Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bankir: Biaya "Top Up" Uang Elektronik Lebih Murah Dibanding Biaya Parkir

Kompas.com - 18/09/2017, 12:29 WIB
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wacana pengenaan biaya isi ulang (top up) uang elektronik mulai mengemuka di masyarakat dengan berbagai pandangan.

Pengenaan biaya ini sejalan dengan penerapan transaksi pembayaran nontunai di seluruh gerbang tol di Indonesia bulan depan.

Beberapa pihak memandang pengenaan biaya top up bakal memberatkan masyarakat. Akan tetapi, pihak perbankan mengakui biaya tersebut tidak memberatkan.

"Biaya tidak membebankan karena wacananya dalam fixed, jika top up Rp 10.000 atau Rp 1 juta akan sama," kata Direktur PT Bank Central Asia Tbk Santoso melalui pesan singkat akhir pekan lalu.

(Baca: Mantan Ketua Perbanas Tak Setuju dengan Biaya "Top Up" Uang Elektronik)

Santoso menjelaskan ada banyak manfaat yang bisa didapatkan masyarakat untuk menggunakan uang elektronik.

Apabila masyarakat satu kali melakukan top up, maka saldo dapat digunakan untuk berbagai keperluan selain tol, seperti misalnya transportasi publik maupun belanja di merchant (toko).

Dalam bertransaksi dengan uang elektronik, nasabah tidak akan dikenakan biaya setiap kali transaksi.

Santoso mengungkapkan, hal yang penting adalah harus mengedukasi masyarakat bahwa sistem pembayaran membutuhkan upaya semua pihak, termasuk masyarakat.

(Baca: Pengusaha Truk Keberatan Ada Biaya Top Up Uang Elektronik )

Pasalnya, dengan adanya uang elektronik, transaksi akan lebih mudah dan cepat.

Namun Santoso tidak merinci berapa besaran biaya top up yang fleksibel itu. "Yang pasti biaya top up akan lebih kecil daripada uang parkir," ujar Santoso.

Ia mengaku tidak bisa menjelaskan secara terperinci mengenai besaran biaya top up lantaran merupakan ranah Bank Indonesia (BI) sebagai otoritas sistem pembayaran.

Bank sentral pun kini tengah menggodok aturan mengenai hal itu dan dikabarkan sudah mencapai tahap finalisasi.

(Baca: Bankir Klaim Biaya Isi Ulang Uang Elektronik Masih Murah)

Menurut Santoso, biaya top up tersebut sepenuhnya akan digunakan bank untuk menutupi biaya-biaya operasional. Dengan begitu, layanan pembayaran nontunai dapat dipertahankan.

"Mungkin yang penting spiritnya. Gerakan Non-Tunai adalah kegiatan positif karena semua pihak diuntungkan. Jadi untuk mendorong keuntungan yang lebih baik di masyarakat modern maka kita bersama dan kita bersama-sama juga mengambil konsekuensinya," jelas Santoso.

Tidak Fair

Sebelumnya, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia ( YLKI) mengkritisi rencana Bank Indonesia (BI) untuk membebaskan perbankan menarik biaya tambahan untuk top up uang elektronik.

(Baca: YLKI: Biaya Top Up Uang Elektronik Tidak Fair untuk Konsumen)

Padahal, Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi menganggap sistem non-tunai dilakukan demi efisiensi dan keamanan dalam bertransaksi.

"Namun, menjadi kontra-produktif jika BI justru mengeluarkan peraturan bahwa konsumen dikenakan biaya top up pada setiap uang elektroniknya. Secara filosofis apa yang dilakukan BI justru bertentangan dengan upaya mewujudkan cashless society tersebut," kata Tulus, Minggu (17/9/2017).

Tulus menjelaskan, tanpa biaya tambahan, perbankan sudah diuntungkan melalui penerapan transaksi non-tunai.

Sebab, lanjut dia, perbankan akan menerima uang di muka, sementara transaksi atau pembelian belum dilakukan konsumen.

(Baca:  Jangan Lupa, Mulai 31 Oktober Bayar Tol Pakai Uang Elektronik)

Dengan demikian, Tulus memandang tidak fair rencana penerapan biaya tambahan untuk top up uang elektronik.

Kompas TV Bank Indonesia menyatakan perbankan penerbit uang elektronik diperbolehkan menarik biaya transaksi isi ulang.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Waspada Modus Penipuan Keuangan Baru yang Mengincar Masyarakat pada 2024

Waspada Modus Penipuan Keuangan Baru yang Mengincar Masyarakat pada 2024

Whats New
Menkominfo: Jurnalistik Harus Investigasi, Masa Harus Dilarang...?

Menkominfo: Jurnalistik Harus Investigasi, Masa Harus Dilarang...?

Whats New
Maskapai Emirates Buka Lowongan Kerja di Jakarta, Lulusan SMA Bisa Daftar

Maskapai Emirates Buka Lowongan Kerja di Jakarta, Lulusan SMA Bisa Daftar

Whats New
Didukung Konsumsi yang Tinggi, Prospek Bisnis Distribusi Beras Dinilai Makin Cerah

Didukung Konsumsi yang Tinggi, Prospek Bisnis Distribusi Beras Dinilai Makin Cerah

Whats New
PGN Lunasi Utang Obligasi Dollar AS Pada 2024

PGN Lunasi Utang Obligasi Dollar AS Pada 2024

Whats New
Sandiaga: Investasi di Sektor Parekraf Capai Rp 11 Triliun di Kuartal I 2024

Sandiaga: Investasi di Sektor Parekraf Capai Rp 11 Triliun di Kuartal I 2024

Whats New
Kelas 1,2,3 Diganti Jadi KRIS, Ini Penjelasan Dirut BPJS Kesehatan

Kelas 1,2,3 Diganti Jadi KRIS, Ini Penjelasan Dirut BPJS Kesehatan

Whats New
Harga Bahan Pokok Selasa 14 Mei 2024 Mayoritas Naik

Harga Bahan Pokok Selasa 14 Mei 2024 Mayoritas Naik

Whats New
Pendaftaran Sekolah Kedinasan Dibuka Besok Lewat SSCASN

Pendaftaran Sekolah Kedinasan Dibuka Besok Lewat SSCASN

Whats New
Lowongan Kerja Astra Honda Motor, Ini Posisi dan Persyaratannya

Lowongan Kerja Astra Honda Motor, Ini Posisi dan Persyaratannya

Work Smart
Harga Emas Terbaru 14 Mei 2024 di Pegadaian

Harga Emas Terbaru 14 Mei 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Perilaku Petugas Penagihan 'Fintech Lending' Paling Banyak Diadukan Masyarakat

Perilaku Petugas Penagihan "Fintech Lending" Paling Banyak Diadukan Masyarakat

Whats New
Imbas Kasus Kekerasan, Kemenhub Tidak Buka Penerimaan Taruna Baru STIP Jakarta Tahun Ini

Imbas Kasus Kekerasan, Kemenhub Tidak Buka Penerimaan Taruna Baru STIP Jakarta Tahun Ini

Whats New
Sri Mulyani Lagi-lagi Bertemu Pimpinan Bea Cukai, Bahas Keluhan Masyarakat

Sri Mulyani Lagi-lagi Bertemu Pimpinan Bea Cukai, Bahas Keluhan Masyarakat

Whats New
Mengapa Malaysia dan Singapura Hambat Industri Semikonduktor Indonesia?

Mengapa Malaysia dan Singapura Hambat Industri Semikonduktor Indonesia?

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com