Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Potensi Wisata Tersembunyi di Desa yang Bisa Hasilkan Miliaran Rupiah

Kompas.com - 24/09/2018, 13:03 WIB
Kontributor Amerika Serikat, Andri Donnal Putera,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Beberapa desa yang ada di Indonesia tercatat berhasil menggerakkan perekonomiannya sendiri dengan menggali potensi wisata di tempatnya. Bahkan, ada tempat yang menurut warganya tidak ada potensi wisata atau keunikan sama sekali, namun bisa menghasilkan omzet miliaran rupiah dalam setahun tanpa mengubah desanya menjadi sesuatu yang lain.

PT Bank Central Asia Tbk melalui program Desa Binaan Bakti BCA mencontohkan bagaimana sebuah desa biasa bisa jadi destinasi wisata dan membuatnya sebagai urat nadi perekonomian masyarakat setempat. Desa yang jadi contoh adalah Desa Bejiharjo di Kabupaten Gunungkidul dan Desa Pentingsari di Kabupaten Sleman, keduanya di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

"Kebetulan di sini ada Goa Pindul, mulai jadi objek wisata dari tahun 2012 dan saat itu satu bulan hanya 100 sampai 200 orang yang datang. Sekarang, bisa ribuan orang lebih tiap bulan," kata Ketua Karang Taruna Tarunabakti sekaligus pengelola Wirawisata Gelaran II Desa Bejiharjo, Yudan Hermawan, di tempatnya pada Sabtu (22/9/2018) lalu.

Yudan merupakan warga setempat yang mendapat pelatihan dari program Corporate Social Responsibility (CSR) BCA. Seiring berjalannya waktu, omzet dari pariwisata Goa Pindul bisa mencapai Rp 200 juta per bulan atau setara dengan Rp 2 miliar lebih per tahun, dengan kondisi ada waktu atau bulan yang sepi maupun yang ramai wisatawan.

Baca juga: BCA: Dalam Waktu Dekat, Nasabah Bisa Transaksi Apapun Pakai HP

Dia menuturkan, mulanya andalan di tempat itu hanyalah Goa Pindul. Namun, Yudan menyadari tidak bisa dari sana saja, sehingga dia melihat potensi apa lagi yang bisa dikembangkan sehingga makin melengkapi pengalaman wisawatawan yang datang ke sana.

"Di sini, 90 persen dari ibu-ibu PKK (Pembinaan Kesejahteraan Keluarga) adalah petani. Ketika lagi bukan musim tanam dan panen, mereka ikut membantu wisata di sini dengan memasak makanan tradisional," tutur Yudan.

Menurut Yudan, semua makanan yang disajikan di tempatnya adalah hasil masakan warga setempat. Menu yang disajikan pun makanan sehari-hari desa tersebut, seperti sayur lodeh, daun pepaya manis, tempe dan tahu, ayam goreng, belalang goreng, dan varian makanan khas lain.

Selain mengembangkan bisnis kuliner yang melibatkan warga setempat, juga ada bisnis outbound dan home stay. Belakangan pun ada berbagai paket wisata sehingga tidak semata-mata mengandalkan Goa Pindul lagi.

Jika ada Goa Pindul di Desa Bejiharjo, bisa dibilang tidak ada apa-apa di Desa Pentingsari. Pengelola Desa Wisata Pentingsari (Dewi Peri), Doto Yogantoro, membenarkan hal tersebut bahwa di tempatnya memang tidak ada apa-apa, hanya desa biasa yang berlokasi di lereng Gunung Merapi.

"Keunikan kami karena tidak punya apa-apa. Kami menjual program desanya, di mana identik dengan petani dan budayanya," ujar Doto pada saat bersamaan.

Para narasumber dalam acara Kafe BCA On The Road di Wirawisata Goa Pindul, Gunungkidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Sabtu (22/9/2018). Para pembicara (dari kanan ke kiri) pengelola Wirawisata Gelaran II Desa Bejiharjo Yudan Hermawan, pengelola Desa Wisata Pentingsari Doto Yogantoro, Executive Vice President CSR BCA Inge Setiawati, dan Vice President Transaction Banking Product Development BCA Fera Agustina.KOMPAS.com / ANDRI DONNAL PUTERA Para narasumber dalam acara Kafe BCA On The Road di Wirawisata Goa Pindul, Gunungkidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Sabtu (22/9/2018). Para pembicara (dari kanan ke kiri) pengelola Wirawisata Gelaran II Desa Bejiharjo Yudan Hermawan, pengelola Desa Wisata Pentingsari Doto Yogantoro, Executive Vice President CSR BCA Inge Setiawati, dan Vice President Transaction Banking Product Development BCA Fera Agustina.
Menurut Doto, sebelum dibina BCA, warga Desa Pentingsari sudah lebih dulu merintis bisnis home stay atau mengusung pariwisata dengan konsep live in atau tinggal bersama. Wisatawan yang ke sana didesain merasakan pengalaman bukan sebagai tamu, melainkan anggota keluarga yang bisa merasakan kehidupan sehari-hari masyarakat desa yang sebenarnya.

"Tamu kami betah karena pelayanan. Jadi, kami tidak promosi secara online, tapi dipromosikan dari tamunya sendiri. Bahkan, kami ada tim yang khusus dadah-dadah pas tamunya pulang, itu buat mereka senang," kata Doto.

Dari pelatihan yang diberikan, warga Desa Pentingsari bisa meningkatkan layanan bagi para wisatawan yang datang ke sana. Bahkan, omzet mereka pun disebut naik beberapa kali lipat setelah menerapkan pelatihan yang fokus pada perbaikan layanan dan manajemen. ??"Dulu omzet kami Rp 30 juta per tahun dari tahun 2008. Setelah kenal BCA, dapat pelatihan tahun 2015 lalu reorganisasi dan sampai 2017 omzet kami hampir Rp 2,2 miliar dalam setahun yang 90 persennya uang berputar di masyarakat, keuntungan hanya kami ambil 10 persen untuk operasional," tutur Doto.

Bantuan tidak 100 persen

Executive Vice President CSR BCA Inge Setiawati menyebutkan, dalam membina desa-desa sebagai bagian dari program CSR, mereka tidak memberi bantuan 100 persen. Jika dilihat dalam persentase, bantuan dari BCA hanya diberikan sekitar 50 persen, selebihnya dari masyarakat sendiri guna mendorong komitmen untuk sama-sama membangun kawasan mereka.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com