2. Saat Menkeu SMI menjadi Menkeu di tahun 2005-2010 rasio utang terhadap PDB tahun 2005-2010 berkurang dari 47 persen ke 26 persen.
3. Menurunnya defisit Keseimbangan Primer (penerimaan negara dikurangi belanja, di luar pembayaran utang).
Berturut-turut dari tahun 2016 (Rp 125,6 triliun) dan 2017 (Rp 121,5 triliun). Tahun 2018 ditargetkan defisitnya turun lagi menjadi Rp 87,3 triliun. Beberapa tahun ke depan diharapkan agar keseimbangan primer dapat menjadi surplus, sehingga tidak lagi membayar utang dengan utang,
Menkeu SMI selalu ingin ada peningkatan dalam kinerja, sehingga perolehan ketiga capaian tersebut bukan datang dari langit tanpa direncanakan dengan matang. Kami selalu didorong untuk berprestasi dan melakukan yang terbaik bagi bangsa ini.
Baca juga : Bagaimana Posisi Utang Indonesia?
Utang juga dapat menjadi alternatif investasi bagi masyarakat Indonesia. Saat ini, jumlah investor dari Indonesia yang membeli Surat Berharga Negara secara ritel berjumlah 501.713 orang, melonjak tajam dari tahun 2008 yang baru berjumlah 16.561 investor. Yang menarik, 13-16 persen di antaranya adalah ibu rumah tangga.
Pernyataan ini diyakini untuk menjawab banyak keraguan bahwa utang Indonesia didominasi oleh pihak asing. Walaupun belum sebanyak negara maju, namun Kemenkeu sudah di arah yang tepat. Selain itu, ada juga bond pemerintah yang dikeluarkan dalam mata uang pemerintah.
Menkeu SMI menyatakan bahwa pemerintah sangat berhati-hati dalam mengelola instrumen utang, terutama agar tidak ada kejutan dan pelambatan dalam perekonomian nasional.
Setiap kebijakan untuk mencapai suatu tujuan pasti ada akibat pada tujuan yang lain. Namun semuanya bertujuan agar APBN tetap sehat, kredibel dan berkelanjutan.
Pengelolaan yang hati-hati ini mendapatkan respons positif berupa peringkat investasi dari lima lembaga pemeringkat dunia (S&P, Moodys, Fitch, JCR dan R&I).
Mereka menilai Indonesia sebagai negara yang menjaga disiplin APBN secara konsisten berdasarkan UU.
Hasil lainnya adalah menurunnya imbal hasil (yield) Surat Utang Negara berjangka 10 tahun dari 7,93 persen pada Desember 2016 menjadi 6,63 persen pada pertengahan Maret 2018. Suatu capaian yang sangat baik mengingat ada empat kali kenaikan suku bunga oleh Federal Reserve Amerika.
Banyak yang meragukan penilaian lembaga pemeringkat ini dan men-twist nya seolah-olah agar Indonesia makin berutang. Padahal untuk mendapatkan peringkat ini, sudah melalui banyak kriteria dan penilaian. Harusnya bangsa kita bangga karena dinilai baik dan kredibel oleh lembaga internasional.
Utang juga bukan satu-satunya instrumen kebijakan. Masih banyak instrumen lain yang digunakan untuk kebijakan pemerintah antara lain: pajak, cukai dan penerimaan negara bukan pajak, instrumen belanja dan alokasinya, kebijakan perdagangan dan lain-lain.
Semua kebijakan harus sama-sama bekerja secara efektif untuk mencapai tujuan nasional. Contohnya, keseriusan pemerintah dalam memperbaiki iklim investasi di segala bidang yang akhirnya berhasil menaikkan nilai kemudahan investasi Indonesia. Ini tentu saja menjadikan Indonesia sebagai tempat investasi yang menarik bagi dunia.
Menteri Keuangan juga menyatakan bahwa pembangunan infrastruktur, perbaikan pendidikan dan kesehatan serta jaminan sosial baru akan menuai hasil dan dapat dirasakan pada jangka menengah. Beliau setuju dengan adanya anjuran bahwa perlu dilakukan peningkatan efektivitas dan prioritas kebijakan, perbaikan tata kelola serta proses perencanaan dan perang terhadap korupsi.