Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Belajar dari Kasus Kartel Sepeda Motor Yamaha-Honda

Kompas.com - 14/05/2019, 09:08 WIB
Erlangga Djumena

Editor

Sumber

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, menilai bahwa besaran denda yang dijatuhkan Mahkamah Agung (MA) kepada Yamaha Indonesia Motor Manufacturing (YIMM) dan PT Astra Honda Motor (AHM) terkait kartel sepeda motor masih terlalu kecil.

Sebelumnya, MA menolak kasasi yang diajukan oleh YIMM dan AHM dalam dalam kasus kartel sepeda motor skutik 110-125 cc (perkara No. 217/Pdt.Sus-KPPU/2019.

Dengan demikian MA telah menguatkan putusan sebelumnya. Atas putusan itu, kedua produsen sepeda motor ternama dikenai denda dengan rincian denda untuk YMM sebesar Rp 25 miliar dan denda untuk Honda sebesar Rp 22,5 miliar.

Baca juga: KPPU: Perkara Perlindungan Konsumen Korban Kartel Yamaha-Honda Silakan Dilanjutkan Pihak Lain

Menurut Tulus, denda itu nyaris tidak berarti apa-apa bagi kedua produsen tersebut, yang nota bene merupakan pelaku usaha otomotif berskala multinasional. Idealnya denda dihitung berdasarkan persentase keuntungan yang diperoleh secara tidak wajar tersebut.

"Bila punya itikad baik seharusnya manajemen Yamaha dan AHM beritikad baik untuk menurunkan harga sepeda motor yang terbukti dinyatakan kartel dimaksud," kata Tulus kepada Kontan, Senin (13/5/2019).

Meski demikian Tulus menilai belum ada aturan perubahan harga bila terbukti kartel. Selain itu perihal besaran denda juga disoroti agar pelaku usaha bisa punya etika bisnis baik.

Ke depan, agar hukuman terhadap pelaku usaha yang terbukti melakukan pelanggaran persaingan usaha tidak sehat mempunyai efek jera dan bermanfaat langsung bagi konsumen, YLKI meminta DPR untuk segera melakukan revisi terhadao UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Bentuk revisi yang diharapkan, dari sisi perlindungan konsumen adalah:

Pertama, mengkualifisir tindakan pelanggaran persaingan usaha tidak sehat sebagai bentuk tindak pidana, jadi hukumannya bukan hanya hukuman denda berupa uang saja.

Kedua, menjadikan bukti tidak langsung (indirect evidence) sebagai bukti atas dugaan pelanggaran persaingan usaha tidak sehat, sebagaimana model di Amerika Serikat. Contoh indirect evidence adalah misalnya, para direktur utama suatu perusahaan melakukan makan siang bersama di suatu restoran, dan lainnya.

Ketiga, memasukkan pasal agar produsen yang dinyatakan bersalah (terbukti melakukan persaingan usaha tidak sehat) mengembalikan uang selisihnya kepada konsumen yang telah membeli produk tersebut.

Dan memasukkan pasal agar pelaku usaha yang terbukti melakukan pelanggaran persaingan usaha tidak sehat, diwajibkan untuk menurunkan harga jual produk yang dipersekongkolkan tersebut.

"Sebab, selama ini berbagai kasus pelanggaran persaingan usaha tidak sehat tidak mempunyai manfaat langsung bagi konsumen karena tidak ada pengembalian uang kepada konsumen dan atau tidak ada kewajiban bagi pelaku usaha untuk melakukan revisi harga, agar harganya lebih murah," kata Tulus.

Sementara pengamat otomotif Gunadi Sindhuwinata tidak mengharapkan putusan MA tersebut terjadi. Menurut dia, putusan tersebut tidak berdasar karena pelaku usaha baik Yamaha dan Honda telah menjalankan bisnisnya dengan baik.

"Harga jual kendaraan sepeda motor kita sudah bersaing. Kalau tidak bagaimana Indonesia bisa ekspor dan negara lain mau nerima?" kata Gunadi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Melalui Aplikasi Livin' Merchant, Bank Mandiri Perluas Jangkauan Nasabah UMKM

Melalui Aplikasi Livin' Merchant, Bank Mandiri Perluas Jangkauan Nasabah UMKM

Whats New
Hari Tuna Sedunia, KKP Perluas Jangkauan Pasar Tuna Indonesia

Hari Tuna Sedunia, KKP Perluas Jangkauan Pasar Tuna Indonesia

Whats New
Terima Peta Jalan Aksesi Keanggotaan OECD, Indonesia Siap Tingkatkan Kolaborasi dan Partisipasi Aktif dalam Tatanan Dunia

Terima Peta Jalan Aksesi Keanggotaan OECD, Indonesia Siap Tingkatkan Kolaborasi dan Partisipasi Aktif dalam Tatanan Dunia

Whats New
Pasarkan Produk Pangan dan Furnitur, Kemenperin Gandeng Pengusaha Ritel

Pasarkan Produk Pangan dan Furnitur, Kemenperin Gandeng Pengusaha Ritel

Whats New
Punya Manfaat Ganda, Ini Cara Unit Link Menunjang Masa Depan Gen Z

Punya Manfaat Ganda, Ini Cara Unit Link Menunjang Masa Depan Gen Z

BrandzView
Asosiasi Dukung Pemerintah Cegah Penyalahgunaan Narkoba pada Rokok Elektrik

Asosiasi Dukung Pemerintah Cegah Penyalahgunaan Narkoba pada Rokok Elektrik

Whats New
Impor Bahan Baku Pelumas Tak Lagi Butuh Pertek dari Kemenperin

Impor Bahan Baku Pelumas Tak Lagi Butuh Pertek dari Kemenperin

Whats New
Cara Isi Token Listrik secara Online via PLN Mobile

Cara Isi Token Listrik secara Online via PLN Mobile

Work Smart
Pencabutan Status 17 Bandara Internasional Tak Berdampak ke Industri Penerbangan

Pencabutan Status 17 Bandara Internasional Tak Berdampak ke Industri Penerbangan

Whats New
Emiten Sawit Milik TP Rachmat (TAPG) Bakal Tebar Dividen Rp 1,8 Triliun

Emiten Sawit Milik TP Rachmat (TAPG) Bakal Tebar Dividen Rp 1,8 Triliun

Whats New
Adu Kinerja Keuangan Bank BUMN per Kuartal I 2024

Adu Kinerja Keuangan Bank BUMN per Kuartal I 2024

Whats New
Setelah Investasi di Indonesia, Microsoft Umumkan Bakal Buka Pusat Data Baru di Thailand

Setelah Investasi di Indonesia, Microsoft Umumkan Bakal Buka Pusat Data Baru di Thailand

Whats New
Emiten Persewaan Forklift SMIL Raup Penjualan Rp 97,5 Miliar pada Kuartal I 2024

Emiten Persewaan Forklift SMIL Raup Penjualan Rp 97,5 Miliar pada Kuartal I 2024

Whats New
BNI Danai Akusisi PLTB Sidrap Senilai Rp 1,76 Triliun

BNI Danai Akusisi PLTB Sidrap Senilai Rp 1,76 Triliun

Whats New
Soroti Kinerja Sektor Furnitur, Menperin: Masih di Bawah Target

Soroti Kinerja Sektor Furnitur, Menperin: Masih di Bawah Target

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com