Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jalan Berliku Kebijakan Energi Baru Terbarukan Indonesia

Kompas.com - 15/08/2018, 15:38 WIB
Firmansyah,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

BENGKULU, KOMPAS.com - Hamidin (49), dengan tubuh setengah digerogoti stroke warga Kelurahan Teluk Sepang, Kota Bengkulu, Provinsi Bengkulu, menyemangati rekan-rekannya membangun pondok literasi belajar energi baru terbarukan (EBT) dan buruknya energi fosil untuk warga.

Sesekali ia juga turun tangan menyusun kayu dan papan agar bangunan ukuran 2 meter X 2 Meter dapat berdiri tegak dan rapi. Terlihat langkahnya tertatih dan perlahan namun semangat menolak energi batubara terpancar begitu kuat dari raut wajahnya yang terlindung dari topi merah yang ia kenakan.

"Stroke sejak 2016 menggerogoti saya, namun saya memiliki panggilan hati agar rencana pembangunan PLTU batubara di Kota Bengkulu ditolak. Ini membahayakan anak keturunan kami," kata Hamidin, pada Kompas.com belum lama ini.

Hamidin, merupakan satu dari ratusan warga Kota Bengkulu yang kukuh menolak rencana pembangunan PLTU tenaga batubara 2 X 100 MW di tempatnya. Hamidin seorang buruh kasar bersama warga tak lelah sejak 2016 menolak kehadiran pembangkit listrik berbahan bakar fosil dari batubara.

Baca juga: Jokowi Akui Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga EBT Lebih Mahal dari Fosil

"Saya memahami energi adalah kebutuhan rakyat, namun saya menolak bila bahan utamanya adalah batubara, batubara beracun akan membunuh anak keturunan kami," tambahnya.

Tepat di lokasi tempat tinggal Hamidin saat ini sedang berlangsung pembangunan PLTU batubara dengan kapasitas 2 X 100 MW. Protes agar pembangunan dibatalkan disuarakan keras Hamidin. Presiden hingga wali kota ia surati yang isinya kukuh menolak rencana pembangunan PLTU.

"Saya dan ratusan warga sekitar lokasi pembangunan PLTU meminta pembangunan PLTU batu bara dibatalkan, diganti dengan energi lain," sebutnya.

Tidak saja bersurat, aksi unjukrasa juga dilakukan Hamidin bersama 300 warga bahkan dengan kondisi tubuhnya yang mengalami stroke.

"Stroke menggerogoti tubuh saya, namun ini tak menghalangi saya untuk berjuang menolak pembangunan PLTU ini," tegasnya.

Segala cara telah ditempuh, hingga ia dan warga bersepakat membangun pondok literasi menyoal EBT dan buruknya dampak PLTU berbahan fosil.

"Saya dan warga mendirikan pondok kecil berisikan informasi soal EBT dan buruknya PLTU batubara, harapannya warga sadar akan pentingnya energi bersih dan dapat menular pada kebijakan pemerintah, selebihnya saya serahkan pada pemimpin negara," demikian Hamidin.

Rencananya pondok literasi belajar EBT itu akan banyak menggelar diskusi, kajian dan nonton bareng bersama warga untuk menghidupkan semangat bahwa Indonesia harus mulai beralih pada EBT bukan lagi tergantung pada energi fosil.

Secara sepintas semangat Hamidin seperti didengar oleh negara, awal Juli 2018 Presiden Joko Widodo meresmikan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) Sindereng Rappang (Sidrap) di Sulawesi Selatan.

PLTB pertama di Indonesia ini mampu mengaliri 70.000 lebih pelanggan berdaya 900 Volt Ampere (VA). PLTB Sidrap diklaim merupakan komitmen pemerintah untuk pemperbanyak porsi Energi Baru Terbarukan (EBT) di Indonesia pada 2025 mencapai 23 persen dari total bauran energi nasional.

Pemerintah Indonesia optimistis target 23 persen dapat dicapai pada 2025 mengingat melimpahnya potensi energi baru terbarukan lainnya yang bisa dikembangkan. Di antaranya adalah Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi yang memiliki potensi hingga 29 Gigawatt (GW).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com