Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KSPI Tolak Kenaikan Upah Minimum 8,03 Persen pada 2019

Kompas.com - 18/10/2018, 12:32 WIB
Ridwan Aji Pitoko,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak kenaikan upah minimum sebesar 8,03 persen pada 2019 yang disampaikan Menteri Ketenagakerjaan dalam surat edaran tertanggal 15 Oktober 2018.

Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan ada beberapa hal yang mendasari penolakannya tersebut.

Pertama, kenaikan upah minimum sebesar 8,03 persen akan membuat daya beli buruh jatuh.

"Soalnya kenaikan harga-harga barang seperti beras, telur ayam, transportasi (BBM), listrik, hingga sewa rumah kenaikannya lebih besar dari 8,03 persen," ujar Iqbal dalam keterangan resminya, Kamis (18/10/2018).

Hal kedua adalah kenaikan sebesar 8,03 persen tersebut didasari oleh Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan (PP 78/2015) yang menetapkan formula kenaikan upah minimum berdasarkan inflansi dan pertumbuhan ekonomi.

Padahal, lanjut Iqbal, buruh Indonesia sudah menolak PP tersebut sejak diterbitkan pertama kali pada 2015 silam lantaran bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Pasalnya, di dalam undang-undang tersebut, kenaikan upah minimum salah satunya berdasarkan Kebutuhan Hidup Layak (KHL).

Oleh karena itu, Iqbal menilai bahwa idealnya kenaikan upah minimum 2019 adalah sebesar 20 hingga 25 persen. Kenaikn sebesar itu didasarkan pada hasil survei pasar kebutuhan hidup layak yang dilakukan FSPMI - KSPI di beberapa daerah.

"Kenaikan upah minimum sebesar 20 - 25 persen kami dapat berdasarkan survey pasar di berbagai daerah seperti Jakarta, Banten, Bekasi-Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, hingga Sumatera," jelas Iqbal.

Berkaitan dengan itu, dia kemudian meminta agar Kepala Daerah mengabaikan surat edaran Menteri Ketenagakerjaan dan tidak menggunakan PP 78/2015 dalam menaikkan upah minimum.

"Sebab acuan yang benar adalah menggunakan data survey Kebutuhan Hidup Layak sebagaimana yang diperintahkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com