Juga sering dilaporkan pesawat penuh, bahkan kadang kita tak bisa membeli tiket, namun di dalam pesawat kita saksikan banyak bangku kosong. Kenapa bisa begitu?
Hutangnya yang saat itu jatuh tempo tak bisa dibayar sehingga pesawatnya yang mendarat di luar negri nyaris disita pengadilan.
Singkat cerita masuklah CEO Abdul Gani yang menimpin transformasi. Yang utama diubah bukan teknis, tetapi paradigma. Ketepatan waktu dan load factor bisa diperbaiki dalam waktu setahun. Pelayanan membaik. Good governance dan system diterapkan.
Tentu banyak yang gelisah. Tetapi cashflow menjadi positif. Mereka bekerja bak kancil melawan kemuskilan. Kerja-kerja-kerja siang dan malam.
Saya adalah sedikit di antara pihak yang menyaksikan dan mendampingi mereka. Siang malam, menghadapi orang-orang yang marah dan resisten.
Alhasil banyak orang baik dan eksekutif handal yang bisa diajak "menari". Garuda Indonesia berhasil terbang dengan gagah kembali. Demikian pula Indonesia hari ini. Tak ada yang bisa mengalahkan prestasi orang yang bekerja. Banyak ngomong saja, apalagi ngawur-ngawuran, tak akan membawa kemakmuran. Itu sudah hukum alam.
Kini Harus Lebih Baik
Tetapi begitulah manusia berusaha. Kampanye “kini lebih baik” saat itu dimaksudkan untuk membangun kepercayaan publik yang telah patah arang terhadap Garuda untuk kembali. Mereka sudah lebih dulu jatuh cinta pada armada udara asing. Garuda Indonesia seakan mengatakan, “coba dulu dong baru berkomentar.”
Sambutan di luar (pasar) mulanya sangat sinikal karena layanan buruk sekali selama bertahun-tahun. Sementara armada dari negri tetangga berubah bagus sekali.
Tahun-tahun berikutnya Garuda mendapat kepercayaan yang besar dari dunia sebagai the most improved airlines. Akhirnya publik di sini pun menerimanya.
Namun siapakah yang tetap berbicara buruk dan sinikal? Anda benar. Mereka adalah orang-orang yang ingin segera mengganti pimpinan. Maka sekalipun mereka melihat perubahan, mereka pantang memuji.
Yang kedua, mereka yang duduk di luar dan tak pernah naik pesawat samasekali. Itulah para komentator yang hanya berpikir memakai persepsi. Dan sepanjang zaman mereka akan selalu ada.
Tetapi masih ada satu lagi, orang-orang lama.
Sejumlah eksekutif menilai kampanye kini lebih baik sebagai hal yang buruk. Maklum mereka adalah bagian dari masa lalu. “Kalau hari ini lebih baik, maka kalian secara implisit mengatakan kami kurang baik.”
Demikianlah pembangunan atau perbaikan. Setiap generasi selalu mengupayakan kemajuan, yang dalam banyak hal berarti mengatasi hambatan-hambatan yang tak bisa dilakukan para pendahulu.