Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Nurkholisoh Ibnu Aman
Analis Ekonomi

Analis Ekonomi di Bank Indonesia. MBA Finance dari The University of Chicago

IMF-Indonesia, Dua Dasawarsa yang Berbeda

Kompas.com - 23/09/2018, 13:23 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PERNAHKAH Anda menemukan nama Indonesia di buku teks atau jurnal ekonomi? Rasanya jarang.

Meskipun ekonomi Indonesia termasuk 20 besar dunia. Rupanya, tidak banyak ekonom dan akademisi yang menganggap penting untuk menulis tentang Indonesia. Mereka biasanya malah mengingat Indonesia dalam konteks yang kurang menyenangkan: krisis ekonomi.

Sebagai contoh adalah Frederic Mishkin, profesor ekonomi dari Columbia University dan mantan anggota Dewan Gubernur Bank Sentral AS. Dalam bukunya, dia menggunakan Indonesia sebagai contoh negara yang harus menanggung ongkos mahal akibat kegagalan sistem perbankan.

Baca juga: Menakar Tuah Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia di Bali

- Indonesia sebagai contoh kasus dalam buku The Economics of Money, Banking and Financial Markets (Mishkin, 2004).

Gambar 1. Indonesia sebagai contoh kasus dalam buku The Economics of Money, Banking and Financial Markets (Mishkin, 2004).

Sementara itu, media massa internasional mencatat Indonesia sebagai ilustrasi tentang sebuah rezim pemerintahan yang sangat kuat namun akhirnya tumbang akibat krisis ekonomi.

Dalam obituarinya ketika Presiden Suharto wafat, majalah The Economist menuliskan bahwa sang diktator dari Indonesia tersebut “jatuh bersama Rupiah”.

Padahal saat itu, ia baru saja memenangkan pemilu yang mendudukkannya sebagai orang nomor satu untuk ketujuh kalinya berturut-turut.

Baca juga: BKPM: Pertemuan IMF-Bank Dunia Peluang Emas Tingkatkan Citra Indonesia

- Majalah The Economist (Januari 2008) mengenang Presiden Suharto


Gambar 2. Majalah The Economist (Januari 2008) mengenang Presiden Suharto.


Krisis ekonomi di Indonesia 1997-1998 memang sebuah kasus yang luar biasa. A rare and remarkable case. Hanya beberapa tahun sebelumnya, Indonesia digadang-gadang sebagai salah satu macan Asia (the Asian Tiger economies).

Pertumbuhan ekonomi relatif tinggi dan tampak solid. Daya belinya meningkat secara konsisten disertai berkurangnya populasi yang hidup di bawah garis kemiskinan.

Sementara itu, walaupun tidak sepenuhnya demokratis, pemerintahan Presiden Soeharto dianggap mampu memberi jaminan keamanan dan kestabilan yang penting bagi bisnis.

Agenda pengembangan ekonomi dituangkan secara rapih dalam Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) yang kemudian dieksekusi secara efektif oleh mesin birokrasi.

Baca juga: BUMN Tawarkan Investasi 42 Miliar Dollar AS di Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia

Maka, sebuah hal yang mengejutkan ketika pada medio 1997 ekonomi Indonesia digulung krisis. Seorang peneliti dari SOAS London mendeskripsikan terjadinya krisis di Indonesia saat itu seperti “meteor yang jatuh dari langit” (Booth A., 2003).

Tak diduga, tak dinyana. Semua diawali oleh nilai tukar Rupiah yang terjun bebas. Perusahaan dengan hutang valas mendadak bangkrut. Demikian pula sejumlah bank terkait. Harga-harga juga melambung tinggi, sehingga banyak kebutuhan pokok tak terbeli.

Ekonomi Indonesia akhirnya “resmi” mengalami krisis ketika pertumbuhan terkontraksi ibarat balon yang mengempis. Sepanjang tahun 1998, ekonomi Indonesia tumbuh negatif 13 persen!

Kondisi ini tentu sangat kontras dengan era sebelum krisis ketika ekonomi Indonesia mampu tumbuh sekitar 7 persen setiap tahun selama satu dekade.

- Koreksi tajam pada pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 1998.

Gambar 3. Koreksi tajam pada pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 1998.

Bersambung ke halaman berikutnya: Pasien IMF

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

BI Rate Naik, Perbankan Antisipasi Lonjakan Suku Bunga Kredit

BI Rate Naik, Perbankan Antisipasi Lonjakan Suku Bunga Kredit

Whats New
Menhub Tawarkan 6 Proyek TOD di Sekitar Stasiun MRT ke Investor Jepang

Menhub Tawarkan 6 Proyek TOD di Sekitar Stasiun MRT ke Investor Jepang

Whats New
Terbebani Utang Kereta Cepat, KAI Minta Keringanan ke Pemerintah

Terbebani Utang Kereta Cepat, KAI Minta Keringanan ke Pemerintah

Whats New
ByteDance Ogah Jual TikTok ke AS, Pilih Tutup Aplikasi

ByteDance Ogah Jual TikTok ke AS, Pilih Tutup Aplikasi

Whats New
KKP Tangkap Kapal Malaysia yang Curi Ikan di Selat Malaka

KKP Tangkap Kapal Malaysia yang Curi Ikan di Selat Malaka

Whats New
Soal Denda Sepatu Rp 24,7 Juta, Dirjen Bea Cukai: Sudah Sesuai Ketentuan...

Soal Denda Sepatu Rp 24,7 Juta, Dirjen Bea Cukai: Sudah Sesuai Ketentuan...

Whats New
Permintaan 'Seafood' Global Tinggi jadi Peluang Aruna Perkuat Bisnis

Permintaan "Seafood" Global Tinggi jadi Peluang Aruna Perkuat Bisnis

Whats New
BFI Finance Cetak Laba Bersih Rp 361,4 Miliar pada Kuartal I-2024

BFI Finance Cetak Laba Bersih Rp 361,4 Miliar pada Kuartal I-2024

Whats New
Blue Bird Luncurkan Layanan Taksi untuk Difabel dan Lansia, Ada Fitur Kursi Khusus

Blue Bird Luncurkan Layanan Taksi untuk Difabel dan Lansia, Ada Fitur Kursi Khusus

Whats New
Melihat Peluang Industri Digital Dibalik Kolaborasi TikTok Shop dan Tokopedia

Melihat Peluang Industri Digital Dibalik Kolaborasi TikTok Shop dan Tokopedia

Whats New
Walau Kas Negara Masih Surplus, Pemerintah Sudah Tarik Utang Baru Rp 104,7 Triliun Buat Pembiayaan

Walau Kas Negara Masih Surplus, Pemerintah Sudah Tarik Utang Baru Rp 104,7 Triliun Buat Pembiayaan

Whats New
Persaingan Usaha Pelik, Pakar Hukum Sebut Program Penyuluh Kemitraan Solusi yang Tepat

Persaingan Usaha Pelik, Pakar Hukum Sebut Program Penyuluh Kemitraan Solusi yang Tepat

Whats New
Bulog: Imbas Rupiah Melemah, Biaya Impor Beras dan Jagung Naik

Bulog: Imbas Rupiah Melemah, Biaya Impor Beras dan Jagung Naik

Whats New
Harga Emas Terbaru 18 April 2024 di Pegadaian

Harga Emas Terbaru 18 April 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Harga Bahan Pokok Jumat 26 April 2024, Harga Ikan Tongkol Naik

Harga Bahan Pokok Jumat 26 April 2024, Harga Ikan Tongkol Naik

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com