Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Desmon Silitonga
Head Investment

Analis PT Capital Asset Management, alumnus Pascasarjana FE UI.

Menjadi Raksasa Ekonomi

Kompas.com - 17/04/2018, 07:39 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

TAHUN 2018 diperkirakan menjadi tahun pembalikan ekonomi global, setelah dirundung kelesuan dalam satu dekade terakhir. Hal ini dapat dibaca dari World Economic Outlook (WEO) yang dirilis oleh Dana Moneter International (IMF) Januari lalu dengan tagline "Brighter Prospect, Optimistic Market, Challenges Ahead".

IMF memproyeksi pertumbuhan ekonomi global pada tahun 2018 mencapai 3,9 persen. Proyeksi ini naik 0,2 persen dari tahun 2017 di level 3,7 persen. Kenaikan proyeksi pertumbuhan ini didorong oleh perbaikan kinerja pertumbuhan di negara-negara maju, seperti Amerika Serikat (AS) dan zona euro.

Pertumbuhan ekonomi AS pada tahun 2017 diperkirakan di level 2,3 persen. Dan diperkirakan akan terus meningkat di tahun-tahun mendatang. Kebijakan reformasi pajak dan ekspansi fiskal melalui belanja infrastruktur pemerintah Trump akan mendongkrak kinerja pertumbuhan.

Situasi yang sama juga terjad di zona euro. Kinerja investasi di kawasan ini terus membaik yang tercermin dari tren kenaikan Purchasing Manager Index (PMI). Meski, kawasan ini juga masih terus berjuang untuk mengkungkit pertumbuhan konsumsi. Tren populasi yang menua (aging population) ditengarai jadi salah satu pemicu mandeknya kinerja konsumsi.

Baca juga: IMF Puji Ekonomi Indonesia Berkinerja Baik

Membaiknya tren kinerja pertumbuhan di negara-negara maju itu memberi imbas positif pada kenaikan volume perdagangan global. Jika di tahun 2016, volume perdagangan dunia berada di bawah pertumbuhan ekonomi dunia (tren pelambatan masih terjadi). Maka, sejak tahun 2017, kondisi berbalik, di mana pertumbuhan volume perdagangan global di atas pertumbuhan ekonomi global (ekspansi terjadi).

Meningkatnya volume perdagangan dunia ini berimbas positif pada kenaikan harga minyak dan komoditas dunia. Pada tahun 2017, harga minyak dunia ditutup di atas 60 dollar AS per barrel. Padahal, di awal tahun 2016, sempat menyentuh level terendah, yaitu di bawah 30 dollar AS per barrel. Demikian juga dengan harga komoditas, seperti batu bara, aluminimum, nikel, dan tembaga terus bergerak naik.

Apresiasi harga minyak dan komoditas inilah yang turut mengungkit kinerja pertumbuhan ekonomi di berbagai kawasan, khususnya di kawasan pasar bertumbuh (emerging market) yang selama ini dikenal sebagai basis produsen minyak dan komoditas global.

Memang, akselerasi pertumbuhan ekonomi global ini masih tetap dibayang-bayangi oleh berbagai risiko yang berpotensi menghambat proses akselerasi ini. Itulah sebabnya, IMF mendorong kerja sama yang baik antara pemerintah dan otoritas di berbagai negara mengingat ekonomi dan pasar dunia yang sudah saling terkait.

Baca juga: Ditopang Komoditas, Pertumbuhan Ekonomi Dunia Diprediksi Meningkat

Risiko jangka pendek yang patut diwaspadai  berasal dari dampak kebijakan moneter dan fiskal di negara maju, khususnya Amerika Serikat. Reformasi pajak dan kenaikan lanjutan suku bunga acuan (federal funds rate/FFR) berpotensi memicu volatilitas, khususnya melalui jalur sektor keuangan. Aliran arus dana keluar (capital outflow) berpotensi terjadi, khususnya dari kawasan emerging yang bisa berimbas pada pelemahan nilai tukar dan menganggu stabilitas makroekonomi.

Adapun dalam jangka menengah, risiko yang harus dicermati ialah dampak dari kebijakan proteksionisme perdangangan (inward looking policy), ketegangan geopolitik, khususnya di Asia Timur dan Timur Tengah yang dapat memengaruhi arah harga minyak, faktor politik, seiring dengan adanya sejumlah pemilihan umum (election) di sejumlah negara, seperti Indonesia, Argentina, Kolombia, Italia, dan Meksiko yang berpotensi menghambat proses reformasi ekonomi, serta faktor perubahan iklim.

