam negeri. Dengan demikian biaya produksi bisa ditekan karena bahan baku dari dalam negeri cenderung lebih murah serta tidak terlalu terpengaruh dengan kondisi pasar global.

"Selain itu, keuntungan menggunakan komponen domestik kalau order sampainya cepat, kalau impor waktu pengiriman menggunakan kapal laut sudah makan waktu 3 mingguan baru kita terima. Jadi kita usahan domestik sebanyak mungkin," papar Adi.

Besaran proporsi penggunaan bahan baku domestik dan impor bergantung pada jenis produk yang diproduksi. Untuk bahan baku yang impor, umumnya digunakan untuk produk LED TV dan smartphone. Karena, untuk LED TV dan Smart Phone, banyak komponen elektronik yang belum ada di Indonesia.

"Untuk penggunaan produk domestik terhadap bahan baku sejauh ini regulasi baru berlaku di mobile phone 4G itu 20 persen (penggunaan bahan baku domestik) kita sudah bisa memenuhi dari (regulasi) pemerintah. Nanti akan meningkat 30 persenpun kita sudah siap juga," jelas Adi.

Semua karyawan punya hak suara

Kunci dari eksistensi bisnis Polytron hingga saat ini adalah adanya divisi Research and Development (R&D) yang mumpuni. Divisi ini sudah mulai dipupuk dan dibangun pada tahun 1982. Hal ini lah yang menjadikan Polytron unggul dibandingkan dengan sesama kompetitornya produsen barang elektronik.

Untuk dapat menghasilkan satu produk inovatif baru, proses yang dilewati cukup panjang. Tidak semua ide pun dapat menghasilkan satu produk baru karena harus disesuaikan dengan kondisi dan keinginan pasar.

Di perusahaan tersebut, semua karyawan memiliki hak untuk memberikan ide dan suara mereka untuk mengembangkan produk dari perusahaan yag 100 persen sahamnya dimiliki oleh Grup Djarum ini.

"Itu (masukan untuk inovasi) kan banyak yang masuk, kita nanti diskusinya dengan marketing. Ketika kita meminta persetujuan marketing itu diharapkan mereka merepresentasi dari pasar, sehingga marketing nanti memilih kira-kira inovasi atau invensi apa yang sesuai, Apa yang sudah dipilih kita mulai kerjakan research dan development-nya untuk diaplikasikan ke produk," jelas Adi.

Baca juga: Kisah Ershad, Mengolah Limbah Elektronik Jadi Perhiasan untuk Ekspor

Adi menjelaskan, hanya 10 persen dari keseluruhan ide atau masukan untuk inovasi dan invensi yang dapat direalisasikan menjadi sebuah produk. Dalam satu tahun, Polytron sendiri dapat mengeluarkan 10 produk inovasi terbaru secara keseluruhan, sementara untuk produk TV, Polytron wajib untuk mengeluarkan 2 produk inovasi terbaru setiap tahun.

"Tapi yang kita kerjakan, tingkat keberhasilannya cukup tinggi, begitu dimarketkan kalau sudah diproses dan dipilih itu keberhasilannya di atas 70 persen," sebut Adi.

Hingga saat ini, R&D telah mematenkan 64 produk inovasi mereka melalui hak paten di dalam negeri dan Amerika Serikat.

Salah satu inovasi produk yang berhasil mendapatkan hak paten dari AS adalah penggunaan kulit sapi dan kambing sebagai membran speaker yang terinspirasi dari bedug masjid.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ada Hujan Lebat, Kecepatan Whoosh Turun hingga 40 Km/Jam, Perjalanan Terlambat

Ada Hujan Lebat, Kecepatan Whoosh Turun hingga 40 Km/Jam, Perjalanan Terlambat

Whats New
BTN Buka Kemungkinan Lebarkan Bisnis ke Timor Leste

BTN Buka Kemungkinan Lebarkan Bisnis ke Timor Leste

Whats New
[POPULER MONEY] Respons Bulog soal Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun | Iuran Pariwisata Bisa Bikin Tiket Pesawat Makin Mahal

[POPULER MONEY] Respons Bulog soal Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun | Iuran Pariwisata Bisa Bikin Tiket Pesawat Makin Mahal

Whats New
KCIC Minta Maaf Jadwal Whoosh Terlambat Gara-gara Hujan Lebat

KCIC Minta Maaf Jadwal Whoosh Terlambat Gara-gara Hujan Lebat

Whats New
Cara Pinjam Uang di Rp 5 Juta di Pegadaian, Bunga, dan Syaratnya

Cara Pinjam Uang di Rp 5 Juta di Pegadaian, Bunga, dan Syaratnya

Earn Smart
Kemenkeu Akui Pelemahan Rupiah dan Kenaikan Imbal Hasil Berdampak ke Beban Utang Pemerintah

Kemenkeu Akui Pelemahan Rupiah dan Kenaikan Imbal Hasil Berdampak ke Beban Utang Pemerintah

Whats New
Prudential Laporkan Premi Baru Tumbuh 15 Persen pada 2023

Prudential Laporkan Premi Baru Tumbuh 15 Persen pada 2023

Whats New
Bulog Siap Pasok Kebutuhan Pangan di IKN

Bulog Siap Pasok Kebutuhan Pangan di IKN

Whats New
Pintu Perkuat Ekosistem Ethereum di Infonesia

Pintu Perkuat Ekosistem Ethereum di Infonesia

Whats New
BTN Syariah Cetak Laba Bersih Rp 164,1 Miliar pada Kuartal I 2024

BTN Syariah Cetak Laba Bersih Rp 164,1 Miliar pada Kuartal I 2024

Whats New
Pegadaian Bukukan Laba Bersih Rp 1,4 Triliun pada Kuartal I 2024

Pegadaian Bukukan Laba Bersih Rp 1,4 Triliun pada Kuartal I 2024

Whats New
Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun, Bulog Tunggu Arahan Pemerintah

Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun, Bulog Tunggu Arahan Pemerintah

Whats New
BTN Cetak Laba Bersih Rp 860 Miliar pada Kuartal I 2024

BTN Cetak Laba Bersih Rp 860 Miliar pada Kuartal I 2024

Whats New
Bulog Siap Jadi Pembeli Gabah dari Sawah Hasil Teknologi Padi China

Bulog Siap Jadi Pembeli Gabah dari Sawah Hasil Teknologi Padi China

Whats New
Bulog Baru Serap 633.000 Ton Gabah dari Petani, Dirut: Periode Panennya Pendek

Bulog Baru Serap 633.000 Ton Gabah dari Petani, Dirut: Periode Panennya Pendek

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com