Tingginya persentase capaian penerimaan negara dan penyerapan belanja negara membuahkan realisasi defisit anggaran negara yang mengecil.
Dalam APBN 2018, realiasi defisit anggaran sebesar 1,76 persen dari PDB (dibandingkan target APBN 2018 sebesar 2,19 persen). Defisit anggaran ini merupakan yang terkecil sejak tahun 2012.
Dalam APBN 2019, defisit keseimbangan primer dapat ditekan mendekati nol, yaitu sebesar Rp 1,8 triliun. Angka defisit keseimbangan primer ini turun jauh dibandingkan dengan keseimbangan primer tahun 2017 yang masih negatif sebesar Rp 124,4 triliun.
Keseimbangan primer negatif sebesar Rp 1,8 triliun merupakan yang terendah sejak tahun 2012.
Hal ini juga berarti pemerintah semakin menjaga agar APBN tidak digunakan untuk gali lubang tutup lubang.
Dalam empat tahun terakhir, APBN cukup mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan berdampak pada menurunnya tingkat kemiskinan.
Tingkat kemiskinan turun dari 11,25 persen pada Maret 2014 menjadi 9,82 persen pada Maret 2018. Tingkat kemiskinan dalam satu digit ini merupakan yang pertama kali dicapai oleh pemerintah Indonesia.
Rasio Gini atau tingkat ketimpangan pendapatan masyarakat juga turun dari 0,406 menjadi 0,389 pada periode yang sama.
Hal ini mengindikasikan kesejahteraan di masyarakat lebih merata dan berangsur membaik. Perbedaan pendapatan antara golongan menengah ke atas dan golongan menengah ke bawah semakin kecil.
Tingkat pengangguran terbuka (TPT) juga mengalami penurunan dari 5,70 persen pada Februari 2014 menjadi 5,34 persen pada Agustus 2018.
Penurunan tingkat pengangguran didukung oleh program pemerintah dalam menciptakan lapangan kerja, seperti iklim usaha yang sehat, kemudahan, dan insentif bagi para pelaku usaha, dan pembangunan proyek infrastruktur.
Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan alat yang telah dipilih oleh lembaga eksekutif dan legislatif negara ini dalam mencapai cakupan kesehatan semesta atau universal health coverage (UHC).
Indikasi tercapainya UHC adalah ketika seluruh masyarakat memiliki akses kepada layanan kesehatan yang dibutuhkan dengan biaya yang relatif terjangkau.
Peserta JKN per 1 Januari 2019 sudah mencapai 215,78 juta jiwa atau sekitar 81 persen dari total penduduk Indonesia.
Hal ini menjadikan BPJS Kesehatan sebagai penyelenggara jaminan kesehatan dengan peserta terbanyak di dunia.
Pada sisi dimensi layanan kesehatan yang dibutuhkan, program JKN memberikan jaminan atas seluruh jenis penyakit sepanjang terdapat indikasi medis.
Selain itu, sebagai program sosial, JKN juga menerima seluruh warga menjadi peserta tanpa dilakukan berbagai jenis tes (screening) terlebih dahulu.
Tantangan yang dihadapi program JKN memang tidak mudah. Pemerintah menyadari bahwa BPJS Kesehatan mengalami defisit, di antaranya akibat iuran peserta yang relatif rendah karena mempertimbangkan daya beli masyarakat agar tidak memberikan beban yang berlebihan bagi peserta.
Iuran kelas 3 program ini, misalnya, hanya dikenakan biaya per orang per bulan sebesar Rp 25.500.
Beberapa studi menunjukkan bahwa meski out of pocket (OOP) di Indonesia masih relatif tinggi, JKN berhasil menurunkan biaya OOP dimaksud.