Tak dapat dipungkiri memang, ada lonjakan belanja infrastruktur. Pertumbuhan sektor konstruksi rerata di atas pertumbuhan ekonomi. Namun lonjakan kontribusinya tercatat kurang berarti. Bahkan dari kuartal III 2018 terhadap kuartal III 2017, kenaikan kontribusi sektor konstruksi terhadap PDB nasional hanya sekitar 0,12 persen, meskipun pertumbuhannya tercatat 5,95 persen.
Sayangnya, meskipun terdapat kenaikan tipis kontribusi sektor konstruksi, ternyata kontribusi sektor industri dan pertanian terhadap PDB malah terus menurun. Ada korelasi yang hilang dari data-data tersebut. Kenaikan belanja infrastruktur yang berakibat meningkatnya konstribusi sektor konstruksi terhadap PDB nasional, ternyata tidak memperkuat struktur dan kapasitas produksi nasional, tapi malah mendisrupsinya.
Baca juga: Benarkah Ekonomi Indonesia Tahan Hadapi Krisis? Ini Datanya
Dari kondisi tersebut, terlihat beberapa persoalan fundamental yang harus segera dimitigasi oleh pemerintah.
Pertama, persoalan struktur pertumbuhan ekonomi. Triwulan dua, ekonomi tumbuh 5,27 persen (yoy). Sementara triwulan tiga, angkanya menyusut menjadi 5,17 persen.
Konsumsi rumah tangga dan Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto (PMTDB) cukup dominan, ditambah dengan konsumsi LNPRT. Namun persoalannya, konsumsi rumah tangga terutama di perkotaan semakin terkontaminasi oleh barang-barang impor.
Dominasi produk asing yang dijual lewat e-commerce sangat terasa, misalnya. Walaupun pembayaran bisa lewat rupiah, penyelesaian ke produsen menggunakan valas. Kondisi semacam ini akan menambah ketergantungan ekonomi nasional pada barang impor, bukan hanya pada bahan baku/penolong, barang modal, melainkan juga pada barang konsumsi.
Dengan kata lain, kapasitas produksi nasional terseret turun. Lihat saja, pada Januari-Agustus 2018 misalnya, impor barang konsumsi tumbuh hingga 27 persen (yoy); tertinggi kedua setelah pertumbuhan barang modal yang sebesar 29 persen (yoy). Bahkan di tahun 2017, angkanya sempat sampai ke level 30 persen. Kondisi yang sama juga terlihat dari data ekspor kita yang makin kurang menggembirakan.
Kedua, persoalan pengelolaan harga. Inflasi tahunan cukup rendah, di September sebesar 2,88 persen. Inflasi barang bergejolak bergerak 3,75 persen. Sayangnya, pengelolaan inflasi volatile food tidak menggunakan sumber daya lokal. Misalnya impor beras dan jagung yang dilakukan secara masif di tengah-tengah panen petani. Selain menyakitkan bagi petani, kebijakan impor tentu membutuhkan valas. Impor yang tidak direncanakan sebelumnya tersebut akan diikuti dengan pemburuan dolar di pasar.
Ketiga, dari sektor perbankan, rasio kecukupan modal alias capital adequacy ratio (CAR) di atas 20 persen dari level minimal 8 persen; serta rasio kredit bermasalah atau non performing loans (NPL) yang hanya 2,76 persen; masih jauh dari alarm 5 persen. Akan tetapi, gejolak yang terjadi seperti sekarang akan mengekor ke bank-bank pemilik likuiditas rendah.
Jika hipotesis tersebut benar, pemerintah sangat perlu mengawal likuiditas bank, terutama di kelompok Buku 1 dan 2. Lebih dari itu, saat nilai tukar tertekan kelompok Buku 3 dan 4 sebenarnya juga sensitif, karena sebagian besar merupakan bank devisa, yang memiliki keterkaitan langsung dengan nilai tukar.
Keempat, cadangan devisa mencapai 117,9 miliar dollar AS pada Agustus lalu yang setara dengan pembiayaan 6,8 bulan impor -atau 6,6 bulan impor jika ditambah dengan pembayaran utang luar negeri pemerintah.
Angka tersebut masih jauh dari batas standar internasional sebesar 3 bulan impor. Namun masalahnya, porsi hot money pada cadangan devisa cukup tinggi, yang berasal dari investasi portofolio.
Dana tersebut akan dengan mudah kabur jika ada sedikit saja guncangan atau shock. Oleh karena itu, rekayasa kebijakan investasi khusus untuk FDI harus dilakukan, selain berjuang habis-habisan untuk menggenjot ekspor nasional. Sayangnya, belakangan pertumbuhan FDI agak lesu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.