Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
The Conversation
Wartawan dan akademisi

Platform kolaborasi antara wartawan dan akademisi dalam menyebarluaskan analisis dan riset kepada khalayak luas.

Seberapa Parah Ketimpangan Ekonomi di Indonesia?

Kompas.com - 31/08/2018, 10:02 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Saat ini, setidaknya 70 juta orang di Indonesia termasuk dalam golongan kelas konsumen. Kelompok ini diproyeksikan akan mencapai 135 juta orang pada 2030 atau setengah dari total penduduk Indonesia.

Sejak tahun 2000, kelas konsumen Indonesia sudah muncul dan terus berkembang kuat berkat pertumbuhan ekonomi selama dua dekade terakhir. Pendapatan mereka meningkat dikarenakan dua hal: kualifikasi pendidikan mereka tinggi dan permintaan pasar terhadap pekerja profesional terampil meningkat.

Kelompok kelas konsumen ini berperan cukup penting bagi Indonesia, yaitu meningkatkan pendapatan pajak negara dan menuntut pelayanan publik yang lebih baik dan transparan serta dapat dipertanggungjawabkan.

Namun di sisi lain, mereka yang berpendidikan rendah semakin sulit mengakses lapangan kerja. Mereka terjebak dalam pekerjaan dengan gaji rendah.

Banyak dari mereka adalah petani dan nelayan di daerah pedesaan dan mereka yang bekerja di sektor informal. Karena kenaikan upah mereka lebih lambat dibanding gaji pekerja terampil, ketimpangan ekonomi di Indonesia melebar.

Ketimpangan ekonomi dan pembangunan manusia

Tingginya ketimpangan ekonomi mengakibatkan kelompok berpendapatan rendah tidak mampu mengakses kebutuhan dan pelayanan dasar seperti makanan, kesehatan dan pendidikan.

Ini bisa berdampak buruk bagi masyarakat dan memperlambat proses pembangunan manusia, yang diukur dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM).

IPM mengukur pencapaian rata-rata suatu negara dalam tiga dimensi: kesehatan, pendidikan, dan penghasilan individu untuk mendukung kehidupan yang layak.

Ada empat kategori pembangunan manusia, yaitu sangat tinggi (IPM lebih dari 80), tinggi (antara 70 dan 80), sedang (antara 60 dan 70), dan rendah (di bawah 60).

Berdasarkan data IPM dari lembaga PBB, United Nations Development Programme (UNDP), Indonesia termasuk dalam kategori pembangunan manusia sedang.

Namun, tingginya kesenjangan antara kaya dan miskin tampaknya telah memperlambat pembangunan manusia Indonesia.

Menurut Human Development Reports, sepanjang tahun 2000-an IPM Indonesia meningkat rata-rata 0,92 persen per tahun dari 60,4 pada tahun 2000 menjadi 66,2 pada 2010. Indeks Gini selama periode itu antara 31,0 dan 38,0.

Dari tahun 2010 hingga 2014, IPM Indonesia tumbuh jauh lebih lambat, 0,78 persen per tahun karena ketimpangan ekonomi saat itu lebih tinggi. Pada masa kepresidenan SBY periode kedua, Indeks Gini naik menjadi 41,0.

Menurut para ekonom, pembangunan manusia sebuah negara tergantung pada dua pendorong utama: pertumbuhan ekonomi dan turunnya ketimpangan antarpenduduk. Di bawah pemerintahan Jokowi, Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi sekaligus turunnya ketimpangan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com