Kenaikan nominal upah setiap tahun, bahkan tahun ini di DKI Jakarta sudah menembus Rp 3.648.035. Tapi, itu seolah tak mampu menandingi tingkat inflasi harga-harga bahan pangan pokok maupun kebutuhan-kebutuhan lain.
Secara makroekonomi, inflasi memang masih terkendali. Badan Pusat Statistik (BPS) selaku otoritas berwenang mencatat inflasi tahunan (Maret 2018) baru 3,4 persen atau di bawah target pemerintah dalam APBN 3,5 persen.
Namun, fakta di lapangan menunjukkan kenaikan harga-harga masih sulit dikendalikan. Misalnya, harga beras kualitas medium yang masih berada di atas Rp 10 ribu per kg. Belum lagi ongkos transportasi perlahan memberatkan akibat premium yang semakin sulit diperoleh.
Tantangan buruh juga semakin berat akhir-akhir ini. Revolusi Industri 4.0 mulai melanda berbagai negara. Salah satu indikator revolusi tersebut adalah industri menghubungkan mesin melalui sistem internet.
Robot pun digunakan dalam industri dan bisa dioperasikan 24 jam nonstop tanpa henti. Tanpa ada Revolusi Industri 4.0 saja peran buruh semakin dikurangi, apalagi jika revolusi ini mewabah di industri dalam negeri.
Pemerintah memang sudah berupaya mengantisipasi kehadiran Revolusi Industri 4.0 dengan membuat peta jalan. Para pekerja pun sudah diimbau untuk meningkatkan produktivitas dan daya saingnya. Namun, semua itu tidaklah mudah, mengingat peningkatan kapasitas pun membutuhkan modal tidak sedikit.
Di situlah salah satu tuntutan buruh itu menjadi masuk akal. Pengembangan riset melalui kerjasama dengan lembaga pendidikan maupun lembaga riset menjadi sangat diperlukan. Ini perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK).
Tentunya, sebelum semua itu mewujud, ada baiknya pemerintah turut andil mencegahnya. Salah satu jalan adalah memperbesar lapangan pekerjaan. Untuk melakukan itu tentunya bukan pekerjaan mudah.
Penguatan UMKM
Berkaitan dengan persoalan penciptaan lapangan kerja, hal ini menjadi sorotan berbagai lembaga survei terhadap pemerintahan Presiden Joko Widodo. Langkah untuk mewujudkan hal tersebut sebenarnya sudah dicoba dengan berusaha menciptakan lapangan kerja lewat beragam cara.
Salah satunya mendorong pembangunan infrastruktur yang dalam jangka pendek bisa menjadi lokomotif tercapainya kesempatan kerja, menumbuhkan investasi melalui perbaikan iklim dengan jalan penyederhanaan perizinan dan penyediaan sarana investasi, mendorong pendidikan vokasional, dan pengalokasian dana desa.
Sayangnya, data menunjukkan, tingkat pengangguran masih tinggi, yaitu 7,04 juta orang (Agustus 2017) dari sekitar 128,06 juta orang.
Dengan adanya data itu, apakah kita menjadi berkecil hati?
Sejatinya, masih ada solusi konkret yang dapat diupayakan dalam menciptakan lapangan kerja, yaitu penguatan melalui sektor usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Sejumlah daerah pun mulai mencatat ada pertumbuhan pelaku UMKM sebagai dampak dari PHK di sektor industri. Hal itu menunjukkan para buruh pun menyadari UMKM adalah pilihan tepat di tengah ketidakpastian profesi mereka.
Namun, jangan sampai semangat itu pupus akibat ketiadaan dukungan. Di titik inilah peran pemerintah pusat maupun pemerintah daerah begitu sentral.