Selain penyediaan pakan, reproduksi ternak harus terus ditingkatkan melalui penanganan gangguan dan optimalisasi reproduksi sehingga diperoleh day open dan calving interval yang lebih pendek. Dari kegiatan upaya khusus sapi indukan wajib bunting (Upsus Siwab) dinilai sukses karena manajemen pemeliharaan bagus.
"Keterlibatan dinas terkait setempat juga harus terus diintensifkan untuk mendapatkan dukungan dan hasil yang lebih baik," kata Sugiono.
Dongkrak jumlah peternak sapi
Dengan adanya kerja sama itu, pemerintah berharap masyarakat tak lagi berpikir bahwa beternak sekedar pekerjaan sampingan. Beternak sapi harus menguntungkan agar menarik minat generasi muda. Oleh karenanya, ia menargetkan jumlah peternak bertambah lebih dari 5.000 peternak.
"Saya berharap nantinya jika proyek kerjasama ini selesai, keseluruhan peternak di Indonesia dapat meningkat kesejahteraannya dan kalau bisa dapat sejajar dengan peternak New Zealand," katanya.
Meningkatnya semangat wirausaha dari peternak akan berdampak terhadap peningkatan pendapatan dan penyerapan tenaga kerja. Apalagi, ia menambahkan, jika peternakan sapi bisa berkembang ke arah industri pengolahan susu tentu bisa meningkatkan nilai tambah, seperti susu cup, yoghurt, dan permen susu.
"Intinya peternak harus sejahtera, dan masyarakat terpenuhi gizinya dari sumber protein hewani," katanya.
Ternak sapi perah di Indonesia masih dapat terus dikembangkan. Selama ini, ternak perah selalu diidentikkan dengan sapi Frisian Holstein (FH) yang merupakan sapi impor dari negara subtropis. Padahal, Indonesia memiliki sapi peranakan Frisian Holstein (PFH) yaitu persilangan antara sapi FH dengan sapi lokal Indonesia, kambing perah, kerbau perah yang lebih tahan terhadap iklim di Indonesia.
"Kita perlu merubah mindset untuk mengoptimalkan keberadaan sapi FH, PFH, kambing perah, dan kerbau perah tersebut untuk mendukung peningkatan produksi susu dalam negeri," ujarnya.