Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Muhammad Fajar Marta

Wartawan, Editor, Kolumnis 

Susi dan Tiga Pilar yang Tak Sekadar Mitos

Kompas.com - 07/09/2017, 05:15 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorAprillia Ika

Dulu, Indonesia dikenal sebagai macan Asia. Dengan kekayaan alam yang berlimpah dan demografi yang besar, Indonesia digadang-gadang akan dengan cepat melesat menjadi negara maju.

Pendiri Singapura Lee Kuan Yew, dalam bukunya yang berjudul One Man's View of The World  mengatakan, Indonesia merupakan negara yang dikaruniai sumber alam melimpah. Kekayaan alam itu semestinya bisa dijadikan salah satu modal untuk berkembang menjadi negara maju.

Namun faktanya, Indonesia tak kunjung menjadi negara maju. Bahkan seiring waktu, satu per satu kekayaan alam Indonesia justru habis tanpa menciptakan kemakmuran pada generasi-generasi berikutnya.

Pada 1970-an, negara-negara net eksportir minyak termasuk Indonesia menikmati booming minyak bumi. Namun, itu tidak bisa dimanfaatkan secara optimal untuk membangun negeri. Sekarang, ironisnya, Indonesia justru menjadi net importir minyak.

Pada 1980-an, Indonesia kembali kehilangan kesempatan dari booming kayu. Saat itu, hutan dibabat dan kayunya dijual secara besar-besaran. Kini, yang tersisa hanyalah hutan-hutan rusak nan gundul.

Dekade berikutnya, lagi-lagi Indonesia tidak mampu membangun fondasi ekonomi yang kuat dari booming tambang dan batubara. Padahal, lahan-lahan telah dikeruk, menyisakan bencana bagi generasi berikutnya.

Akibatnya, hingga kini Indonesia tetaplah menjadi negara medioker dengan pendapatan per kapita hanya Rp 47,96 juta per tahun atau sekitar Rp 4 juta per bulan, jauh lebih kecil dibandingkan negara tetangga Singapura dan Malaysia.

Jumlah orang miskin di Indonesia juga cukup besar, mencapai 27,77 juta orang atau 10,64 persen dari jumlah total penduduk. 

Mengapa semua itu bisa terjadi? Itu karena bangsa ini tidak pernah berupaya mengimplementasikan prinsip tiga pilar dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam yakni kedaulatan, keberlanjutan, dan kesejahteraan, seperti yang dicita-citakan para pendiri bangsa. Pilar kedaulatan, keberlanjutan, dan kesejahteraan selama ini bisa dibilang hanya sekadar mitos.

Sektor minyak dan gas (migas) Indonesia saat ini didominasi perusahaan-perusahaan asing. Begitu pula sektor tambang.



28th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com