Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Zakat Jadi Alternatif Pengentasan Kemiskinan

Kompas.com - 30/10/2017, 17:07 WIB
Kontributor Semarang, Nazar Nurdin

Penulis

Pembayaran zakat, kata dia, telah diajarkan oleh agama. Orang-orang yang kategori kaya atau mampu menyisihkan pendapatannya untuk membantu yang miskin. Penghasilan pegawai negeri sipil juga dipotong zakatnya 2,5 persen untuk keperluan ini.

Konsep zakat adalah gotong royong, pemberdayaan masyarakat mampu untuk membantu yang tidak mampu.

Menurut Daroji, pola distribusi dana zakat difokuskan pada dua hal, yaitu untuk hal yang produktif dan tidak. Hal produktif, misalnya dana zakat disalurkan Rp 2,5 juta perorang untuk pembuatan modal usaha, plus pendampingannya. Sementara non produktif digunakan untuk pembiayaan orang sakit, beasiswa, hingga bantuan perbaikan rumah.

Dalam zakat, pengentasan kemiskinan bisa masif dilakukan andai semua pihak ikut membantu penggalangan dana.

Beberapa organisasi sosial tergerak membentuk lembaga untuk menghimpun dana zakat, infaq dan sadaqah mulai dari Lembaga Amil Zakat Nahdlatul Ulama, Lazis Muhammadiyah, Rumah Zakat, Daruttauhid, Dompet Dhuafa serta sejumlah lembaga lain.

Beragam lembaga itu, kata Daroji, dapat dikoordinasikan bersama untuk pengentasan kemiskinan. Jika semua menjadi satu, ia yakin progres pengentasan bisa jauh lebih cepat dibanding sekarang ini.

“Semua kalau bersinergi, kemiskinan bisa cepat turun karena ada satu koordinasi dan komando,” tambahnya.

Dari zakat dari pegawai negeri di Jateng terkumpul Rp 1,6 miliar perbulan, atau setara Rp 21,2 miliar pertahun. Sementara zakat dari pegawai dari 35 kabupaten dan kota di Jateng mencapai Rp 175 miliar pertahun.

Selain zakat, potensi wakaf juga belum banyak membantu mengatasi kemiskinan. Pembiayaan melalui wakaf belum banyak dilirik pemerintah. Tanah wakaf di Jawa Tengah sangat banyak, tetapi belum banyak dimanfaatkan menjadi hal produktif.

Padalah tanah wakaf dapat diupayakan untuk menjadi ladang usaha, seperti mini market, hotel, ruko, rumah sakit apotek, asrama, hingga pompa bensin. Namun pemerintah belum memanfaatkan itu untuk pola pengentasan kemiskinan.

Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengakui kemiskinan di Jateng menurun, namun terasa sangat lambat. Pihaknya terus mencoba agar penurunan kemiskinan bisa dilakukan secara “keroyokan” dengan pemerintah pusat dan kabupaten/kota.

Upaya penanganan kemiskinan, sambung Ganjar, paling baik dilakukan dengan pemberian keterampilan serta modal usaha. Mereka yang miskin, ketika dapat keterampilan dan modal kerja akan dapat memenuhi kebutuhannya sendiri, sehingga terangkat dari kategori miskin.

”Saya ingin jujur bahwa kemiskinan memang turun, tapi saya sendiri memang enggak puas. Ini masih PR jadi besar," kata Ganjar, kepada Kompascom, Agustus 2017 lalu.

Dari Desa

Ekonom dari Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga, Jawa Tengah, Sri Sulandjari menilai kantong kemiskinan di Jawa Tengah mayoritas berada di wilayah perdesaan. Oleh karenanya, langkah penanganan kemiskinan harus disesuaikan dengan pola kewilayahan, dan tidak dapat disamaratakan.

Halaman:

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com