JAKARTA, KOMPAS.com - Bank Indonesia (BI) menyatakan, kestabilan nilai tukar rupiah menjadi dasar dalam mencapai pertumbuhan ekonomi yang sehat, berkesinambungan, seimbang, dan inklusif.
Bank sentral pun menyatakan tetap menjaga stabilitas nilai tukar rupiah sesuai fundamentalnya. Hal tersebut disampaikan Gubernur BI Agus DW Martowardojo dalam Orasi Ilmiah pada acara Dies Natalis 67 tahun Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI), Rabu (20/9/2017).
“Kita tidak ingin pembangunan yang kuat saat ini, tetapi esok bisa jatuh. Kita tidak ingin pembangunan yang membuat jarak antara yang kaya dan yang miskin semakin lebar jaraknya,” kata Agus.
Agus pun menjelaskan mengenai fungsi dan tugas BI dalam menjaga nilai tukar dalam tiga pilar, yakni kebijakan moneter, pengaturan sistem pembayaran, dan stabilitas sistem keuangan.
(Baca: India Akan Geser China jadi Mesin Pertumbuhan Ekonomi Dunia)
Terkait kebijakan moneter, Agus menjelaskan bauran kebijakan yang dilakukan dalam menjaga inflasi yang terus membaik dalam beberapa tahun terakhir.
"Kami mengharapkan Indonesia bisa masuk menjadi negara dengan inflasi rendah dan stabil,” tutur dia.
Bila dibandingkan dengan negara tetangga, inflasi Indonesia dalam 6 tahun terakhir masih berada pada rata-rata 5,2 persen, lebih tinggi dengan Filipina di bawah 3 persen, maupun Malaysia dan Thailand pada kisaran 2 persen.
Tingginya rata-rata tingkat inflasi karena terjadi kenaikan harga bahan bakaf minyak yang menyebabkan inflasi tahunan pada 2013 dan 2014 menembus 8,3 persen.
“Namun 2017 inflasi terjaga pada level 4 persen dan pada 2018 kita menargetkan inflasi pada kisaran 3,5 persen,” ujar Agus.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.