Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 30/04/2018, 10:36 WIB
Ridwan Aji Pitoko,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

Kompas TV Simak pernyataan Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri dalam program ROSI berikuti ini.

Pasal itu dinilai Indra tidak menjelaskan secara rinci definisi pekerjaan yang dibutuhkan pemerintah itu apa saja.

"Ini masih bias, mestinya kan diperjelas di ayat lain tentang apa saja pekerjaan yang masuk kategori dibutuhkan pemerintah," sambung dia.

Segala pertentangan itu kemudian membuat Indra menuntut Presiden Jokowi untuk merevisi perpres tersebut agar tak berlarut-larut menjadi polemik.

"Kalau presiden masih mau melihat kebaikan ke depan ya perbaiki saja, revisi perpres itu dan disesuaikan dengan UU 13 tahun 2003. Jangan sampai keluar satu kalimat di perpres itu yang bertentangan dengan UU," ujar Indra.

Sementara itu, Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan bahwa para buruh sepakat menolak adanya Perpres Nomor 20 Tahun 2018.

Menurut dia, perpres itu berbahaya bagi keberlangsungan para pekerja dalam negeri. Meskipun aturan itu membuka peluang investasi, perpres itu juga membuka peluang masuknya tenaga kerja kasar dari pihak asing secara masif.

"Ancaman investasi China yang datang ke Indonesia itu diiringi masuknya unskilled worker yang masif itu mengancam keberlangsungan dari lapangan kerja untuk pekerja lokal. Itu persoalannya," ujar Said di Hotel Mega Proklamasi, Jakarta, Selasa (24/4/2018).

Selain itu, Said menganggap perpres tersebut tidak diperlukan untuk menggaet investasi dari negara lain. Sebab, Indonesia telah memiliki sejumlah aturan yang berfungsi mendorong investasi asing.

Di sisi lain, Said menduga upaya pemerintah meneken perpres ini adalah untuk mengakomodasi investasi China dalam pembiayaan proyek-proyek pembangunan infrastruktur.

"Jangan-jangan diduga perpres ini sengaja dibuat bukan karena kebutuhan, tapi untuk sebuah negosiasi masuknya modal investasi China yang tertunda seperti LRT, kereta api cepat, jalan tol, bendungan dan beberapa proyek pelabuhan untuk tol laut," kata Said.

Harus ada vokasi

Dengan banyaknya pendapat yang pro dan kontra tersebut maka para pekerja lokal dihadapkan dengan kondisi dilematis.

Pemerintah pun kemudian dituntut agar bisa menjamin para pekerja lokal untuk tidak tergusur di negaranya sendiri.

Oleh sebab itu Waketum Kadin Indonesia Bidang Ketenagakerjaan Anton J Supit menilai perlu adanya semacam pendididikan sejak dini untuk menambah skill atau kemampuan pekerja lokal.

"Supaya bisa bersaing, harus ada vokasi, pengembangan skill buat tenaga kerja lokal. Untuk vokasi itu paling penting adalah di pendidikan SMK," ucap Anton.

Namun demikian, saat ini para lulusan SMK pun tak terjamin langsung bisa terjun ke industri. Maka dari itu, Anton menyebutkan perlu adanya transformasi sistem dan kurikulum agar para lulusan SMK memiliki skill yang benar-benar dibutuhkan oleh industri.

Sedangkan dari dunia usaha, beberapa perusahaan pun turut memberikan kontribusi agar para pekerjanya memiliki kemampuan esktra untuk bersaing dengan TKA.

Managing Director SOGO Indonesia Handaka Santosa menyampaikan bahwa pihaknya telah memberikan kursus bagi para karyawannya agar bisa menghadapi persaingan dengan TKA.

"Kami juga terus meningkatkan kemampuan karyawan kami agar dapat bersaing dengan tenaga asing, salah satunya adalah dengan memberikan kursus bahasa Inggris ataupun Mandarin," sambung Handaka.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Halaman:


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com