Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kondisi Perekonomi China 2019 Terancam Makin Jeblok

Kompas.com - 31/12/2018, 07:44 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita ,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

Sumber CNN

HONG KONG, KOMPAS.com - Pertumbuhan ekonomi China melambat setelah setelah selama beberapa dekade ini meningkat tajam. Pada 2018 ini, ekonomi negeri tirai bambu tersebut menjadi yang terlemah sejak 1990. Pertumbuhan ekonomi China pada 2019 bahkan diprediksi semakin memburuk.

Negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia ini merasakan efek dari prospek perdagangan yang semakin gelap dan upaya pemerintah untuk mengendalikan pinjaman berisiko setelah kenaikan tingkat utang yang pesat.

"Kombinasi keduanya belum pernah terjadi sebelumnya. Ini menciptakan tingkat ketidakpastian dan risiko yang tinggi," ujar analis Moody's sebagaimana dikutip dari CNN, Senin (31/12/2018).

Apa yang terjadi di China tersebut akan sangat berpegaruh bagi bisnis dan pasar keuangan di seluruh dunia. Pasalnya, negeri panda ini merupakan pengekspor barang terbesar di dunia, menyerap bahan-bahan dari negara lain untuk mengekspor iPhone, laptop, buldoser, dan banyak produk lainnya.

Baca juga: Berita Populer: Tinggi Gunung Anak Krakatau Susut hingga China Impor Beras dari AS

Kelas menengah yang berkembang pesat di negara ini telah mengubahnya menjadi pasar terbesar di dunia untuk barang-barang konsumsi seperti mobil, smartphone, dan bir, serta menghasilkan miliaran laba untuk perusahaan seperti General Motors dan Apple.

"China sudah menjadi mesin pertumbuhan terbesar di dunia," ujar Rajiv Biswas, kepala ekonom Asia-Pasifik di perusahaan riset IHS Markit.

Perang dagang

Kekhawatiran tentang kesehatan ekonomi China telah menyebar melalui pasar keuangan. Indeks saham patokan negara tersebut anjlok pada Juni dan turun 25 persen sejak awal tahun. Hal ini juga mempengaruhi pasar di Eropa dan Amerika Serikat.


Hal yang masih belum pasti adalah parahnya pelambatan ekonomi dan seberapa jauh pemerintah China bisa mengurangi dampaknya.

Kuncinya adalah bagaimana perang dagang antara Amerika Serikat dan China, yang dimulai tahun ini, akan berlangsung pada 2019. Setelah memberlakukan tarif bernilai ratusan miliar dollar AS, kedua belah pihak sekarang mencoba untuk menegosiasikan kesepakatan pada akhir Februari. Jika gagal, perang tarif akan terus berlangsung.

Sementara itu, pukulan ekonomi dari perang perdagangan diperkirakan akan menjadi lebih nyata di China dalam beberapa bulan mendatang. Hal ini bisa merugikan ekspor dan keuntungan perusahaan negara ini.

"Pertumbuhan ekspor akan tertekan, bahkan jika dampak pengenaan tarif bisa dihindari," ujar Julian Evans-Pritchard, ekonom senior China di perusahaan riset Capital Economics.

Lantas muncul pertanyaan, apakah kedua pemerintah akan mencapai kesepakatan dalam dua bulan ke depan. Konflik AS dan China yang berkembang lebih dari sekadar perdagangan, namun juga mencakup teknologi, kekayaan intelektual, investasi, kebijakan industri, dan akses pasar.

Selain memberlakukan tarif, pemerintah AS tahun ini mencegah dua perusahaan teknologi besar China untuk membeli komponen penting buatan Amerika. AS juga meningkatkan pengawasan investasi asing.

Dalam laporannya, analis di perusahaan investasi Vanguard mengatakan bahwa jalan menuju gencatan senjata antara dua negara adidaya ekonomi itu kemungkinan akan terjal dan berkepanjangan. Dalam prosesnya, hal itu bisa merusak ekonomi kedua negara itu.

Perang dagang ini memiliki potensi untuk memukul pertumbuhan China secara signifikan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Cara Bayar Tagihan FIF di ATM BCA, BRI, BNI, Mandiri, dan BTN

Cara Bayar Tagihan FIF di ATM BCA, BRI, BNI, Mandiri, dan BTN

Spend Smart
Bank Mandiri Tegaskan Tetap Jadi Pemegang Saham Terbesar BSI

Bank Mandiri Tegaskan Tetap Jadi Pemegang Saham Terbesar BSI

Whats New
Cek Jadwal Pembagian Dividen Astra Otoparts

Cek Jadwal Pembagian Dividen Astra Otoparts

Whats New
Syarat Ganti Kartu ATM Mandiri di CS Machine dan Caranya

Syarat Ganti Kartu ATM Mandiri di CS Machine dan Caranya

Whats New
Status Internasional Bandara Supadio Dihapus, Pengamat: Hanya Jadi 'Feeder' bagi Malaysia dan Singapura

Status Internasional Bandara Supadio Dihapus, Pengamat: Hanya Jadi "Feeder" bagi Malaysia dan Singapura

Whats New
Naik 36 Persen, Laba Bersih Adaro Minerals Capai Rp 1,88 Triliun Sepanjang Kuartal I-2024

Naik 36 Persen, Laba Bersih Adaro Minerals Capai Rp 1,88 Triliun Sepanjang Kuartal I-2024

Whats New
Jokowi Tambah Alokasi Pupuk Subsidi Jadi 9,55 Juta Ton di 2024

Jokowi Tambah Alokasi Pupuk Subsidi Jadi 9,55 Juta Ton di 2024

Whats New
Dampak Erupsi Gunung Ruang, 5 Bandara Masih Ditutup Sementara

Dampak Erupsi Gunung Ruang, 5 Bandara Masih Ditutup Sementara

Whats New
Kadin Gandeng Inggris, Dukung Bisnis Hutan Regeneratif

Kadin Gandeng Inggris, Dukung Bisnis Hutan Regeneratif

Whats New
Harita Nickel Catat Kenaikan Pendapatan 26 Persen pada  Kuartal I 2024

Harita Nickel Catat Kenaikan Pendapatan 26 Persen pada Kuartal I 2024

Whats New
Bappenas Buka Lowongan Kerja hingga 5 Mei 2024, Simak Persyaratannya

Bappenas Buka Lowongan Kerja hingga 5 Mei 2024, Simak Persyaratannya

Work Smart
Wujudkan Visi Indonesia Emas 2045, Kemenko Perekonomian Berupaya Percepat Keanggotaan RI dalam OECD

Wujudkan Visi Indonesia Emas 2045, Kemenko Perekonomian Berupaya Percepat Keanggotaan RI dalam OECD

Whats New
Indonesia dan Arab Saudi Sepakat Menambah Rute Penerbangan Baru

Indonesia dan Arab Saudi Sepakat Menambah Rute Penerbangan Baru

Whats New
BJBR Bukukan Laba Rp 453 Miliar pada Kuartal I 2024

BJBR Bukukan Laba Rp 453 Miliar pada Kuartal I 2024

Whats New
Microsoft Investasi Rp 27,6 Triliun di RI, Luhut: Tidak Akan Menyesal

Microsoft Investasi Rp 27,6 Triliun di RI, Luhut: Tidak Akan Menyesal

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com