Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kestabilan Rupiah Jadi Dasar Pertumbuhan Ekonomi Sehat

Kompas.com - 21/09/2017, 17:45 WIB
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Bank Indonesia (BI) menyatakan, kestabilan nilai tukar rupiah menjadi dasar dalam mencapai pertumbuhan ekonomi yang sehat, berkesinambungan, seimbang, dan inklusif.

Bank sentral pun menyatakan tetap menjaga stabilitas nilai tukar rupiah sesuai fundamentalnya. Hal tersebut disampaikan Gubernur BI Agus DW Martowardojo dalam Orasi Ilmiah pada acara Dies Natalis 67 tahun Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI), Rabu (20/9/2017).

“Kita tidak ingin pembangunan yang kuat saat ini, tetapi esok bisa jatuh. Kita tidak ingin pembangunan yang membuat jarak antara yang kaya dan yang miskin semakin lebar jaraknya,” kata Agus.

Agus pun menjelaskan mengenai fungsi dan tugas BI dalam menjaga nilai tukar dalam tiga pilar, yakni kebijakan moneter, pengaturan sistem pembayaran, dan stabilitas sistem keuangan.

(Baca: India Akan Geser China jadi Mesin Pertumbuhan Ekonomi Dunia)

Terkait kebijakan moneter, Agus menjelaskan bauran kebijakan yang dilakukan dalam menjaga inflasi yang terus membaik dalam beberapa tahun terakhir.

"Kami mengharapkan Indonesia bisa masuk menjadi negara dengan inflasi rendah dan stabil,” tutur dia.

Bila dibandingkan dengan negara tetangga, inflasi Indonesia dalam 6 tahun terakhir masih berada pada rata-rata 5,2 persen, lebih tinggi dengan Filipina di bawah 3 persen, maupun Malaysia dan Thailand pada kisaran 2 persen.

Tingginya rata-rata tingkat inflasi karena terjadi kenaikan harga bahan bakaf minyak yang menyebabkan inflasi tahunan pada 2013 dan 2014 menembus 8,3 persen.

“Namun 2017 inflasi terjaga pada level 4 persen dan pada 2018 kita menargetkan inflasi pada kisaran 3,5 persen,” ujar Agus.

Agus mengungkapkan pula bahwa Indonesia harus mewaspadai ancaman global terhadap ekonomi.

Ancaman utama adalah pembalikan modal atau capital reversal akibat kenaikan suku bunga acuan AS Fed Fund Rate setelah ekonomi AS mengalami pemulihan.

Selain itu, juga perlu diwaspadai bila bank sentral AS Federal Reserve mengurangi neraca (balance sheet) surat utang. Hal ini dapat mengakibatkan kenaikan nilai dollar AS.

"Kita juga perlu mewaspadai penurunan kinerja perusahaan ritel, penurunan nilai tukar petani, penurunan pendapatan buruh. Kita harus mewaspadai ini dan perlu disikapi pada sisi fiskal,” ujarnya.

Orasi ilmiah ini dihadiri oleh Rektor UI Muhammad Anis, Dekan FEB Ari Kuncoro, ketua Ikatan Alumni FEB UI sekaligus Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara, serta segenap para alumni FEB UI dan mahasiswa FEB UI.

Setelah orasi ilmiah, acara Dies Natalis FEB UI dilanjutkan dengan pemberian anugerah Wiraprakartsa Adhitama kepada tiga orang alumni yang memiliki kontribusi yang luar biasa kepada negara.

Tiga orang alumni tersebut adalah Rachmat Saleh yang merupakan mantan Gubernur BI dan Menteri Perdagangan, kemudian Hans Kartikahadi yang merupajan pendiri Deloitte Indonesia dan Harry Hamain Diah, yang merupakan tokoh asuransi Indonesia sekaligus pendiri Avrist Insurance.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com