Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
The Conversation
Wartawan dan akademisi

Platform kolaborasi antara wartawan dan akademisi dalam menyebarluaskan analisis dan riset kepada khalayak luas.

Seberapa Parah Ketimpangan Ekonomi di Indonesia?

Kompas.com - 31/08/2018, 10:02 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Yenny Tjoe

SEBAGAI ekonomi terbesar di Asia Tenggara, Indonesia telah berhasil menurunkan tingkat kemiskinan lebih dari setengah dari angka di tahun 1999.

Namun, laporan World Bank pada 2015 memberikan peringatan. Sejak tahun 2000, ketimpangan ekonomi di Indonesia meningkat pesat. Pertumbuhan ekonomi yang ada lebih dinikmati oleh 20 persen penduduk terkaya daripada masyarakat umum lainnya.

Namun, kebijakan untuk mengatasi kesenjangan ekonomi di bawah Presiden Joko Widodo tampaknya memberikan hasil.

Pertumbuhan ekonomi dan meningkatnya ketimpangan

Pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini menduduki urutan ketiga tercepat di antara negara-negara anggota G-20.

Statistik terbaru menunjukkan bahwa sejak 2000 hingga 2017, Produk Domestik Bruto Indonesia (PDB) per kapita meningkat rata-rata 4 persen setiap tahun, setelah China dan India, yang masing-masing tumbuh 9 persen dan 5,5 persen per tahun.

Namun, pertumbuhan ekonomi Indonesia memicu tingginya ketimpangan antarpenduduk. Hal ini tecermin dalam Indeks Gini, yakni indeks untuk mengukur ketimpangan dalam sebuah negara dari 0 (kesetaraan sempurna) sampai 100 (ketidaksetaraan sempurna).

Data dari Bank Dunia mengungkapkan Indeks Gini Indonesia meningkat dari 30,0 pada dekade 1990-an menjadi 39,0 pada 2017.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ketimpangan di Indonesia mulai meningkat pada awal 1990-an.

Krisis moneter 1998 sempat menurunkan ketimpangan di Indonesia karena krisis tersebut berdampak signifikan terhadap kalangan orang kaya pada saat itu. Namun, kesenjangan antara si kaya dan si miskin kembali meningkat cepat pada masa pemerintahan Megawati Soekarnoputri dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Indeks Gini naik dari 31,0 pada masa kepresidenan Megawati tahun 2001 menjadi 41,0 pada tahun 2014 di bawah pemerintahan SBY.

Indeks Gini Indonesia, 1990 - 2017; Sumber: BPS.THE CONVERSATION/YENNY TJOE Indeks Gini Indonesia, 1990 - 2017; Sumber: BPS.

Ketimpangan didorong oleh kelas konsumen

Laporan Bank Dunia pada 2015 menyebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya dinikmati oleh 20 persen kelompok terkaya. Kelompok ini diidentifikasi sebagai kelas konsumen.

Mereka adalah orang-orang yang berpendapatan bersih per tahun di atas 3.600 dollar AS atau Rp 52,6 juta dan pengeluaran per hari nya sekitar 10 dollar AS hingga 100 dollar AS untuk makanan, transportasi, dan perlengkapan rumah tangga lainnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Harga Saham BBRI 'Nyungsep' 5 Persen, Investor 'Buy' atau 'Hold'?

Harga Saham BBRI "Nyungsep" 5 Persen, Investor "Buy" atau "Hold"?

Whats New
Cara Hapus Daftar Transfer di BCA Mobile

Cara Hapus Daftar Transfer di BCA Mobile

Work Smart
Perkuat Stabilitas Rupiah di Tengah Ketegangan Dunia

Perkuat Stabilitas Rupiah di Tengah Ketegangan Dunia

Whats New
Bantu Industri Hadapi Risiko Geopolitik, PGN Bakal Bangun Hub Optimalkan LNG Lintas Negara

Bantu Industri Hadapi Risiko Geopolitik, PGN Bakal Bangun Hub Optimalkan LNG Lintas Negara

Whats New
Mendag Musnahkan 27.078 Ton Produk Baja Ilegal Milik PT Hwa Hook Steel

Mendag Musnahkan 27.078 Ton Produk Baja Ilegal Milik PT Hwa Hook Steel

Whats New
Survei BI: Penyaluran Kredit Baru Perbankan Tumbuh pada Kuartal I-2024

Survei BI: Penyaluran Kredit Baru Perbankan Tumbuh pada Kuartal I-2024

Whats New
Bangun Ekosistem Hunian Terintegrasi Internet, Perumnas Gandeng Telkomsel

Bangun Ekosistem Hunian Terintegrasi Internet, Perumnas Gandeng Telkomsel

Whats New
Kalog Express Layani Pengiriman 3.186 Ton Barang Selama Lebaran 2024

Kalog Express Layani Pengiriman 3.186 Ton Barang Selama Lebaran 2024

Whats New
Bank Sentral Jepang Pertahankan Suku Bunga

Bank Sentral Jepang Pertahankan Suku Bunga

Whats New
Temukan Jaringan Narkotika di Tangerang, Bea Cukai dan BNNP Banten Musnahkan 21 Kg Sabu

Temukan Jaringan Narkotika di Tangerang, Bea Cukai dan BNNP Banten Musnahkan 21 Kg Sabu

Whats New
Dorong UMKM 'Go Global', Pertamina Kembali Gelar UMK Academy 2024

Dorong UMKM "Go Global", Pertamina Kembali Gelar UMK Academy 2024

Whats New
Mata Uang Polandia Bukan Euro meski Gabung Uni Eropa, Apa Alasannya?

Mata Uang Polandia Bukan Euro meski Gabung Uni Eropa, Apa Alasannya?

Whats New
Bersinergi Bersama, Bea Cukai dan BNN Usut Tuntas 4 Kasus Peredaran Sabu dan Ganja di Jateng

Bersinergi Bersama, Bea Cukai dan BNN Usut Tuntas 4 Kasus Peredaran Sabu dan Ganja di Jateng

Whats New
Dana Asing Rp 29,73 Triliun Cabut dari Indonesia, Ini Kata Sri Mulyani

Dana Asing Rp 29,73 Triliun Cabut dari Indonesia, Ini Kata Sri Mulyani

Whats New
Pelita Air Buka Rute Langsung Jakarta-Kendari, Simak Jadwalnya

Pelita Air Buka Rute Langsung Jakarta-Kendari, Simak Jadwalnya

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com