Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

CIPS: Penyederhanaan Izin Tenaga Kerja Asing Dinilai Tepat

Kompas.com - 30/04/2018, 17:48 WIB
Mutia Fauzia,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Imelda Freddy mengatakan, penyerderhanaan beberapa izin dalam Perpres Nomo 20 Tahun 2018 sudah tepat.

Salah satunya dalam Pasal 10 ayat 1 yang menyatakan bahwa pemberi kerja pekerja asing tidak wajib memiliki Rencana Penempatan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) bagi pekerja asing yang dipekerjakan, yang ditujukan untuk pekerjaan khusus seperti diplomat, konsuler dan pemegang saham.

“Hal ini sudah tepat karena dalam proses pengurusan izin kerja pekerja asing, pemberi kerja pun harus mengurus Izin Memperkerjakan Tenaga kerja Asing (IMTA) yang dapat digunakan untuk mewakili RPTKA yang dibutuhkan," ujar Imelda melalui keterangan pers, Senin (30/4/2018).

Selain dapat menghemat waktu, penyederhanaan ini pun dianggap akan mengurangi proses birokrasi yang berbelit-belit, menghemat waktu serta mengurangi dokumen-dokumen persyaratan yang semuanya dapat terwakilan dengan pengurusan IMTA.

Penyederhanaan juga dituangkan dalam pasal 20, mengenai penyederhanaan prosedur visa, sehingga permohonan visa tinggal terbatas (VITAS) untuk bekerja sekarang dapat digunakan juga sebagai permohonan untuk izin tinggal sementara atau ITAS.

“Namun pemerintah juga harus memastikan mereka yang melanggar aturan harus dikenai sanksi tegas. Jangan sampai dengan alasan investasi, pemerintah melonggarkan penegakan hukum kepada para pekerja asing. Pihak pemberi kerja juga harus bertanggung jawab terhadap status keimigrasian pekerja asing yang bekerja untuk pihaknya,” tegas Imelda.

Terkait masuknya pekerja dari China yang dianggap menyalahi aturan, Imelda mengatakan, banyak alat konstruksi di Indonesia yang di datangkan dari China dan penyewaan alat ini biasanya satu paket dengan operatornya. Hal ini dilalilan untuk mengantisipasi kendala bahasa yang mungkin saja terjadi ketika alat yang bersangkutan dioperasikan.

Namun sayangnya banyak pihak yang memanfaatkan hal ini dengan turut serta mendatangkan para pekerja kasar, kebanyakan dari China, yang pekerjaannya bisa dikerjakan oleh pekerja Indonesia. Misalnya untuk pekerjan mengelas, mengebor atau pekerja bangunan.

Pengawasan juga harus terus dilakukan begitu pekerja tersebut mulai bekerja di sini. Jangan sampai semua didaftarkan sebagai operator alat konstruksi tapi di lapangan malah menjadi tukang las atau mengerjakan pekerjaan yang menjadi porsi pekerja Indonesia.

CIPS memandang pemerintah tinggal menjalankan mekanisme pengawasan dan juga menyeleksi permohonan izin untuk bekerja di Indonesia dengan ketat. Kehadiran pekerja asing di Indonesia tidak dapat dihindari dalam era sekarang ini.

Namun kehadiran mereka harus membawa manfaat bagi pekerja lokal. Pemerintah harus memastikan mereka tidak melanggar hukum yang berlaku.

Pro dan Kontra

Sebagai informasi, Perpres mengenai pengaturan TKA ini telah menuai reaksi pro dan kontra. Pihak yang pro mengatakan Perpres ini hanya menyederhanakan beberapa hal terkait perizinan.

Sementara pihak lain mengatakan Perpres ini justru mendatangkan peluang untuk lebih banyak lagi pekerja asing, termasuk mereka yang tergolong unskilled labour untuk masuk Indonesia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Inflasi Lebaran 2024 Terendah dalam 3 Tahun, Ini Penyebabnya

Inflasi Lebaran 2024 Terendah dalam 3 Tahun, Ini Penyebabnya

Whats New
Transformasi Digital, BRI BRI Raih Dua 'Award' dalam BSEM MRI 2024

Transformasi Digital, BRI BRI Raih Dua "Award" dalam BSEM MRI 2024

Whats New
Emiten Buah Segar BUAH Targetkan Pendapatan Rp 2 Triliun Tahun Ini

Emiten Buah Segar BUAH Targetkan Pendapatan Rp 2 Triliun Tahun Ini

Whats New
SYL Gunakan Anggaran Kementan untuk Pribadi, Stafsus Sri Mulyani: Tanggung Jawab Masing-masing Kementerian

SYL Gunakan Anggaran Kementan untuk Pribadi, Stafsus Sri Mulyani: Tanggung Jawab Masing-masing Kementerian

Whats New
Saat Sri Mulyani Sampai Turun Tangan Urusi Kasus Alat Tunanetra SLB yang Tertahan Bea Cukai

Saat Sri Mulyani Sampai Turun Tangan Urusi Kasus Alat Tunanetra SLB yang Tertahan Bea Cukai

Whats New
Emiten Manufaktur Kosmetik VICI Catat Pertumbuhan Laba Bersih 20 Persen Menjadi Rp 47,1 Miliar pada Kuartal I-2024

Emiten Manufaktur Kosmetik VICI Catat Pertumbuhan Laba Bersih 20 Persen Menjadi Rp 47,1 Miliar pada Kuartal I-2024

Whats New
Jalankan Fungsi Perlindungan Masyarakat, Bea Cukai Banten Berantas Peredaran Barang Ilegal

Jalankan Fungsi Perlindungan Masyarakat, Bea Cukai Banten Berantas Peredaran Barang Ilegal

Whats New
Impor Bahan Baku Tepung Kini Cukup dengan Dokumen Laporan Surveyor

Impor Bahan Baku Tepung Kini Cukup dengan Dokumen Laporan Surveyor

Whats New
BUAH Bakal Tebar Dividen, Ini Besarannya

BUAH Bakal Tebar Dividen, Ini Besarannya

Whats New
Kementerian ESDM Tetapkan Harga Biodiesel Naik Jadi Rp 12.453 Per Liter

Kementerian ESDM Tetapkan Harga Biodiesel Naik Jadi Rp 12.453 Per Liter

Whats New
Erupsi Gunung Ruang, Bandara Sam Ratulangi Masih Ditutup Sampai Hari Ini

Erupsi Gunung Ruang, Bandara Sam Ratulangi Masih Ditutup Sampai Hari Ini

Whats New
Turun, Inflasi April 2024 Capai 3 Persen

Turun, Inflasi April 2024 Capai 3 Persen

Whats New
Harga Tiket Kereta Api 'Go Show' Naik Mulai 1 Mei

Harga Tiket Kereta Api "Go Show" Naik Mulai 1 Mei

Whats New
SMGR Kantongi Laba Bersih Rp 471,8 Miliar pada Kuartal I-2024 di Tengah Kontraksi Permintaan Semen Domestik

SMGR Kantongi Laba Bersih Rp 471,8 Miliar pada Kuartal I-2024 di Tengah Kontraksi Permintaan Semen Domestik

Whats New
Simak Rincian Kurs Rupiah Hari Ini di Bank Mandiri hingga BRI

Simak Rincian Kurs Rupiah Hari Ini di Bank Mandiri hingga BRI

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com