Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hal-hal Ini Dikaji untuk Dasar Pengenaan Pajak "E-commerce"

Kompas.com - 25/11/2017, 15:57 WIB
Kontributor Amerika Serikat, Andri Donnal Putera

Penulis

MANADO, KOMPAS.com - Direktur Peraturan Perpajakan I Arif Yanuar menjelaskan pihaknya masih membahas berbagai hal yang nantinya akan ditetapkan sebagai dasar pengenaan pajak kegiatan e-commerce. Dasar pengenaan pajak yang dimaksud seperti platform dari dalam dan luar negeri, beragamnya metode pembayaran, serta hal terkait lainnya.

"Selama masuk di platform, ada datanya di platform, bisa kami telusuri dengan mekanisme bisnis konvensional karena seluruh transaksi tercatat di platform, khusus (platform) yang ada di Indonesia," kata Arif dalam acara Media Gathering Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan 2017 di Manado, Sulawesi Utara, Rabu (22/11/2017).

Data yang dimaksud adalah data transaksi jual-beli barang, siapa penjual, siapa pembelinya, hingga berapa harga barang yang diperjualbelikan. Kemudian, muncul pertanyaan selanjutnya tentang bagaimana platform e-commerce yang berbasis di luar negeri.

Terhadap platform dari luar negeri, Arif mengaku akan mempertimbangkan pengenaan pajak dari arus barang yang masuk hingga jalur pembayarannya.

Untuk arus barang, DJP sudah berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan. Sementara jalur pembayaran ini masih harus dibahas lebih lanjut, karena ada banyak sekali metode pembayaran dan pihak yang terkait dengan sistem tersebut.

Baca juga : Pajak E-Commerce Diusulkan Masuk Penerimaan Negara Bukan Pajak

"Metode pembayaran e-commerce itu banyak sekali, bisa dengan kartu kredit, e-money, cash on delivery, macam-macam. Artinya, kalau mau kerja sama dengan payment gateway-nya, akan banyak sekali pihak-pihak yang akan terkait, ini sedang kami bahas salah satunya dengan Bank Indonesia," tutur Arif.

Terlepas dari platform e-commerce dalam dan luar negeri, DJP juga membahas bagaimana bisnis jual-beli produk dan jasa yang dilakukan selain dari platform, seperti dari media sosial. Menurut Arif, kemungkinan mereka tidak bisa mengenakan aturan yang sama untuk jenis bisnis e-commerce serupa, terlebih dengan beragamnya model bisnis dan metode pembayaran yang harus dibahas satu per satu.

DJP juga merasa perlu mengatur bagaimana caranya melindungi pelaku usaha e-commerce dalam negeri, seperti mereka yang bergerak di usaha kecil dan menengah (UKM). Jangan sampai mereka merasa diberatkan oleh sistem perpajakan dalam negeri, kemudian malah berjualan dengan platform dari luar negeri.

"Pada saat platform di Indonesia sedang membina, memperluas merchant-nya, membina UKM, kami tentunya harus mendukung itu. Bukan setelah agak besar, mereka lari berjualan dari platform di luar negeri. Terlepas dari tarifnya, kami ingin mempermudah pelaku bisnis e-commerce di dalam menunaikan kewajiban pajaknya," ujar Arif.

Kompas TV Aturan pajak e-commerce dirilis karena realisasi pajak pemerintah di bawah target.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Pesan Luhut ke Prabowo: Jangan Bawa Orang-orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintah Anda

Pesan Luhut ke Prabowo: Jangan Bawa Orang-orang "Toxic" ke Dalam Pemerintah Anda

Whats New
Barang Bawaan Pribadi dari Luar Negeri Tak Lagi Dibatasi, Ini Pesan Bea Cukai ke Jastiper

Barang Bawaan Pribadi dari Luar Negeri Tak Lagi Dibatasi, Ini Pesan Bea Cukai ke Jastiper

Whats New
Bangun Pemahaman Kripto di Tanah Air, Aspakrindo dan ABI Gelar Bulan Literasi Kripto 2024

Bangun Pemahaman Kripto di Tanah Air, Aspakrindo dan ABI Gelar Bulan Literasi Kripto 2024

Rilis
Terbitkan Permentan Nomor 1 Tahun 2024, Mentan Pastikan Pupuk Subsidi Tepat Sasaran

Terbitkan Permentan Nomor 1 Tahun 2024, Mentan Pastikan Pupuk Subsidi Tepat Sasaran

Whats New
Resmi Kuasai 100 Persen Saham Bank Commonwealth, OCBC NISP Targetkan Proses Merger Selesai Tahun Ini

Resmi Kuasai 100 Persen Saham Bank Commonwealth, OCBC NISP Targetkan Proses Merger Selesai Tahun Ini

Whats New
Sucor Sekuritas Ajak Masyarakat Belajar Investasi lewat Kompetisi 'Trading'

Sucor Sekuritas Ajak Masyarakat Belajar Investasi lewat Kompetisi "Trading"

Earn Smart
Kunker di Jateng, Plt Sekjen Kementan Dukung Optimalisasi Lahan Tadah Hujan lewat Pompanisasi

Kunker di Jateng, Plt Sekjen Kementan Dukung Optimalisasi Lahan Tadah Hujan lewat Pompanisasi

Whats New
Sudah Masuk Musim Panen Raya, Impor Beras Tetap Jalan?

Sudah Masuk Musim Panen Raya, Impor Beras Tetap Jalan?

Whats New
Bank Sentral Eropa Bakal Pangkas Suku Bunga, Apa Pertimbangannya?

Bank Sentral Eropa Bakal Pangkas Suku Bunga, Apa Pertimbangannya?

Whats New
Pasokan Gas Alami 'Natural Decline', Ini Strategi PGN Jaga Distribusi

Pasokan Gas Alami "Natural Decline", Ini Strategi PGN Jaga Distribusi

Whats New
BTN Pastikan Dana Nasabah Tidak Hilang

BTN Pastikan Dana Nasabah Tidak Hilang

Whats New
Kartu Prakerja Gelombang 67 Resmi Dibuka, Ini Syarat dan Cara Daftarnya

Kartu Prakerja Gelombang 67 Resmi Dibuka, Ini Syarat dan Cara Daftarnya

Work Smart
Peringati Hari Buruh, SP PLN Soroti soal Keselamatan Kerja hingga Transisi Energi

Peringati Hari Buruh, SP PLN Soroti soal Keselamatan Kerja hingga Transisi Energi

Whats New
Cara Pasang Listrik Baru melalui PLN Mobile

Cara Pasang Listrik Baru melalui PLN Mobile

Work Smart
Bicara soal Pengganti Pertalite, Luhut Sebut Sedang Hitung Subsidi untuk BBM Bioetanol

Bicara soal Pengganti Pertalite, Luhut Sebut Sedang Hitung Subsidi untuk BBM Bioetanol

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com