Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Miftah Sabri
CEO Selasar Indonesia

CEO Selasar Indonesia

Anak Tiri Bernama Inovasi

Kompas.com - 26/12/2017, 10:27 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorAna Shofiana Syatiri

Oleh karena itu, Indonesia perlu memberikan perhatian lebih terhadap bidang perdagangan, persaingan dan skala pasar khususnya skala pasar domestik jika ingin meningkatkan pengalaman pasar tanah air di kancah global. Semisal dengan terus mendorong dan memberi kemudahan berinovasi bagi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yang kreatif dan berkelanjutan yang notabene memang telah terbukti mampu menopang perekonomian.

Faktor pasar sebenarnya adalah faktor yang sudah bisa ditebak. Pilar unggulan inovasi Indonesia yang satu ini, tetapi berbeda dari bidang ekonomi. Toh ekonomi nasional Indonesia sangat terbantu oleh pasar yang tercatat terbesar kelima di dunia.

Oleh karena itu pula mengapa pertumbuhan ekonomi sangat bergantung kepada naik turunnya tingkat konsumsi rumah tangga, yang kontribusinya berkisar 55 persen.

Dengan kata lain, keunggulan pasar yang didapat Indonesia bukan semata karena usaha aktif dari pemerintah atau semua institusi yang terkait dengan kemajuan inovasi nasional, tetapi memang sudah semestinya secara alamiah demikian.

Berlawanan dengan itu, pilar Institutions adalah pilar yang selalu terbelakang dari waktu ke waktu. Pada 2016, pilar ini menempati rangking 122 dengan skor 41,6. Tak pelak, institusi untuk bertumbuhkembangnya inovasi menjadi titik kelemahan Indonesia secara keseluruhan.

Hal itu terlihat jelas dari subpilar lingkungan politik, peraturan maupun kebijakan-kebijakan soal bisnis. Hampir tidak ada daya tarik dan kekuatan dari pilar institusi kelembagaan yang akan mendorong maju pesatnya inovasi di Tanah Air.

Beberapa hasil analisis membuktikan bahwa Indonesia masih lemah soal pembebasan kelebihan biaya yang terkait dengan lingkungan peraturan/regulasi serta lemah pada kenyamanan dalam memulai bisnis yang terkait dengan subpolar lingkungan bisnis.

Pekerjaan rumah pemerintah, mau tak mau, adalah segera melakukan pembenahan kelembagaan ke arah yang lebih kondusif bagi inovasi. Bila dibiarkan berlarut-larut, maka tidak menutup kemungkinan Indonesia akan menjadi negara yang benar-benar tidak ramah terhadap inovasi dan perubahan di mata dunia maupun masyarakatnya sendiri.

Selain pilar infrastruktur, Indonesia juga terbilang sangat lemah di pilar Business Sophistication yang menempati posisi 106 pada tahun lalu.

Pilar ini terkait dengan persoalan sejauh mana kondusifnya suatu perusahaan dalam melakukan aktivitas berinovasi di sebuah negara. Subpilar yang membentuknya terdiri dari Knowledge Workers; Innovation Linkages; dan Knowledge Absorption.

Kendati rangking secara keseluruhan kurang menggembirakan, terkait jaringan inovasi khususnya kolaborasi penelitian antaruniversitas dan atau industri serta dasar dari pembangunan klaster inovasi, Indonesia terbilang cukup baik.

Hal tersebut menjadi salah satu pertanda bahwa kolaborasi lintas bidang maupun klaster secara spasial kewilayahan dapat menunjang terciptanya hubungan jaringan inovasi bisnis.

Kembali ke masalah awal bahwa Indonesia harus dengan segala upaya mendorong lahirnya inovasi di berbagai bidang.

Inovasi adalah napas perubahan ke arah yang lebih baik. Tanpa inovasi, perubahan terkadang tak terukur, dan bahkan terbuka peluang untuk terus mundur. Mengapa bisa? Karena faktor institusi.

Jaminan politik dan keberpihakan sistem hukum kepada pelaku-pelaku ekonomi bisnis dan sosial inovatif menjadi kuncinya. Jika keberpihakan justru minim, bahkan boleh jadi tak ada sama sekali, maka setiap inovasi muncul, lalu berbenturan dengan tatanan lama, inovasi dipastikan kalah karena tidak memiliki jaminan hukum dan politik yang jelas.

Risikonya, pemerintah, sebagaimana yang kerab kita saksikan, kelabakan menengarai relasi konfliktual antara pelaku-pelaku usaha inovatif dan pemain-pemain lama yang cenderung sangat gigantis. Walhasil, stake holder, terutama masyarakat ikut terjebak di dalamnya, sebagai salah satu pemangku kepentingan, baik sebagai konsumen ataupun pelaku lapangan.

Oleh karena itu, sudah waktunya politisi-politisi, pemerintah, dan intitusi penegak hukum, untuk duduk bersama, berbicara tentang masa depan Indonesia dari perspektif inovasi nasional.

Tujuannya adalah agar segera lahir institusi-instutusi yang benar-benar menyamankan bagi aneka rupa inovasi yang sudah ada dan yang sedang berproses untuk hadir (terutama regulasi-regulasi, kebijakan-kebijakan, keberpihakan fiskal, sikap-sikap politik, dan lain-lain). Semoga.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com