Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Langkah BI Menahan Arus Modal Keluar dengan SBI Bukan Tanpa Risiko

Kompas.com - 25/07/2018, 07:32 WIB
Mutia Fauzia,
Kurniasih Budi

Tim Redaksi

"BI mencoba menahan itu dengan menerbitkan kembali instrumen yang selama ini disukai asing," ujar Piter.

Meski, investor asing sendiri baru bisa mendapatkan SBI 7 hari setelah surat utang tersebut dimenangkan oleh bank peserta lelang. Sebab, BI memberikan aturan masa tunggu untuk tiap transaksi SBI selama 7 hari.

Baca juga: Per 2018, Bank Indonesia Serap SBN Rp 67,84 Triliun

Jika dibandingkan dengan SBN yang menggunakan sistem kupon, lanjut Piter, dengan sistem SBI yang menggunakan diskonto, modal yang dikeluarkan untuk membeli SBI akan lebih sedikit.

"Jadi, sistemnya potong harga. Kalau harganya 100 diskontonya 6 persen belinya cuma 94 jadi modal yang dikeluarkan untuk beli SBI lebih sedikit dari SBN," ujar dia.

Selain itu, SBI dinilai lebih bebas risiko dari sisi penanaman modal.

Penuh risiko

Namun, Piter mengaku langkah BI untuk mengaktifkan kembali SBI bukan tanpa risiko. Sebab, SBI yang dianggap lebih menarik oleh investor sangat memungkinkan untuk mengambil pasar SBN.

Senada dengan Piter, Ekonom Samuel Sekuritas Lana Soelistianingsih pun mengatakan, potensi perebutan dana atau kompetisi antara SBI dengan SBN sangat mungkin terjadi.

Alasannya, dalam sistem lelang akan sangat mungkin bank memberikan penawaran imbal hasil yang lebih tinggi dari SBN.

"Karena kalau misalnya BI dalam upayanya untuk menarik dana dia tentu akan memberikan insentif yg lebih tinggi atau lelang itu bisa diminta oleh bank merasa bahwa BI kayanya perlu nih, taruhlah imbal hasil yg bisa lebih tinggi dari SBN tentu akan jadi persaingan, " ujar dia.

Baca juga: BI Berharap Investasi Asing Masuk Lewat SBN

Selain itu, ada pula kekhawatiran, bank akan enggan menyalurkan kredit lantaran dana yang seharusnya digunakan untuk menyalurkan kredit justru disalurkan ke SBI.

Padahal, sumber dana bank yang berasal dari dana pihak ketiga (DPK) seharusnya disalurkan untuk kredit.

"Tapi di tengah kondisi yang tidak menentu bank jadi agak ragu-ragu untuk menyalurkan kredit yang berisiko dan memilih untuk disalurkan ke SBI," lanjut Lana.

Risiko lain yang mungkin terjadi dari reaktivasi SBI ini adalah dapat menjadi beban lantaran biaya operasi moneter yang digelontorkan untuk membayar bunga menekan anggaran bank sentral hingga mencatat defisit. Hal ini pernah terjadi pada 2009 lalu.

Langkah antisipatif

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com