Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BI: Indonesia Perlu Antisipasi Dampak Reformasi Pajak AS

Kompas.com - 29/12/2017, 10:30 WIB
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Baru-baru ini, Rancangan Undang-undang Pajak disetujui di AS, yang memangkas pajak korporasi dari 35 persen menjadi 21 persen.

Kebijakan ini adalah bagian dari serangkaian gebrakan ekonomi yang dilakukan Presiden Donald Trump.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus DW Martowardojo menuturkan, RUU Pajak AS adalah sebuah terobosan yang dilakukan oleh AS dan dapat diselesaikan dengan cepat.

Sebelumnya, kebijakan ini diperkirakan bakal mulai berlaku tahun 2019, namun ternyata setahun lebih cepat.

"Ini merupakan suatu perkembangan yang mesti disikapi oleh negara-negara di dunia," ujar Agus di kantornya di Jakarta, Kamis (28/12/2017).

Baca juga : Ada Reformasi Pajak di AS, Sri Mulyani Tak Mau Tinggal Diam 

Agus menyatakan, perekonomian AS terus menunjukkan perbaikan. Bank sentral AS Federal Reserve pun mencanangkan bakal menaikkan suku bunga acuan, sehingga normalisasi kebijakan moneter terus berjalan.

Namun demikian, kebijakan perpajakan di AS membuat banyak investor AS yang selama ini menanamkan modalnya di luar negeri kemungkinan bakal terpikat untuk "memulangkan" modalnya. Tentu saja mereka akan mengambil peluang atas penurunan besaran pajak tersebut.

"Tentu negara-negara yermasuk Indonesia perlu mengantisipasi, karena kalau seandainya terjadi capital reversal (pembalikan modal) itu adalah sesuatu yang perlu dikelola hati-hati," ungkap Agus.

Mantan Menteri Keuangan RI tersebut menjelaskan, bank sentral memandang hal yang paling utama adalah menjaga fundamental ekonomi Indonesia. Selain itu, reformasi struktural juga harus terus dijalankan.

Baca juga : Menkeu: Reformasi Pajak AS Akan Jadi Pertimbangan dalam Revisi UU KUP

Dengan demikian, investor-investor asing termasuk yang berasal dari AS terus yakin dalam menanamkan modalnya di Indonesia.

"Kami tentu akan menjaga dan BI akan selalu ada di pasar untuk menjaga stabilitas nilai tukar agar terus terjaga," tutur Agus.

Ia mengungkapkan, sepanjang tahun 2017 ini volatilitas nilai tukar rupiah mencapai kisaran 3 persen. Angka tersebut jauh lebih rendah dibandingkan pada tahun 2016 lalu yang mencapai 8 persen.

"Ini menunjukkan stabilitas terjaga selama 2017. Kita harapkan 2018 terus terjaga," terang Agus.

Baca juga : Trump: Saatnya Lakukan Reformasi Pajak

Kompas TV Reformasi pajak Amerika Serikat akan membuat dana dari negara berkembang ditarik untuk ditanam di AS.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com