Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sri Mulyani Khawatir dengan Ketegangan di Semenanjung Korea

Kompas.com - 04/10/2017, 21:00 WIB
Bernardin Mario P. N.

Penulis

Sumber nikkei

KOMPAS.com – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, mengaku khawatir melihat tensi yang semakin meningkat di Semanjung Korea.

Hal ini disampaikan langsung oleh Sri Mulyani ketika menghadiri acara yang diselenggarakan Bank Dunia di Jakarta, Selasa (3/10/2017) kemarin.

“Apa yang terjadi di Korea Utara benar-benar membuat saya khawatir, karena hal ini membuat suasana yang berbeda untuk Indonesia,” ujar Sri Mulyani seperti dikutip dari Nikkei, Rabu (4/10).

Ia juga mengatakan bahwa faktor-faktor yang mendorong pertumbuhan ekonomi yang dinamis di ASEAN, termasuk daya beli kelas menengah yang meningkat, dapat berubah total akibat permasalahan geopolitik dan keamanan.

(Baca: BI Harap Krisis Geopolitik di Korea Tak Ganggu Sistem Keuangan Dunia)

“Ini membuat ASEAN terlihat seperti wilayah yang lain di mana volatilitas, kerentanan, keamanan, geopolitik menjadi faktor yang dominan. Itu adalah sesuatu yang harus kita lihat sebagai resiko penurunan eksternal,” tambahnya.

Bank Dunia sendiri telah memperingatkan bahaya ancaman nuklir Korea Utara yang dapat mengganggu jalur perdagangan dan aktivitas ekonomi.

Terlebih bagi pertumbuhan di wilayah Asia Pasifik yang mempunyai prospek pertumbuhan yang positif selama setengah tahun.

Pertumbuhan di Asia Pasifik

Dilansir dari Nikkei pertumbuhan China yang lebih kuat dari sebelumnya, permintaan domestik yang kuat, dan perkiraan pemulihan harga komoditas sebagai faktor yang memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Asia Pasifik sebesar 6,4 persen untuk 2017.

Kawasan ini terdiri dari negara-negara berkembang dan ekonomi baru di Asia Timur dan Tenggara, termasuk China, Korea Selatan, Indonesia, Thailand, dan Vietnam.

Proyeksi tahun ini pun menunjukkan adanya sedikit perbaikan daripada pertumbuhan 2016 serta revisi kenaikan atas laporan bank pada April 2017.

Tapi dengan adanya uji coba nuklir di Korea Utara bukan tidak mungkin pertumbuhan ini akan mengalami penurunan.

(Baca: Bursa Asia dan AS Melemah Usai Korea Utara Luncurkan Rudal ke Arah Jepang)

Laporan dari Nikkei menyebutkan risiko penurunan lain untuk wilayah Asia Pasifik, termasuk rentannya sektor keuangan di negara-negara Asia Pasifik bisa diperburuk dengan pengetatan di pasar keuangan.

Terlebih sejumlah negara berkembang di wilayah ini memiliki tingkat utang swasta yang tinggi.

Hal ini dapat mengakibatkan semakin buruknya kualitas aset bagi sektor perbankan dengan suku bunga yang tinggi.

Dari laporan tersebut, negara-negara seperti China, Indonesia, dan Thailand sudah melihat adanya kenaikan yang stabil dalam kredit bermasalah.

Tingginya defisit anggaran di banyak sektor ekonomi di wilayah tersebut menjadi keprihatinan tersendiri, khususnya untuk meningkatnya hutang publik sehingga menyisakan sedikit ruang untuk melakukan penyesuaian kebijakan fiskal sebagai respon terhadap goncangan ekonomi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Penerimaan Pajak Konsumsi Terkontraksi 16,1 Persen

Penerimaan Pajak Konsumsi Terkontraksi 16,1 Persen

Whats New
Catat, 7 Strategi Punya Rumah untuk Milenial dan Gen Z

Catat, 7 Strategi Punya Rumah untuk Milenial dan Gen Z

Earn Smart
Simak 8 Tips Menabung untuk Beli Rumah

Simak 8 Tips Menabung untuk Beli Rumah

Earn Smart
Melalui Transportasi Laut, Kemenhub Berupaya Wujudkan Konektivitas di Indonesia Timur

Melalui Transportasi Laut, Kemenhub Berupaya Wujudkan Konektivitas di Indonesia Timur

Whats New
Status 17 Bandara Internasional Dihapus, INACA Ungkap Sederet Manfaatnya untuk Penerbangan Nasional

Status 17 Bandara Internasional Dihapus, INACA Ungkap Sederet Manfaatnya untuk Penerbangan Nasional

Whats New
1 Lot Berapa Lembar Saham? Ini Perhitungan Mudahnya

1 Lot Berapa Lembar Saham? Ini Perhitungan Mudahnya

Spend Smart
Jumlah Bandara Internasional Dipangkas, InJourney Airports: Banyak yang Tidak Efisien

Jumlah Bandara Internasional Dipangkas, InJourney Airports: Banyak yang Tidak Efisien

Whats New
Usai Gempa Garut, Pertamina Pastikan SPBU hingga Pangkalan Elpiji di Jabar Aman

Usai Gempa Garut, Pertamina Pastikan SPBU hingga Pangkalan Elpiji di Jabar Aman

Whats New
Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Whats New
BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

Work Smart
Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Whats New
Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Whats New
Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Whats New
Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Whats New
Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com