Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Aji Chen Bromokusumo
Budayawan

Anggota DPRD Kota Tangerang Selatan Fraksi PSI dan Anggota Komisi IV DPRD Kota Tangerang Selatan

Kedaulatan Energi, yang Tersisa dari Debat Capres

Kompas.com - 20/02/2019, 15:40 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Sekarang lebih dari 30 juta mobil dan kendaraan komersial ringan (truk ringan) dan lebih dari 6 juta sepeda motor dengan mesin FFV menyusuri aspal di seluruh Brasil (Maret 2018).

Persentase seluruh kendaraan FFV adalah sekitar 90 persen di akhir 2018 kemarin dan dipastikan akan terus meningkat. Mesin FFV ini bisa jalan dengan rentang E20 sampai dengan E100, artinya dengan campuran ethanol 20 persen sampai dengan 100 persen.

Brasil memiliki perkebunan tebu salah satu terluas di dunia. Industri ethanol Brasil utamanya untuk menopang program energi terbarukan dan sama sekali tidak tergantung dengan gejolak harga minyak dunia yang mengakibatkan harga bensin dan turunannya ikut bergerak naik turun.

Jika harga minyak naik, pemerintah Brasil dengan gampang beralih ke campuran persentase ethanol yang lebih tinggi.

Luas perkebunan tebu di Indonesia kalah jauh dari Brasil. Di Indonesia sekitar 450.000 hektar, sementara Brasil lebih dari 12.000.000 hektar perkebunan tebu.

Di Indonesia hampir semuanya terkonsentrasi untuk produksi gula dengan rendemen yang belum optimal, sisa produksinya lebih banyak ke pabrik MSG dan ethanol industri (untuk farmasi, kosmetik).

Sebenarnya ada satu pabrik di Jawa Timur yang sudah mulai dengan ethanol untuk bahan bakar, namun banyak terkendala dengan peraturan ini-itu. Biaya produksi juga masih tinggi karena bukan dari jus tebu murni, melainkan dari molasses atau yang lebih dikenal dengan nama tetes tebu.

Berdampingan dengan Brasil, Amerika Serikat juga merupakan produsen besar ethanol untuk bahan bakar kendaraan.

Bedanya, Brasil menggunakan tebu sebagai bahan baku utama dan lebih murah, Amerika menggunakan jagung yang membutuhkan satu proses sebelum fermentasi, yaitu pengubahan selulose menjadi sukrosa untuk difermentasi menjadi ethanol, sehingga biaya produksi ethanol di Amerika masih lebih mahal dibanding dengan Brasil.

Saat ini teknologi pertanian Brasil khusus untuk tebu dan teknologi pengolahan menjadi ethanol adalah yang terbaik di seluruh dunia.

Indonesia memiliki kelimpahan sumber alam yang bisa diolah menjadi hydrous ethanol. Ini merupakan ethanol yang bisa digunakan untuk bahan bakar kendaraan. Ada satu jenis lagi, yaitu anhydrous ethanol untuk industri.

Hasil minyak sawit sekitar 46 juta ton adalah satu berkah luar biasa di Nusantara. Sawit bisa menghasilkan biodiesel, gasoline sekaligus kerosene (minyak tanah), dengan variasi proses persentase katalis Ni-Mg/γ-Al2O3 dan variasi temperatur serta lama proses hydrocracking.

Tinggal bagaimana mewujudkannya dalam skala besar-besaran. Singkong juga sangat melimpah di Indonesia, yang bisa diproses fermentasi menghasilkan ethanol.

Semoga ke depan Indonesia bisa menegakkan kedaulatan energi, bukan swasembada energi, beda makna.

Swasembada energi artinya menghasilkan seluruh jenis bahan bakar sendiri, kedaulatan energi adalah tidak tergantung dengan gejolak naik turun harga minyak dunia.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com