Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menghindari Persepsi Pengampunan Pajak Permanen di Masyarakat

Kompas.com - 27/11/2017, 11:47 WIB
Kontributor Amerika Serikat, Andri Donnal Putera

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 165 Tahun 2017 dalam salah satu poinnya mengatur tentang tidak ada pengenaan sanksi denda bagi wajib pajak yang melaporkan hartanya dalam Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) pajak.

Belakangan, aturan ini sempat berkembang dengan pemahaman sebagai tax amnesty (pengampunan pajak) jilid 2, yang langsung dibantah oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Hestu Yoga Saksama, beberapa waktu lalu menjelaskan bahwa pihaknya hanya menyelenggarakan tax amnesty satu kali dan tidak ada untuk kedua kalinya. Ketetapan ini turut ditegaskan oleh pernyataan Presiden Joko Widodo dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat tax amnesty gencar disosialisasikan dulu.

Meski begitu, penerapan PMK 165/2017 tetap dianggap sebagai bentuk kelonggaran DJP terhadap wajib pajak yang belum menunaikan kewajibannya melapor harta.

Baca juga: Pemerintah Buka Program Pengampunan Pajak Lagi?

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo pada Jumat (24/11/2017) menilai, terdapat sisi positif dari PMK 165/2017, sekaligus ada hal yang harus diperhatikan agar pemahaman masyarakat tidak salah terhadap aturan tersebut.

"PMK 165 menurut saya positif, dalam artian membangun kepatuhan dan pengungkapan sukarela. Saya lihat dari situasi objektif, wajib pajak yang ikut tax amnesty belum banyak, belum ada satu juta (peserta), sangat sedikit dari yang seharusnya ikut," kata Yustinus.

Wajib pajak dinilai belum bisa 100 persen sadar akan kewajibannya, sehingga PMK 165/2017 diharapkan dapat mendorong tingkat kepatuhan. Meski begitu, di satu sisi, Yustinus melihat PMK 165/2017 bisa memunculkan pertanyaan dari wajib pajak yang sudah jujur dan ikut tax amnesty sebelumnya, mengapa mereka yang tidak patuh kerap diberi kesempatan lagi oleh DJP.

"Ada perasaan juga bagi yang jujur ikut tax amnesty, kok ini enggak dihukum yang tidak ikut? Pasti ada perasaan semacam itu, wajar menurut saya. Minimal yang sudah ikut amnesti dengan jujur bukan dirugikan, hanya tidak diuntungkan," tutur Yustinus.

Baca juga: Presiden Sepakat bahwa Tax Amnesty Hanya Sekali...

Pencapaian tax amnestySumber: Ditjen Pajak Pencapaian tax amnesty
Maka dari itu, Yustinus menyarankan supaya pemerintah tidak lagi memberi kelonggaran pajak yang bisa memunculkan persepsi tersendiri di kalangan masyarakat. Persepsi yang dimaksud adalah tentang adanya amnesti secara terus-menerus.

"Kesempatan kedua ini sebaiknya hanya sekali, dan tidak diberikan lagi dalam waktu dekat karena akan memberikan persepsi seolah-olah ada amnesti permanen," ujar dia.

Persepsi semacam ini disebut Yustinus pernah muncul di Argentina, yang mana dalam kurun waktu 13 tahun ada sembilan kali amnesti yang diberikan pemerintah kepada wajib pajaknya. Ketika persepsi itu terbangun, tingkat kepatuhan masyarakat terhadap kewajibannya akan pajak cenderung menurun.

Menanggapi hal itu, Hestu Yoga menjelaskan bahwa PMK 165/2017 berbeda jauh dengan tax amnesty. Berdasarkan latar belakang terbentuknya PMK 165/2017 juga sebagai konsekuensi dari Undang-Undang Tax Amnesty yang diatur dalam Pasal 18, di mana wajib pajak akan diberi sanksi denda jika petugas pajak menemukan harta yang belum dilaporkan.

