Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jalan Berliku Kebijakan Energi Baru Terbarukan Indonesia

Kompas.com - 15/08/2018, 15:38 WIB
Firmansyah,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

Optimisme itu agak terganjal jika dilihat realisasi capaian EBT saat ini di mana secara nasional EBT Indonesia baru mencapai angka 11,9 persen dilihat dari APBN-P 2017. Sementara target waktu hanya menyisakan 8 tahun. Hanya PLN di Pulau Sumatera yang mengklaim bahwa EBT yang digunakan mencapai 21 persen.

Direktur Bisnis PT PLN Regional Sumatera, Wiluyo Kusdwiharto, menyebutkan, sudah 21 persen pembangkit listrik di Pulau Sumatera berasal dari energi baru terbarukan (EBT). Selanjutnya, pada 2025 target 23 persen EBT di Sumatera akan terpenuhi.

"Pulau Sumatera sangat memenuhi syarat membangun energi baru terbarukan, yang berasal dari panas bumi, surya, dan lainnya," kata Wiluyo di Bengkulu, Jumat (10/8/2018).

Dia mengatakan, saat ini kapasitas EBT listrik di Sumatera mencapai 1.800 MW. Ke depan pemerintah akan membangun banyak pembangkit EBT di Pulau Sumatera seperti di Asahan kapasitas 185 MW, Batangtoru kapasitas 500 MW, dan lainnya.

Kerusakan Hutan Ancam EBT

Meski Indonesia memilik banyak potensi EBT, namun ancaman juga tak kalah banyak mengintai potensi EBT. Sebut saja Provinsi Bengkulu yang selama ini 90 persen energi listriknya berasal dari EBT yakni PLTA Musi di Kabupaten Kepahiang. PLTA Musi mampu menyuplai hingga ke Jambi dan Sumsel. Ancaman kerusakan hutan di hulu sungai kerap mengancam suplai air menjadi berkurang pada kondisi tertentu.

Manager PLN Area Bengkulu, Nova Sagita, menyebutkan kapasitas terpasang listrik dari PLTA Musi mencapai 270 MW dengan beban puncak di Provinsi Bengkulu 160 MW terdapat surplus listrik. Namun ancaman rusaknya hutan di hulu sungai mengakibatkan kekhawatiran tersendiri.

"Bila hutan di hulu sungai tak ditahan laju kerusakannya maka PLTA Musi akan terancam kekurangan daya," jelas dia.

Kepala Bidang Energi dan Ketenagalistrikan, Dinas Energi dan Sumberdaya Alam, Provinsi Bengkulu, Anthony Doloksaribu menyebut saat terjadi krisis air di PLTA Musi maka daya listrik bisa drop mencapai 80 MW.

"Saat krisis air drop sampai 80 MW dayanya," ucapnya.

Menguatnya Penolakan Energi Fosil

Indonesia memiliki janji pada dunia internasional. Salah satu komitmen Indonesia pada dunia yakni mengurangi persentasi emisi gas karbon nasional hingga 29 persen (41 persen dengan bantuan internasional) dalam beberapa sektor antara lain sektor energi yang melingkupi pembangkit dan transportasi, proses industri, product use dan waste, serta land-use change and forestry (LULUCF).

Komitmen Indonesia dituangkan kedalam draft Nationally Determined Contributions (NDCs) selama periode 2020-2030. Ini tertulis dalam Kesepakatan Paris 2015, pada KTT Iklim.

Namun hampir bersamaan Indonesia juga menggalakkan PLTU batubara dengan total kapasitas 35 ribu MW. Paradoks semangat EBT dan fosil muncul ke permukaan. Walhi, Greenpeace dan sejumlah organisasi sipil lingkungan tajam mengkritik kebijakan ini.

Tidak saja di kalangan aktivis, penolakan juga getol terjadi di tingkat masyarakat termasuk dilakukan oleh Hamidin dan ratusan warga Kelurahan Teluk Sepang, Kota Bengkulu.

"Indonesia punya semua potensi energi bersih, sudah saatnya dioptimalkan dengan kemampuan anak bangsa, mari tinggalkan energi kotor," kata Hamidin.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pertumbuhan Ekonomi RI 5,11 Persen Dinilai Belum Maksimal

Pertumbuhan Ekonomi RI 5,11 Persen Dinilai Belum Maksimal

Whats New
Laba Bersih JTPE Tumbuh 11 Persen pada Kuartal I 2024, Ditopang Pesanan E-KTP

Laba Bersih JTPE Tumbuh 11 Persen pada Kuartal I 2024, Ditopang Pesanan E-KTP

Whats New
Pabrik Sepatu Bata Tutup, Menperin Sebut Upaya Efisiensi Bisnis

Pabrik Sepatu Bata Tutup, Menperin Sebut Upaya Efisiensi Bisnis

Whats New
Jadwal LRT Jabodebek Terbaru Berlaku Mei 2024

Jadwal LRT Jabodebek Terbaru Berlaku Mei 2024

Whats New
Emiten Hotel Rest Area KDTN Bakal Tebar Dividen Rp 1,34 Miliar

Emiten Hotel Rest Area KDTN Bakal Tebar Dividen Rp 1,34 Miliar

Whats New
Keuangan BUMN Farmasi Indofarma Bermasalah, BEI Lakukan Monitoring

Keuangan BUMN Farmasi Indofarma Bermasalah, BEI Lakukan Monitoring

Whats New
Bea Cukai Lelang 30 Royal Enfield, Harga Mulai Rp 39,5 Juta

Bea Cukai Lelang 30 Royal Enfield, Harga Mulai Rp 39,5 Juta

Whats New
Bisnis Alas Kaki Melemah di Awal 2024, Asosiasi Ungkap Penyebabnya

Bisnis Alas Kaki Melemah di Awal 2024, Asosiasi Ungkap Penyebabnya

Whats New
Penuhi Kebutuhan Listrik EBT Masa Depan, PLN Bidik Energi Nuklir hingga Amonia

Penuhi Kebutuhan Listrik EBT Masa Depan, PLN Bidik Energi Nuklir hingga Amonia

Whats New
LPPI Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan S1-S2, Simak Persyaratannya

LPPI Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan S1-S2, Simak Persyaratannya

Work Smart
Jadi 'Menkeu' Keluarga, Perempuan Harus Pintar Atur Keuangan

Jadi "Menkeu" Keluarga, Perempuan Harus Pintar Atur Keuangan

Spend Smart
Emiten Perdagangan Aspal SOLA Bakal IPO dengan Harga Perdana Rp 110 Per Saham

Emiten Perdagangan Aspal SOLA Bakal IPO dengan Harga Perdana Rp 110 Per Saham

Whats New
Data Terbaru, Utang Pemerintah Turun Jadi Rp 8.262,10 Triliun

Data Terbaru, Utang Pemerintah Turun Jadi Rp 8.262,10 Triliun

Whats New
Bank Mandiri Genjot Transaksi 'Cross Border' Lewat Aplikasi Livin’

Bank Mandiri Genjot Transaksi "Cross Border" Lewat Aplikasi Livin’

Whats New
Kuartal I Ditopang Pemilu dan Ramadhan, Bagaimana Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia ke Depan?

Kuartal I Ditopang Pemilu dan Ramadhan, Bagaimana Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia ke Depan?

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com