Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Muhammad Fajar Marta

Wartawan, Editor, Kolumnis 

Usaha Garam Rakyat dan Persoalan yang Membelitnya

Kompas.com - 14/08/2017, 09:10 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorMuhammad Fajar Marta

Di titik inilah, kartel memainkan strateginya. Mereka memborong garam rakyat yang harganya sudah sangat murah itu.

Garam rakyat seharga Rp 400 per kg itu kemudian mereka oplos dengan garam impor yang harganya sekitar Rp 600 per kg. Jadi modal mereka hanya sekitar Rp 500 per kg. Lalu mereka jual ke konsumen dengan harga Rp 2.000 per kg. Mereka untung Rp 1.500 per kg atau tiga kali lipat dari modal. Jika setahun impor garam mencapai 2 juta ton, maka kartel untung Rp 3 triliun,” kata Susi.

Kondisi ini menyebabkan lingkaran setan pada industri garam. Karena selalu merugi saat panen, banyak petani yang akhirnya beralih profesi. Akibatnya, produksi garam nasional semakin lama kian menurun.

Kondisi inilah yang menjelaskan mengapa Indonesia yang 70 persen wilayahnya adalah laut dan memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia terus mengimpor garam selama puluhan tahun.

Dari total konsumsi garam sebesar 3,2 juta ton per tahun, lebih dari setengahnya berasal dari impor. Belakangan, impor garam cenderung meningkat. Pada 2016, impor garam mencapai 2,14 juta ton, naik 15 persen dibandingkan tahun 2015 yang sebanyak 1,86 juta ton.

Rekomendasi KKP

Menurut Menteri Susi, permainan kartel ini harus dihentikan. Sebagai kementerian yang bertanggung jawab terhadap nasib petambak garam, KKP pun berjuang agar mendapatkan kewenangan untuk ikut mengatur impor garam. Karena faktanya, industri garam rakyat babak belur akibat impor garam yang tak terkendali.

Melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 125 Tahun 2015 tentang Ketentuan Impor Garam, untuk pertama kalinya, akhirnya KKP dilibatkan dalam urusan importasi garam. Jadi sekarang importasi garam bukan lagi urusan Kementerian Perdagangan (Kemendag) dan Kementerian Perindustrian semata. 

Dalam pasal 12 huruf b Permendag tersebut dinyatakan, impor garam konsumsi hanya dapat dilakukan oleh BUMN bidang garam yakni PT Garam setelah mendapat rekomendasi dari KKP. Adapun izin impor tetap dikeluarkan oleh Kemendag.

Selain itu, Permendag tersebut juga mengatur bahwa garam industri impor tidak bisa dipindahtangankan ke pihak lain. Artinya, importir harus menggunakan sendiri garam industri yang diimpornya.

Aturan ini bertujuan agar garam industri impor tidak diperjualbelikan sebagai garam konsumsi, sebagai upaya melindungi petambak yang memproduksi garam konsumsi.

Berbeda dengan garam konsumsi, garam industri bisa diimpor oleh siapa saja sepanjang memiliki izin dari Kemendag.

Selanjutnya, untuk memperkuat peran KKP dalam urusan impor garam, diterbitkanlah UU nomor 7 tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam.

Pasal 37 ayat 3 UU tersebut menyatakan, impor komoditas perikanan dan pergaraman harus mendapat rekomendasi dari KKP.

Dengan aturan-aturan tersebut, kini impor garam menjadi lebih terkendali dan merembesnya garam industri ke pasar bisa diminimalisir. Dampaknya, harga garam di tingkat petambak menjadi lebih baik.

Halaman Berikutnya
Halaman:

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com