"Kami tidak pernah berpikir ini pengampunan lagi. Itu kesempatan yang dimiliki oleh wajib pajak, tarifnya juga normal, bukan tarif tax amnesty," ucap Yoga.

Adapun sanksi denda yang dikenakan sebesar 200 persen bagi wajib pajak peserta tax amnesty dan denda 2 dikali maksimal 24 bulan bagi wajib pajak bukan peserta tax amnesty. Tarif pajak yang dikenakan adalah 25 persen untuk wajib pajak badan, 30 persen untuk wajib pajak orang pribadi, dan 12,5 persen bagi wajib pajak tertentu.

Kompas TV Pemerintah membuka kesempatan bagi masyarakat untuk melaporkan harta yang tersembunyi
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Cara Isi Saldo GoPay lewat Aplikasi DANA

Cara Isi Saldo GoPay lewat Aplikasi DANA

Spend Smart
Cara Cek Nomor Rekening BSI dengan Mudah

Cara Cek Nomor Rekening BSI dengan Mudah

Spend Smart
Harga Paket Vision+ dan Cara Berlangganan

Harga Paket Vision+ dan Cara Berlangganan

Spend Smart
Dorong Investasi di Industri Antara, Kemenperin: Kami Persiapankan 'Tax Holiday'

Dorong Investasi di Industri Antara, Kemenperin: Kami Persiapankan "Tax Holiday"

Whats New
Astra Life Catat Premi Bruto Rp 6,1 Triliun Sepanjang 2023

Astra Life Catat Premi Bruto Rp 6,1 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
Rugi Bersih GOTO Susut 78 Persen, Jadi Rp 862 Miliar pada Kuartal I-2024

Rugi Bersih GOTO Susut 78 Persen, Jadi Rp 862 Miliar pada Kuartal I-2024

Whats New
Industri Fintech Lending Rugi pada Awal 2024, Ini Sebabnya Menurut Asosiasi

Industri Fintech Lending Rugi pada Awal 2024, Ini Sebabnya Menurut Asosiasi

Whats New
Menteri Trenggono Minta Reklamasi PIK Pakai Sedimentasi Laut

Menteri Trenggono Minta Reklamasi PIK Pakai Sedimentasi Laut

Whats New
Tren dan Peluang Investasi Kripto, Indonesia Berpotensi Pimpin Pasar ASEAN

Tren dan Peluang Investasi Kripto, Indonesia Berpotensi Pimpin Pasar ASEAN

Spend Smart
Kredit BNI Tumbuh Jadi Rp 695,16 Triliun pada Kuartal I 2024, UMKM dan Konsumer Jadi Mesin Baru

Kredit BNI Tumbuh Jadi Rp 695,16 Triliun pada Kuartal I 2024, UMKM dan Konsumer Jadi Mesin Baru

Whats New
Elnusa dan Pertagas Siap Kerjakan Proyek Kolaborasi Infrastruktur Energi di Kandis Riau

Elnusa dan Pertagas Siap Kerjakan Proyek Kolaborasi Infrastruktur Energi di Kandis Riau

Whats New
Perluasan Sektor Kredit, 'Jamu Manis' Terbaru dari BI untuk Perbankan

Perluasan Sektor Kredit, "Jamu Manis" Terbaru dari BI untuk Perbankan

Whats New
Survei BI: Kebutuhan Pembiayaan Korporasi pada Kuartal I-2024 Meningkat

Survei BI: Kebutuhan Pembiayaan Korporasi pada Kuartal I-2024 Meningkat

Whats New
Stranas Bisnis dan HAM, Upaya Pemerintah Lindungi Pekerja dalam Praktik Bisnis

Stranas Bisnis dan HAM, Upaya Pemerintah Lindungi Pekerja dalam Praktik Bisnis

Whats New
Soal Boks Mainan Megatron 'Influencer' Rusak, Ini Penjelasan Bea Cukai dan DHL

Soal Boks Mainan Megatron "Influencer" Rusak, Ini Penjelasan Bea Cukai dan DHL

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com