Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Fintech Ilegal dari China Banyak Masuk ke Indonesia?

Kompas.com - 28/07/2018, 14:40 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita ,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menemukan 227 perusahaan pinjam meminjam uang berbasis teknologi (peer-to-peer lending fintech) ilegal di Indonesia. Daftar tersebut didapatkan dari hasil screening satuan tugas waspada investasi terhadap perusahaan fintech yang tak terdaftar.

Dari jumlah tersebut, lebih dari separuhnya berasal dari developer China. Platform tersebut dapat dengan mudah ditemukan di mesin pencarian Google maupun berupa aplikasi di Play Store dan App Store.

Ketua Satuan Tugas Waspada Investigasi Tongam L Tobing mengatakan, 227 perusahaan tersebut melanggar Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 di mana diatur kewajiban bagi penyelenggara peer-to-peer lending untuk mendaftar ke OJK.

Lantas, mengapa Indonesia jadi sasaran China untuk membuka perusahaan fintech?

Baca juga: Baru 63 Fintech Lending yang Terdaftar di OJK

Tongam mengatakan, hal ini disebabkan adanya pengetatan regulasi di China terkait pinjam meminjam uang.

"Di China ada pengetatan peer-to-peer lending. Sebelumnya sangat bebas," ujar Tongam di kantor OJK, Jakarta, Jumat (28/7/2018).

"Bisa jadi berdampak ke kita. Perusahan China yang tidak bisa di sana, lari ke sini," lanjut dia.

Tongam mengatakan, developer China itu menamakan perusahaannya dalam bahasa Indonesia.

Satu developer bisa mengoperasikan dua hingga tiga platform. Misalnya, developer Li Chen menggerakkan platform Cinta Rupiah dan Duit Pinjaman, developer Xinhe dengan platform Dana Saku dan Dunia Pinjaman, serta Dana Uang dari developer Zhu Xia.

Para investor diduga berasal dari China juga. Mereka memutar uang mereka di platform tersebut untuk berinvestasi.

Baca juga: OJK Minta Bantuan Google Blokir Aplikasi Fintech Ilegal

"Kami menduga karena di sana dikejar-kejar, sementara uang mereka sangat banyak. Maka mereka masuk ke sini," kata Tongam.

Namun, belum bisa dipastikan perusahaan itu bergerak di bidang apa karena OJK tidak bisa mendeteksi perusahaan-perusahaan yang namanya tidak terdaftar. OJK juga tak bisa memastikan jumlah nasabahnya karena tak memiliki data resmi.

"Kami perkirakan satu platform sampai ada 100.000 member dilihat dari yang mendownload aplikasinya. Kalau dikalikan dengan yang ilegal, bisa mencapai jutaan jumlahnya. Ini bisa merugikan konsumen kalau tidak dihentikan segera," kata Tongam.

Ada sejumlah dampak negatif dari fintech ilegal. Pertama, dapat digunakan unruk tindak pidana pencucian uang atau pendanaan terorisme.

Kedua, data dan informasi pengguna dapat disalahgunakan. Selain itu, tidak ada perlindungan terhadap pengguna karena perusahaannya abal-abal. Negara juga merugi karena tidak ada potensi penerimaan pajak.

Baca juga: Mayoritas Perusahaan Fintech Peer-to-Peer Lending Ilegal Berasal Dari China

"Hal ini bisa menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat untuk peer-to-peer lending," kata Tongam.

Tongam mengimbau masyarakat untuk memastikan betul latar belakang perusahaan fintech sebelum memberi pinjaman maupun meminjam uang. Pastikan perusahaan itu kredibel dan yang terpenting sudah terdaftar di OJK.

Saat ini tercatat ada 63 peer-to-peer lending fintech yang terdaftar di OJK. Nama-namanya bisa dilihat di laman resmi OJK www.ojk.go.id.

"Kita dorong entitas harus menuruti aturan di Indonesia. Semua fintech peer-to-peer lending harus terdaftar," kata Tongam.

Kompas TV Sesuai data OJK, penyaluran kredit melalui “peer to peer” mencapai sekitar Rp 4,7 Triliun di kuartal pertama 2018.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Whats New
Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Whats New
Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Whats New
Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Whats New
Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Whats New
Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Work Smart
Dukung 'Green Building', Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Dukung "Green Building", Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Whats New
Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Whats New
Kinerja Pegawai Bea Cukai 'Dirujak' Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Kinerja Pegawai Bea Cukai "Dirujak" Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Whats New
Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

Whats New
Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Work Smart
Viral Mainan 'Influencer' Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Viral Mainan "Influencer" Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Whats New
Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Minggu 28 April 2024

Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Minggu 28 April 2024

Spend Smart
Harga Emas Terbaru 28 April 2024 di Pegadaian

Harga Emas Terbaru 28 April 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Investasi Aman, Apa Perbedaan SBSN dan SUN?

Investasi Aman, Apa Perbedaan SBSN dan SUN?

Work Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com