Industrialisasi

Itulah sebabnya, akselerasi perekonomian global ini harus dijadikan momentum oleh Indonesia untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi. Harus diakui, bahwa dalam tiga tahun terakhir, kinerja pertumbuhan ekonomi domestik cenderung stagnan di level 5 persen. Padahal, hasil ini masih jauh di dari potensi yang dimiliki.

Oleh sebab itulah, kenaikan harga komoditas global yang terjadi saat ini harus dijadikan momentum untuk mempercepat reformasi sektor manufaktur. Indonesia telah lama mengalami proses deindustrialisasi.

Hal ini dapat dilihat dari kontribusi sektor manufaktur yang terus menicut terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

Menjual sumber daya alam dalam (SDM) dalam bentuk raw material/semi produk harus secara perlahan dikurangi. Sebaliknya, penciptaan nilai tambah melalui proses industrialisasi harus terus didorong.

Baca juga: IPM Indonesia Naik Jadi 70,81, Harapan Hidup Lebih Panjang

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Setelah Investasi di Indonesia, Microsoft Umumkan Bakal Buka Pusat Data Baru di Thailand

Setelah Investasi di Indonesia, Microsoft Umumkan Bakal Buka Pusat Data Baru di Thailand

Whats New
Emiten Persewaan Forklift SMIL Raup Penjualan Rp 97,5 Miliar pada Kuartal I 2024

Emiten Persewaan Forklift SMIL Raup Penjualan Rp 97,5 Miliar pada Kuartal I 2024

Whats New
BNI Danai Akusisi PLTB Sidrap Senilai Rp 1,76 Triliun

BNI Danai Akusisi PLTB Sidrap Senilai Rp 1,76 Triliun

Whats New
Soroti Kinerja Sektor Furnitur, Menperin: Masih di Bawah Target

Soroti Kinerja Sektor Furnitur, Menperin: Masih di Bawah Target

Whats New
Harga Jagung Turun di Sumbawa, Presiden Jokowi: Hilirisasi Jadi Kunci Stabilkan Harga

Harga Jagung Turun di Sumbawa, Presiden Jokowi: Hilirisasi Jadi Kunci Stabilkan Harga

Whats New
IHSG Ditutup Merosot 1,61 Persen, Rupiah Perkasa

IHSG Ditutup Merosot 1,61 Persen, Rupiah Perkasa

Whats New
Emiten TPIA Milik Prajogo Pangestu Rugi Rp 539 Miliar pada Kuartal I 2024, Ini Sebabnya

Emiten TPIA Milik Prajogo Pangestu Rugi Rp 539 Miliar pada Kuartal I 2024, Ini Sebabnya

Whats New
BI Beberkan 3 Faktor Keberhasilan Indonesia Mengelola Sukuk

BI Beberkan 3 Faktor Keberhasilan Indonesia Mengelola Sukuk

Whats New
Pertemuan Tingkat Menteri OECD Dimulai, Menko Airlangga Bertemu Sekjen Cormann

Pertemuan Tingkat Menteri OECD Dimulai, Menko Airlangga Bertemu Sekjen Cormann

Whats New
Induk Usaha Blibli Cetak Pendapatan Bersih Rp 3,9 Triliun pada Kuartal I 2024

Induk Usaha Blibli Cetak Pendapatan Bersih Rp 3,9 Triliun pada Kuartal I 2024

Whats New
Kembali ke Aturan Semula, Barang Bawaan dari Luar Negeri Tak Lagi Dibatasi

Kembali ke Aturan Semula, Barang Bawaan dari Luar Negeri Tak Lagi Dibatasi

Whats New
Cek Tagihan Listrik secara Online, Ini Caranya

Cek Tagihan Listrik secara Online, Ini Caranya

Work Smart
Harga Beras Alami Deflasi Setelah 8 Bulan Berturut-turut Inflasi

Harga Beras Alami Deflasi Setelah 8 Bulan Berturut-turut Inflasi

Whats New
17 Bandara Internasional yang Dicabut Statusnya Hanya Layani 169 Kunjungan Turis Asing Setahun

17 Bandara Internasional yang Dicabut Statusnya Hanya Layani 169 Kunjungan Turis Asing Setahun

Whats New
Berikan Pelatihan Keuangan untuk UMKM Lokal, PT GNI Bantu Perkuat Ekonomi di Morowali Utara

Berikan Pelatihan Keuangan untuk UMKM Lokal, PT GNI Bantu Perkuat Ekonomi di Morowali Utara

Rilis
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com